Sahabat Baduy, Menyisir Kaki Gunung Kendeng Baduy Dalam
Pada suatu hari sahabat saya yang tergabung dalam grup yang diberi nama Sahabat Baduy mengajak saya untuk berkunjung ke perkampungan Baduy yang terletak di daerah Banten. Anggota Sahabat Baduy sebagian besar bekerja di lingkungan Kementerian BUMN. Kami bermaksud untuk lebih mengenal masyarakat suku Baduy .
foto : koleksi pribadi
Anggota Sahabat Baduy yang berjumlah kurang lebih 50 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan melakukan perjalanan menuju perkampungan Baduy Dalam. Dengan semangat kebersamaan, kami menempuh perjalanan yang melelahkan sekaligus mengasyikkan.
Masyarakat Baduy di Kampung Cibeo Baduy Dalam menyambut kami dengan sangat ramah dan menyenangkan. Lelah langsung luruh menghadapi penyambutqn mereka. Jarak 3 kilometer menuju lokasi yang kami tempuh dengan berjalan kaki, naik-turun bukit, menembus hutan serta tebing-tebing curam kami lalui dengan riang gembira.
Baduy Dalam adalah suatu perkampungan yang berada di tengah-tengah hutan belantara yang mempunyai peraturan adat yang sangat ketat. Tidak diperbolehkan menggunakan HP. Tidak ada penerangan selain lampu minyak. Tidur hanya beralaskan tikar pandan. Dan yang paling membingungkan bagi saya yang baru pertama kali ke sana adalah ketika mau buang air kecil dan besar. Kita harus menuju sungai yang jaraknya lumayan jauh dari rumah penduduk dan dalam keadaan gelap gulita. Di tambah lagi kita tidak biasa buang air jongkok di sungai.
Namun kami lalui dengan tetap semangat. Baduy Dalam dipimpin oleh ketua adat yang disebut Pu'un. Namun kebersahajaan, kesederhanaan dan sikap hidup masyarakat Baduy yang menyatu dengan alam sangat berkesan bagi saya. Saya sedikit banyaknya lebih mengenal mereka lebih dekat.
Urang Kanekes atau Urang Baduy itu sendiri adalah kelompok masyarakat adat suku Banten yang berada di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Mereka memegang teguh adat-istiadat mereka. Jumlah warga Baduy di sana sekitar 26.000 orang.
foto : sumber internet, jembatan bambu perbatasan baduy luar dengan baduy dalam, dan titik lokasi terakhir diperbolehkan untuk mengambil foto atau menggunakan kamera juga hp
.
Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan peneliti Belanda yang mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yaitu masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Selain itu juga ada kemungkinan lagi yaitu adanya sungai Baduy dan Gunung Baduy yang berada di bagian utara wilayah tersebut. Mereka lebih suka disebut " urang kanekes" atau " orang kanekes " .
Urang Kanekes atau Orang Baduy bermukim tepat di kaki Pegunungan Kendeng, di desa Kanekes, Kecamamatan Leuwidamar, Kabubaten Lebak, Rangkasbitung, Banten. Lokasinya berjarak kurang lebih 40 km dari kota Rangkasbitung. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Sunda. Untuk komunikasi dengan penduduk luar mereka menggunakan bahasa indonesia.
foto : sumber internet, rumah masyarakat Baduy Dalam
Sebagian besar dari mereka tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Orang Kanekes atau Orang Baduy tidak mengenal budaya tulis menulis. Adat - istiadat, kepercayaan/agama, juga cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Orang Kanekes tidak mengenal sekolah karena bertolak belakang dengan adat-istiadat mereka.
Orang Kanekes mempunyai hubungan sejarah dengan orang Sunda. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya kesultanan Banten ini merupakan bagian penting dari kerajaan sunda.
Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar dengan sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu. Dan ramai digunakan untuk mengangkut hasil bumi dari wilayah pedalaman. Penguasa daerah tersebut disebut Pangeran Pucuk Umum, yang terus menjaga kelestarian sungainya. Untuk itu diperintahkan pasukan tentara kerajaan yang terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng ini. Inilah cikal bakal masyarakat Kanekes hingga sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut.
Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928 berpendapat bahwa orang Kanekes adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar. Mereka merasa berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang). Kabuyutan di daerah ini dikenal dengan Kabuyutan Jati Sunda atau Sunda Asli atau Sunda Wiwitan ( wiwitan= asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itu agama asli mereka diberi nama "Sunda Wiwitan " .
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, penamping, dan dangka.
Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes dalam (Baduy Dalam). Yang masih sangat ketat mengikuti adat istiadatnya. Warganya tinggal di tiga kampung : Cibeo, Cikertawarna, dan Cikeusik. Ciri khas orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarnah putih alami dan biru tua, serta memaki ikat kepala putih.
