[Sega Na Leqa #04] Antara Tagimoucia dan Bengawan Solo
Ceritanya, ada yang bilang lagu Bengawan Solo meniru lagu rakyat Fiji.
Pagi pertama di kota Suva. Ibukota Republik Kepulauan Fiji. Sahabat saya, (alm) Cech Gentong yang menjadi “induk semang” saya langsung memutar satu video di satu kanal video online. “Dengerin lagunya, deh!” kata Cech.
Lagu di kanal video itu bernada serupa dengan lagu karya Maestro Keroncong Indonesia, Gesang. Ya, serupa dengan lagu Bengawan Solo. Persis sis! “Sebelas-dua belas”. Bengawan Solo keroncong, Tagimoucia dilantunkan dengan sentuhan pop polynesian. Mengingatkan pada lagu-lagu Hawaii.
Kembaran lagu Bengawan Solo itu berjudul Tagimoucia Ga. Sesuai orthografi Fji, ta-gi-mou-cia-ga dibaca ta-ngi-mou-dia-nga. Ini sebuah lagu rakyat di negeri kepulauan ini.
Lagu Bengawan Solo versi Fiji bercerita tentang Danau Tagimoucia dan bunga tagimoucia (Medinilla waterhousei). Spesies tumbuhan ini endemik dataran tinggi Taveuni. Hanya tumbuh tepian danau volkano bernama serupa. Kata Tagimoucia juga dipakai sebagai sebutan untuk perempuan dari Taveuni. Dalam legenda, bunga tagimoucia merupakan jelmaan seorang perempuan.
Apakah lagu Tagimoucia Ga meniru Bengawan Solo atau sebaliknya? Ada klaim yang menyebut nada lagu Bengawan Solo meniru Tagimoucia Ga. Di forum Kaskus ada yang melaporkan satu acara televisi. Ambasador Corner di TVRI. Tayang 27 Desember 2012 pukul 13:30 WIB. Duta Besar Republik Kepulaian Fiji untuk Indonesia menjadi bintang tamu. Lagu Tagimoucia diperdengarkan dalam acara tersebut. Sang Dubes menyatakan nada lagu Bengawan Solo diambil dari lagu rakyat Fiji.
Cech yang bekerja sebagai Staf KBRI di Fiji sering mengajak saya berdiskusi tentang ini. Menurutnya, Tagimoucia Ga meniru Bengawan Solo. Lantaran fakir pustaka penunjang, tak ada data akurat, belum ada warga Fiji yang saya jumpai bisa memberikan keterangan berarti, perdebatan tentang itu kami abaikan.
Terkait klaim sang Dubes Fiji di acara TV Indonesia, pasti akan mengundang banyak sanggahan. Paling tidak sanggahan dengan prinsip “pokoknya”. Pokoknya, Bengawan Solo yang asli. Pokoknya, lagu Tagimoucia Ga adalah tiruan.
Menyimpulkan siapa meniru siapa menjadi tak sederhana. Lagu Tagimoucia Ga disebut-sebut sebagai lagu rakyat Fiji. Seperti pada banyak lagu rakyat Nusantara, boleh jadi tak ada catatan siapa nama penggubahnya atau kapan lagu itu digubah. Maka anonimitas berlaku. Nama sang penggubah ditulis dengan inisial “N.N”. No name. Tanpa nama.
Kelak setelah saya berkenalan dengan banyak orang, sejumlah penduduk asli Fiji mengaku tak tahu siapa penggubah lagu Tagimoucia Ga. Sebagian hanya berseru, “Iyo, e...”. Iya, ya… ketika saya singgung kesamaan Tagimoucia Ga dan Bengawan Solo. Ada satu teman Fiji yang berkeras bahwa lagu Tagimoucia Ga jauh lebih dulu digubah ketimbang Bengawan Solo. Sejak abad ke-18, katanya. Cuma katanya. Tak ada bukti. Tak ada pustaka rujukan.
Gara-Gara Laisa
Ketika singgah ke Taveuni, pertanyaan tentang Tagimoucia sesekali hinggap di kepala. Bukan lagi tentang lagunya. Melainkan pada rasa ingin mendaki ke danau Tagimoucia yang berada di ketinggian 823 meter dml. Menikmati kesunyian yang tersembunyi. Di antara rerimbun pokok tumbuhan yang bunganya menjadi bunga nasional Fiji. Bunga yang memekarkan sebuah lagu senada seirama dengan satu lagu keroncong legendaris Nusantara.
Sayang waktu tak pernah sempat antarkan saya ke sana. Agak sibuk menemani seorang pengusaha talas yang berkebun di Taveuni. Habis waktu di kebun dan kota. Ya, sebut saja kota. Meski sebenarnya itu hanya pemukiman yang paling ramai. Namanya, Naqara.
