Belajar, Tak Ada Sekat Ruang dan Waktu Baginya
Seminggu yang lalu, saat menemani @marxause melukis pada sebuah warkop, teman SMA-ku bercerita tentang hobi anaknya sekarang. Anaknya baru berumur delapan tahun, baru masuk sekolah dasar. Anaknya sedang gandrung memainkan sebuah permainan yang di unduh dari playstore gagetnya.
Permainannya serupa lego. Menyusun balok-balok membentuk sesuatu objek. Kemudian, temanku itu menunjukkan hasil karya anaknya pada smartphone miliknya. Sebuah replika kapal laut, Queen Marry. Kapal mewah yang diluncurkan pada tahun 1934. Replika yang dibuat anak temanku itu detail sekali, persis dengan aslinya. Butuh waktu beberapa hari bagi si anak menyelesaikannya, begitu tutur temanku.
Menjelang awal Ramadhan kemarin, karena libur sekolah, anaknya pulang kerumah neneknya, orang tua dari istri temanku itu. Sebelum pulang, si anak memberikan "PR" untuk bapaknya. Melanjutkan membangun kapal bajak laut yang telah dimulai si anak. Telah seminggu berlalu, temanku itu belum dapat menyelesaikannya.
Tiap malam, si anak menelpon bapaknya, menanyakan perkembangan "PR" yang diberikan. Jika belum ada perkembangan, si anak kemudian menuntun bapaknya untuk melanjutkan pekerjaan tersebut. Tombol mana yang harus dipilih untuk membentuk sesuatu. Jika keliru, tombol mana yang harus dipilih untuk mengeditnya. Si anak paham betul. Temanku sampai tercengang dibuat anaknya yang masih berusia 8 tahun tersebut. Kemudian temanku melanjutkan, tak hanya permainan itu, permainan lain yang di unduh anaknya di smartphone itu pun cepat sekali dikuasai.
Lantas, anaknya membuka rahasia pada sang bapak. Semua permainan itu ditemukan cara memainkannya di situs youtube. Hanya mengetik kata 'tutorial' dan nama permainan yang diinginkan. Semua tersedia, tinggal memilih 'guru' kemudian mempelajarinya. Dari sanalah si anak mendapatkan pengetahuan memainkan semua permainan yang diunduhnya. Begitu temanku bercerita padaku malam itu.
Persis yang ku lakukan beberapa waktu ini. Hampir delapan bulan aku mulai hobi bermain kayu. Membuat meja, memahat, dan sebagainya. Semua itu aku pelajari dari situs video terbesar dijagad maya tersebut; youtube. Berbagai tehnik tersedia. Beragam 'guru' yang mau berbagi ilmunya.
Aku dengan leluasa dapat memilih siapa yang akan menjadi 'guru' ku. Tak harus mengisi 'KRS'. Tak perlu membayar 'SPP'. Cukup dengan mengisi kuota internet, kita dapat 'berselancar' dengan leluasa. Kita pun dapat berinteraksi dengan sang 'guru' melalui kolom komentar. Walau tak semua merespon dengan baik, tapi cukup banyak yang mau menuntun jika kita sudah mulai berinteraksi.
Ketika sudah banyak 'kelas' belajar yang tak mengharuskan kita masuk dalam ruangan, sepatutnya kita bisa memanfaatkan itu. Kuncinya tetap belajar. Sesuatu yang baru harus dipelajari. Kita tak akan serta merta mendapat 'hidayah' tanpa mempelajarinya. Masalahnya ada pada kita sendiri; mau atau tidak mempelajarinya. Mempraktikkan apa yang kita pelajari tersebut adalah tahapan selanjutnya. Semoga kita tak kalah cepat dengan anak-anak generasi melenial saat ini.
Saleum
Hafidh Polem
Semoga saja orang-orang yang belajar dari university YouTube adalah mereka mampu untuk memilah dan memilih.
Agak risih membayangkan bila handphon yang sama digunakan ayah dan anak dan tanpa sengaja si anak bertanya mengapa orang sudah besar masih meny#nus#i, bukankah itu hanya untuk Adek bayi ?
Selamat menjalani sisa Ramadhan bang hafid
Hahahahahaha.. buatlah pengaturan konten.