KANEKES DALAM
Peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
- Tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan untuk sarana teansportasi
2.Tidak boleh menggunakan alas kaki.- Pintu rumah harus menghadap ke utara/ selatan (kecuali rumah Pu'un atau ketua adat)
- Tidak boleh menggunakan alat elektronik( teknologi)
- Tidak boleh menggunakan pakaian modern.
KANEKES LUAR
Kanekes Luar adalah orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kabekes Dalam.
Penyebab dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar adalah :
- Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
- Memiliki keinginan untuk keluar dari Baduy Dalam.
- Menikah dengan anggota Kanekes Luar.
CIRI-CIRI MASYARAKAT KANEKES LUAR
- Sudah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik.
- Pembuatan rumah mereka sudah menggunakan alat bantu seperti gergaji, palu, paku dan lain-lain. Yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam.
- Laki-laki sudah menggunakan pakaian modern seperti jeans dan kaos oblong.
- Menggunakan peralatan rumah tangga modern seperti kasur, bantal, piring gelas dan lain-lain.
- Tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
- Sebagaian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama menjadi muslim dalam jumlah cukup signifikan.
Mata pencaharian utama Orang Kanekes atau Orang Baduy adalah bertani padi huma, dan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka tanam sendiri seperti durian, asam keranji dan ada juga madu hutan.
Depok, 9 April 2018
WA || @willyana
Belum pernah sampai ke Baduy. Dulu pernah pingin ke sana aku mbak Anna. Tapi ga jadi-jadi. Sebab kawan-kawan di Tangsel (KSI Tangsel) waktu itu pada gak bisa. Hahahahaa
Ayo bikin planning lagi ke sana, menarik kayaknya...
Iya bang @beladro berkunjung dan bersilaturahmi dengan Urang Kanekes atau Orang Baduy ini asyik. Pastinya mendapatkan pengalaman yang keren dan unik. Ayo , bisa diplaning. Tapi kalau yang sudah berumur sepertinya tidak akan kuat mendaki tebing-tebing curam.
Berkunjunglah ke sana Pilo akan dimanjakan dengan pemandangan yang indah. Dari hutan yang masih perawan dan belum tersentuh tangan jahil manusia. Banyak lokasi cantik yang bisa diabadikan melalui kamera. Tapi di sana ketat sekali peraturan adatnya. Ada batas wilayah yang kita sama sekali tidak boleh lagi menggunakan peralatan elektronik sebelum memasuki kawasan baduy dalam. Kalau sekarang Ana juga gak yakin masih mampu mendaki tebing-tebing curam sebelum sampai ke lokasi pemukiman Baduy Dalam di Cibeo. Tenaga sudah mulai menurun. Masyarakatnya asyik dan baik-baik. Yang berinteraksi dengan kami waktu itu kebanyakan cowoknya
Kalau perempuannya mereka hanya di dalam rumah dan pas waktu pagi setelah rapih di dapur mereka langsung ke kebun mereka . Cowoknya banyak yang ganteng lo Pilo. Seperti orang Jepang. Ada beberapa cowok Baduy Dalam yang sering datang di kementerian BUMN selain tetuahnya ayah Mursyid, seperti Asmin, orangnya keren dan bisa memainkan alat musik kecapi.
Pengen ke sana juga ni mbak😝
Monggo @puanswarabhumi. Banyak kok sahabat Baduy dari berbagai daerah berkunjung ke sana.
Ayuk kapan Steemian MeetUp di Baduy . Good banget utk promo steemit buat orangbaduy
Silakan diplanning bang @jkfarza. He he he. Orang Baduy terutama Baduy Dalam tidak diperbolehkan menggunakan alat elektronik bang Kamal. Mereka juga tidak mengenyam bangku sekolah. Iya memang Ana akui mereka bisa membaca dan menulis. Tapi mereka belajar itu bukan di bangku sekolah atau pendidikan. Melainkan mereka mempelajarinya dari tulisan yang ada di bungkus-bungkus makanan seperti tulisan yang tertera di bungkus indomie. Itu menurut keterangan salah satu Orang Baduy dalam yang saya wawancara saat di sana . Dan Anaknya cerdas. Dengan logat sundahnya dia menjelaskan setiap pertanyaan saya dengan detil . Namanya Sapri. Kebetulan waktu mau masuk ke hutan menuju perkampungan Baduy Dalam waktu itu , Sapri yang membantu mengangkat barang atau bekal saya seperti tas . Semua peralatan atau bekal rombongan kami mereka yang membawanya. Tapi Ana yakinkan mereka orang-orang yang tulus. Pasginya akan asyik jika datang lagi ke sana bersama grup steemian.
suka... suka sekali abang. semangat abang membacanya. berharap suatu saat abang bisa mengunjungi suku yang aku kagumi ini
Terima kasih bang Emong @emong.soewandi. semoga harapannya bisa terwujud. Amin. Orang Baduy itu asyik tidak seperti yang kita bayangkan selama ini. Orangnya tulus .