Kita Adalah Pengembara
Bagaimana perasaan kita sebagai ketika melihat seorang pemimpin negara tinggal di rumah kecil dan bisa tertidur dengan lelapnya di atas kasur tikar kasar ? Ya, terharu dan sedih. Itulah yang dirasakan Abdullah ibn Ma’sud saat melihat Rasulullah shallallallhu alaihi wassalam sedang tertidur lelap beralaskan tikar kasar, tanpa kasur empuk dan tumpukan bantal yang melenakan.
Rasul pun terbangun ketika mendengar ada suara yang datang, tampak garis-garis tikar membekas dan mengukit bentuk tak beraturan di pipi mulia beliau. Abdullah ibn Ma’sud melihat Rasulullah sambil menangis. “Wahai Abdullah, apa yang engkau tangisi?” tanya Rasulullah. Dengan haru Abdullah menjawab, “Ya Rasul, aku teringat kemewahan Kaisar Persia dan Romawi. Mereka tidur di permadani yang lembut dan hamparan sutera”.
Sumber : Mbah www.google.com
Mendengar jawaban itu, Rasul pun tersenyum dan menjawan dengan lembut, “Tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia ini sedangkan kita memiliki akhirat”? Aku dan dunia ini ibarat seseorang yang berjalan di bawah terik matahari, kemudian berteduh di bawah pohon. Ketika hari sudah teduh, ia pun harus pergi.”
Kita hanyalah pegembara. Ketika matahari terik, berteduhlah sejenak di bawahnya. Tetapi yang namanya berteduh, jangan lama-lama terlelap di naungannya. Ingat tempat di mana yang kita tuju.
Sumber : Syeikh www.google.com
Kita hanyalah pengembara. Jangan sampai kita tergila dengan halte. Istirahatlah sebentar, duduklah sejenak, minumlah air secukupnya, makanlah beberapa suap nasi, agar energi cukup untuk melanjutkan perjalanan, pengembaraan melintasi seluruh medan pengembaraan dengan semangat juang.
Kita hanyalah pengembara. Kadang kita sering lupa tentang dimana kita berada. Kita hidup di dunia hanyalah sementara, tempat mengumpulkan amal untuk kehidupan abadi. Kalo kata orang Jawa, mung mampir ngombe, hanya mampir minum, ya tak usah lama-lama. Cukup ambil bekal yang dibutuhkan.
Kita hanyalah pengembara. Tidak mungkin sang pengkelana melupakan tujuan dari perjalanannya. Meskipun yang kita hampiri ini kawasan yang sangat indah, penuh dengan kesenangan, goda, rayu senantiasa menyerta, tapi kita harus ingat bahwa bukan ini tempat yang kita tuju. Tempat kita yang kita tuju lebih asri, lebih indah, lebih damai, lebih nikmat, bahkan nikmatnya tak pernah bisa terlukis dalam penglihatan, tak pernah bisa dideskripsi oleh kata-kata, dan tak pernah bisa terbayang oleh pikiran kita. Ah, surga. Semoga kita menjadi salah satu penghuninya.
Sumber : Koleksi Pribadi Om @amirjundiii