Teori New Mata Pedang di Pemerintahan Aceh Pasca Reformasi (Bagian Pertama) Teori Mata Pedang.
Thomas Aquino pada abad pertengahan mengeluarkan teori pedang pada sistem negara Romawi, yang mana pedang mempunyai makna bermata dua dengan masing-masing mata pedang sama tajam untuk memotong, dalam menjalankan pemerintahan mempunyai dua kekuasaan yang sama besar untuk mengatur kehidupan bernegara. Thomas menempatkan organisasi negara sama kuat dan kedudukannya antara kekuatan rohani yang diwakili oleh gereja dan duniawi yang diwakili oleh negara pada masa itu. Kedua kekuatan ini mengatur sekelompok masyarakat dalam sebuah negara dimana masing-masing aturan memunyai ketajaman yang sama, sehingga Thomas menamakan teori pedang sebagai visualisasi untuk menggambarkan pernyataan kekuasaan yang sifatnya abstrak.
Belajar dari perkembangan sejarah kenegaraan masa lampau dengan tujuan mengetahui kelebihan dan kelemahan sehingga kita dapat mencari jalan untuk kehidupan bernegara yang lebih baik. Hanya dengan pembelajaran yang baik kita dapat melihat persoalan sehingga tidak mengulang paradigma lama dan terjebak dalam dilema. Mari kita lihat kondisi Aceh pada saat ini, dimana Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (yang sering disebut dengan UUPA) dipakai sebagai payung hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah Aceh pada era reformasi di Indonesia dan pasca konflik Aceh yang panjang. Jangan sampai evoria reformasi dan pasca konflik dan gempa besar serta gelombang besar air laut tsunami, justru terjebak pada paradigma sistem negara yang sudah ditinggalkan oleh negara-negara lain, atau menjadi dilematis dalam penyelenggaraan bernegara di Provinsi Aceh.
Penyelengaraan Pemerintah Aceh membentuk lembaga-lembaga organisasi perangkat daerah yang diamanahkan oleh pemerintah pusat untuk menjalankan fungsi-fungsi keistimewaan Aceh, seperti Wali Nanggroe, Majelis Pendidikan Daerah (MPD), Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Baitul Mall, dan Dinas Syariat Islam serta Wilayatul Hisbah (WH)/Polisi Syariat Islam. Kesemua organisasi perangkat daerah tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang diikat dengan peraturan daerah atau disebut Qanun. Organisasi perangkat daerah yang mengatur fungsi yang sama mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, adalah: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, untuk MPD dan MAA; Badan Pengelolaan Keuangan Aceh untuk Baitul Mall; Polisi Pamong Praja (POLPP) untuk Wilayatul Hisbah (WH)/Polisi Syariat Islam. Kewenangan pusat yang tidak diserahkan ke daerah adalah Departemen Agama untuk Dinas Syariat Islam dan MPU, dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), untuk Wilayatul Hisbah (WH)/Polisi Syariat Islam, serta Departemen Keuangan melalui kantor Pajak Pratama, Bea Cukai untuk Baitul Mall.
New Mata Pedang.
Kehadiran organisasi perangkat daerah sebagai lembaga keistimewaan Aceh yang diamanahkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 seperti; Majelis Pendidikan Daerah (MPD), Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Baitul Mall, dan Dinas Syariat Islam, serta Wilayatul Hisbah (WH)/Polisi Syariat Islam, dan Majelis Adat Aceh (MAA) mengatur rohani masyarakat dalam kehidupan bernegara, sementara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Polisi Pamong Praja (POLPP), Pajak Pratama dan Bea Cukai (Departemen Keuangan) mengatur kehidupan duniawi masyarakat. Pada tahap ini, teori Thomas Aquino sudah mulai nampak berlaku untuk Provinsi Aceh dimana ada perangkat pemerintah yang mempunyai kedudukan mengatur masalah rohani dan ada perangkat pemerintah yang mempunyai kedudukan mengatur masalah duniawi, perbedaanya pada masa abad pertenganan dipegang oleh dua sumber kekuasaan yaitu gereja dan negara, sementara saat ini dipegang oleh satu sumber kekuasaan yaitu negara.
