24 Jam adalah Kita
Jam, menit, detik, dan satuan waktu yang lain hanya masalah kesepakatan satuan waktu yang umum digunakan di banyak kebudayaan umat manusia saat ini. Tentunya ada beberapa bangsa-bangsa di muka bumi ini yang telah lama mengkonsep satuan-satuan waktu mereka masing-masing dengan makna, esensi, tujuan, fungsi, dan nilai-nalai yang terkandung di dalamnya. Seperti bangsa Babilonia, Mesir Kuno, Persia, Cina, Maya, Umat Islam, Jawa, dan yang lainnya. Ambil saja peradaban jawa, peradaban terdekat keberadaannya dengan saya. Banyak karya-karya yang telah dilahirkan nenek moyang bangsa Jawa untuk menopang keluhuran berkehidupan mereka, khususnya untuk konsep satuan waktu yang lahir dari mereka. Satuan hari, neptu, pasaran, weton, ataupun yang lainnya yang memiliki esensi dan tujuan penggunaannya di masa lalu bahkan di masa sekarang. Mereka juga menghormati, mesakralkan, dan menjunjung tinggi berdasarkan hitungan satuan waktu yang mereka miliki. Terapan penggunaannya dalam urusan prakiraan suatu peristiwa dalam aplikasi mereka untuk ilmu Pranotomongso (ilmu cuaca versi jawa), bahkan hubungannya dengan ilmu katuranggan (ilmu memahami ciri-ciri), dan itulah beberapa hal yang dimiliki bangsa Jawa dengan rancangan konsep dan pemaknaannya atas satuan waktu yang lahir darinya. Lalu bagaimana dengan bangsa-bangsa lainnya yang saya singgung di atas? Tentunya mereka juga memiliki rancangan konsep dan pemaknaannya atas satuan waktu yang lahir darinya. Namun apakah di era moderen ini umat manusia masih mensikapi waktu sebagaimana umat-umat manusia masa silam mensikapi waktu?, mudah-mudahan sama, yang terpenting tidak bertabrakan dengan sain dan metodologi berpikir manusia moderen. Jika tidak sanggup dijangkau dengan logika mereka anggap saja tidak ada, tidak masuk akal, fiksi, tahayaul, dongeng, dan, karangan fantasi belaka. Selama National Geographic masih mempertontonkan kepada miliaran manusia di muka bumi tentang apa-apa yang telah tuhan ciptakan tanpa (mungkin jarang) menyebutkan tuhan sebagai penciptanya, saya rasa itu wajar, dan itu gambaran petren dan metodologi berfikirnya orang moderen. Tuhan terlalu berat sepertinya di masukkan ke dalam slot-slot ekosistem cara moderen bahasan atau pelajaran ilmu pengetahuan saat ini.
Istilah jam atau hour dalam bahasa internasionalnya, merupakan devinisi salah satu satuan waktu yang lumrah digunakan di seluruh dunia. Aktifitas, kejadian, dan peristiwa dirangkum dalam durasi. Satu kali perputaran bumi di anggap 24 jam dalam satuan jam dan 1 hari dalam satuan hari. Pengelompokan aktifitas manusia dapat dilakukan dengan mudah dalam satuan jam. Anggap saja permulaan aktifitas manusia dimulai dari terbit matahari sampai matahari terbit lagi. Para pembicara motivator hidup sukses kerap kali memanfaatkan satuan waktu ini sebagai bahan omongannya. Direktor dan sutradara juga membutuhkan susunan rundown adegan cerita dengan komposisi durasi dan waktu yang layak dalam menyajikan cerita kepada penonton. Lihatlah arena tempat ajang eksistensi yang kebanyakan kelas individu, medsos. Begitu banyaknya kata-kata yang berakiatan dengan waktu. Pemilik medsos kerap kali menyisipkannya ke dalam rangkaian kata dan kalimat dalam postingan mereka. Mereka melaporkannya dalam kemasan sastra yang indah dan permainan sinonim-sinonimnya. Inilah maafaat pengamatan terhadap pola penggunaan istilah waktu sebagai parameter dan gambaran harapan individu.
Waktu sebagai maha karya tuhan dengan salah satu aturan fisikanya yang tidak dapat diulangi. Siapapun tidak dapat kembali ke masa silamnya, kecuali tuhan menghendakinya untuk kembali ke masa silam. Tuhanpun bersumpah kepadanya "demi waktu", yang berarti begitu utamanya waktu. Hampir semuanya masuk ke domain waktu, termasuk kita. Pilihan kita bertingkah dalam dimensi waktu adalah bentuk siapa kita sebenarnya. Kita tidak dapat membohongi waktu. Waktu terus merekam segala peristiwa, gerakan neutron, proton, neutron, hingga alam semeste. Dan intinya, kita tidak dapat lepas dari waktu, kita dibungkusnya, diliputinya dari segala penjuru. Waktu yang akan melaporkan siapa diri kita. 24 jam saya anggap paling efektif sebagai alat pemetaan siapa diri kita. Dari jam ke jam apa saja yang telah kita lakukan. Peristiwa apa yang telah kita ciptakan. Kita masuk ke dalam peristawa apa. Semuanya adalah gambaran rangkuman siapa diri ini. Bagaimanpun kemahiran kita membohongi dunia dengan berbagai alat dunia entah itu medsos, kosmetik, kepribadian ganda, dan prinsip yang dianutnya, waktu tetap saja tahu ditail siapa diri kita.
Namun kita kebanyakan tidak menghargai waktu. Waktu telah berbuat banyak kebaikan kepada kita. Waktu telah memberikan durasinya untuk kita. Waktu memberi kesempatan kepada kita untuk menjadi layak di hadapan tuhan, menjadi bermaslahat di sekitar kita. KIta menyia-nyiakannya demi kenikmatan sementara.
Andaikan waktu diberi kesempatan tuhan untuk menyampaikan pendapatnya tentang kita. Mungkin saja sangat mengecewakan, membuat malu, merasa minder di hadapan mahluk-mahluk ciptaan tuhan yang lain, bahkan iblis pun tertawa kegirangan mendengarnya. Namun semuanya tidak terlepas dari rahasia tuhan, siapa dan seperti apa kita di hadapan tuhan.
Hanya Aku (Tuhan) yang tahu.
Hello @basuktiok! This is a friendly reminder that you have 3000 Partiko Points unclaimed in your Partiko account!
Partiko is a fast and beautiful mobile app for Steem, and it’s the most popular Steem mobile app out there! Download Partiko using the link below and login using SteemConnect to claim your 3000 Partiko points! You can easily convert them into Steem token!
https://partiko.app/referral/partiko