Apa ya mungkin pak keadaan yang bapak harapkan berlangsung lagi sebagamana keadaan itu pernah digunakan oleh mbah-mbah kita dulu, dan mereka menangkap mbah itu gara-gara ambil singkong. Mereka saja malu melibatkan tuhan secara utuh dalam rapat-rapat mereka, diskusi-diskusinya, dan pengambilan keputusan walaupun dalam ruangan itu ada simbol yang memuat falsafah luhur dan poin kehadiran tuhan diletakkan di urutan pertama. Sedang mereka menganggap seola-olah tuhan tidak tahu tentang apa yang mereka lakukan. Coba renungkan lagi, apa ya pernah muncul kecenderungan pikiran mereka mempertimbangkan peranan tuhan, apalagi ada peserta rapat evaluasi proyeknya melontarkan pernyataan "Sepertinya tuhan tidak setuju...", "Wah, kira-kira apa tuhan mau yaa.." atau "Maunya tuhan apa sich..". Semua itu tidak mungkin pak, takut dianggap sinting. Tapi anehnya mereka posting habis-habisan tentang kehadiran tuhan di medsosnya.
Iya pak fenomena ini marai bingung pak. Mereka dengan sangat tekun berdakwah, menasehati, ingkar mungkar dan berfilsafah di medsosnya sampai-sampai saya terinspirasi. Namun ketika mereka berbentur dengan situasi dan kondisi yang mana situasi tersebut dapat dilewati dengan baik dengan kata-kata mutiaranya Pak. Nyatanya yo mereka amnesia gt pak. Kayak kena pukul gitu pak kepalanya. blass tidak menjalankan apa saja kebaikan yang mereka sharing kemana2 itu. Saya takutnya kalau ini terus dibiarin lama-lama kalimat yang dulunya ajinya luar biasa bisa jadi luntur karena fenomena ini. Mereka secara tidak langsung mensekulerkan agama dengan kehidupannya. Kalo gini lama-lama mereka anggap agama itu kisah mitology pak ?
Semoga aja pak mereka bisa paham maksud Mbah atau nenek moyannya dulu pak. dan menyadari sendiri kalau dirinya ialah bagian bangsa yang luar biasa.
Bukan hanya kisah mitologi lagi pak, sekarang aja mereka menganggap hal itu sebagai barang jualannya.
Iya pak, mudah-mudahan mereka percaya diri dengan bangsanya.