Diperlukan pendalaman, analisa dan penelitian terhadap fakta tersebut, sehingga reformasi pemerintah pasca MoU dan tsunami tidak terjebak ke dalam paradigma kehidupan bernegara yang sudah kuno. Tujuan MoU yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah terselenggaranya kehidupan bernegara di Provinsi Aceh berdasarkan Syariah Islam yang sejahtera dunia dan akhirat. Boleh jadi yang terjadi saat ini merupakan suatu keadaan transisi menuju pada penyelenggaraan bernegara yang Syariah, namun timbul pertanyaan mengapa demikian? Dimana masalahnya, bagaimana memecahkan, diperlukan berapa lama atau sampai kapan masalahnya teratasi.
Urusan Pusat vs Urusan Daerah.
Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengklasifikasikan 3 azas penyelenggaraan pemerintahan yaitu azas dekonsentrasi yaitu kewenangan, personalia, peralatan dan perlengkapan, serta pendanaan dari pemerintah pusat, azas desentralisasi yaitu kewenangan, personalia, peralatan dan perlengkapan, serta pendanaan dari pemerintah daerah, dan azas tugas pembantuan yaitu kewenangan, dan pendanaan dari pemerintah pusat untuk provinsi, dan pemerintah atasan untuk kabupaten/kota, sementara personil dan peralatan serta perlengkapan dari pemerintah daerah, untuk pemerintah kabupaten/kota dari pemerintah pusat atau pemerintah provinsi. Sementara urusan pemerintahan terbagi atas 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Urusan pemerintahan absolut terdiri atas 6 urusan yaitu: Pertahanan, Keamanan, Agama, Yustisi, Politik Luar Negeri, Moneter dan Fiskal. Urusan pemerintahan konkuren terbagi atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib terdiri atas pelayanan dasar dan non pelayanan dasar sementara urusan pilihan terbagi atas 8 urusan yaitu: kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumberdaya mineral, perdagangan, perindustrian, serta transmigrasi. Pelayanan dasar terdiri atas 6 urusan yaitu: pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan penataan pemukiman, ketentraman dan ketertiban umum, dan sosial; pelayanan non dasar terdiri atas 17 urusan yaitu: tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan masyarakat desa, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan, komunikasi dan informatika, koperasi usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kepemudaan dan oleh raga, statistik, persandian, kebudayaan, dan perpustakaan.
Penulis: Bambang Suroso
Pengamat ekonomi keuangan dan pemerintahan
Bekerja pada pemerintah Kota Lhokseumawe
Email : [email protected]
New Theory of the Sword in the Post-Reform Administration of Aceh
(First part)
Sword Eye Theory.
Thomas Aquino in the Middle Ages produced the sword theory of the Roman state system, in which the sword had a double-edged meaning with each sword point as sharp as to cut, in running the government had two equal powers to govern the life of the state. Thomas placed the state organization as strong and his position between the spiritual power represented by the church and the world represented by the state at that time. These two forces govern a society in a country where each rule has the same acumen, so Thomas names the sword theory as a visualization to describe an abstract power statement.
Learn from the historical development of the state of the past with the purpose of knowing the advantages and weaknesses so that we can find a way to a better state life. Only with good learning can we see the problem so as not to repeat the old paradigm and get stuck in a dilemma. Let's take a look at Aceh's current situation, where Law No. 11 of 2006 on the Government of Aceh (often referred to as UUPA) is used as a legal umbrella for the implementation of Aceh's governance during the reform era in Indonesia and post-long Aceh conflict. Do not let the reforms and post-conflict and large earthquake outbreaks as well as the big tidal waves of the tsunami, are trapped in the paradigm of the state system that has been abandoned by other countries, or become a dilemma in the holding of state in Aceh province.
The Government of Aceh has established regional organizational institutions mandated by the central government to carry out the functions of Aceh's privileges, such as the Regional Education Assembly (MPD), the Aceh Traditional Council (MAA), the Assembly of Ulama Council (MPU), the Baitul Mall and the Office Islamic Shariah and Wilayatul Hisbah (WH) / Police of Islamic Sharia. All regional apparatus organizations refer to Law Number 11 of 2006 on Aceh Governance which is bound by regional regulations or called Qanun. Organization of regional apparatus governing the same function refers to Law Number 23 Year 2014 on Regional Government, as amended by Law Number 2 Year 2015 on Amendment of Law Number 23 Year 2014 on Regional Government and Law Number 9 Year 2015 on the Second Amendment Act No. 23 of 2014 on Regional Government, as well as Government Regulation No. 18 of 2016 on Regional Devices, are: Education and Culture Office, for MPD and MAA; Office of Financial Management of Aceh for Baitul Mall; Police Officers (POLPP) for Wilayatul Hisbah (WH) / Police of Islamic Sharia. The central authority which is not submitted to the region is the Ministry of Religious Affairs for the Office of Islamic Sharia and MPU, and the Police of the Republic of Indonesia (POLRI), for Wilayatul Hisbah (WH) / Police of Islamic Sharia, as well as the Ministry of Finance through the Primary Tax Office, Customs for Baitul Mall.
New Eyes The Sword.
The presence of the regional apparatus organization as a privileged institution of Aceh as mandated in Law Number 11 Year 2006 such as; the Regional Education Assembly (MPD), the Assembly of Ulama Council (MPU), the Baitul Mall, and the Office of Islamic Sharia, and the Wilayatul Hisbah (WH) / Police Syariat Islam, and the Aceh Traditional Council (MAA) organize the spiritual community in the life of the state, while the Education Office and Culture, the Aceh Financial Management Agency, the Indonesian National Police (POLRI) and the Civil Service Police (POLPP), the Primary and Customs Tax (Ministry of Finance) regulate the life of the community. At this stage, the theory of Thomas Aquino has begun to appear applicable to the province of Aceh where there is a government device that has a position to regulate spiritual problems and there is a government tool that has a position to regulate worldly problems, the difference is in the medieval era held by two sources of power of church and state, while currently held by one source of power that is the state.
It takes deepening, analyzing and researching the facts, so that post-MoU and tsunami government reforms do not fall into the old-fashioned paradigm of state life. The objective of the MoU as set forth in Law Number 11 Year 2006 regarding Aceh Government is the implementation of the state life in Aceh Province based on the Shariah of Islam which is prosperous world and hereafter. Perhaps what is happening today is a state of transition to the implementation of a Shari'ah state, but the question arises why? Where is the problem, how to solve, how long it takes or how long the problem is resolved.
Central Affairs vs. Regional Affairs.
Law No. 23 of 2014 on Regional Government classifies three principles of governance, namely the deconcentration principle of authority, personnel, and equipment, as well as funding from the central government, the decentralization principles of authority, personnel and equipment, as well as funding from local governments, and the principles co-administered tasks of authority, and funding from the central government for provinces, and government superiors for districts / municipalities, as well as personnel and equipment from local governments, for district / municipal governments from central or provincial governments. While the affairs of the government is divided into three affairs namely the absolute government affairs, the affairs of the concurrent government, and general government affairs. The absolute governmental affairs are Government Affairs which fully become the authority of the Central Government. Concurrent government affairs are Government Affairs which is divided between Central Government and Provincial Region and District / Town Region. General government affairs are Government Affairs which is the authority of the President as head of government.
Absolute government affairs consist of 6 affairs namely: Defense, Security, Religion, Yustisi, Foreign Policy, Monetary and Fiscal. The affairs of the concurrent government are divided into compulsory and optional affairs. Affairs shall consist of basic services and non basic services while the affairs of choice are divided into eight affairs, namely: marine and fisheries, tourism, agriculture, forestry, energy and mineral resources, trade, industry, and transmigration. Basic services consist of 6 matters: education, health, public works and spatial arrangement, public housing and settlement arrangement, public order and peace, and social; non-basic services consist of 17 affairs: labor, women's empowerment and child protection, food, land, environment, population administration and civil registration, village community empowerment, population control and family planning, communications, communication and informatics, and medium, investment, youth and sports, statistics, coding, culture, and libraries.
Author: Bambang Suroso
Governmental economic observer
Working on the Lhokseumawe Municipal Government
Email: [email protected]
Source:
https://www.google.co.id/search?
Panyang that, saket mata teuh bak tabaca
Lo hana baca lgs vote hahah...nepeugah baj tgk nyan beujemeot bacut...hana jiek2 reputazi
Eh malam, beungoh baca