Naqara (baca: Nang-ga-ra) merupakan sebuah kawasan pemukiman terbesar kedua di pulau ini. Di sana saya sering datang Sasulava’s Fast Food. Kantin mungil milik Savenaqa Q Wakaotia, lelaki berumur 57 tahun. Dia akrab dipanggil Save (baca Sa-ve). Bersamanya saya sering obrol ngalor-ngidul.
Dia, kalau tak bertanya tentang kesan saya selama di Fiji, akan memperkenalkan hal-hal terkait Taveuni yang ia rasa perlu ia kenalkan. Selebihnya, percakapan kami tentang Indonesia.
Pada satu hari Minggu, 25 Januari, kami obrol ringan tentang bunga Tagimoucia. Save sempat terlihat heran bagaimana saya bisa tahu tentang bunga itu. Save mungkin lupa, informasi semacam itu di masa kini amat mudah dijumpai di internet. Masuk daftar “must see” di brosur wisata.
Mulanya saya bertanya jalur pendakian untuk mencapai pucuk bukit tempat bunga khas yang tumbuh. Sejurus kemudian saya melantunkan sepenggal lirik lagu Tagimoucia Ga. Air muka Save tampak gembira.
“Aku kasih tahu kau sebuah cerita tentang lagu itu!” Save tersenyum riang.
Cerita Save, ada seorang yang masih terhitung neneknya. Suatu kali sang nenek berkunjung ke Indonesia. Di Indonesia dia mendengar sebuah lagu yang indah. Dengan susah payah Save melafalkan judul asli lagu yang ia dengar dari neneknya. Di telinga saya, terdengar ba-no-wa-so-ro.
“Maksudmu, Bengawan Solo?” pancing saya.
Ya, memang itu. Memang Bengawan Solo. Save mengangguk-angguk. Lalu, melanjutkan tutur.
Kata Save, irama lagu Bengawan Solo menimbulkan kesan mendalam pada perempuan yang terhitung neneknya itu. Terngiang hingga terbawa pulang ke Fiji. Sekembali ke Fiji, ia meminta bantuan seorang pengarang lagu yang terkenal di sana. Meminta gubah lirik Bengawan Solo dengan syair tentang bunga Tagimoucia. Irama lagu asli nan elok dipertahankan. Dianggap cocok dengan kemolekan bunga kebanggaan penduduk Pulau Taveuni bahkan negeri Fiji keseluruhan.
Jadilah sebuah lagu yang kemudian amat merakyat di Fiji.
Perempuan pembawa irama Bengawan Solo dari Indonesia ke Fiji berasal dari Pulau Taveuni. Tepatnya dari desa Somosomo. Bersebelahan dengan Naqara. Save menyebutnya Adi Laisa (baca; A-ndi-La-i-sa). Nama lainnya adalah Laisa Delaisomosomo. Istri dari Ratu Sir Penaia Ganilau. Suaminya, presiden pertama Fiji ketika negara ini berubah menjadi Republik. Sedang penulis lirik yang dimintai mengganti syair Bengawan Solo menjadi Tagimoucia Ga adalah Rabukawaqa (baca: Ra-mbu-ka-wa-ngga).
Save tidak tahu tahun berapa persisnya lagu Bengawan Solo dengan lirik Tagimoucia ga ditulis atau diperdengarkan ke masyarakat Fiji. Yang pasti empat hari kemudian, ketika kami bertemu lagi. Save memperkenalkan saya kepada seorang lelaki berbadan besar dari desa Somosomo. Jone Ganilau (baca: Co-ne-nga-ni-la-u). Putra dari perempuan yang membawa irama lagu karya Gesang ke negeri sejauh 5000 km dari Solo, Laisa Delaisomosomo.
“Panggil saya, Merdeka!” pinta Jone. Saya heran sesaat. Rupanya, Merdeka memang nama kecil Jone.
Jone lahir di Ayer Hitam, Malaysia, 59 tahun lalu. Ayahnya, jauh sebelum jadi presiden pernah bertugas kemiliteran Fiji untuk Legiun Malaya pada tahun 1953 - 1956. Pada masa itulah Jone lahir dan dipanggil dengan nama Merdeka.
Sambil tersenyum, Jone membenarkan semua informasi yang saya dapat dari Save. “Selama bapak saya bertugas di Malaysia, ibu saya pernah ke Indonesia, dan kepincut dengan lagu Bengawan Solo. Lalu membawa lagu itu sebagai oleh-oleh untuk diubah jadi lagu Tagimoucia Ga seperti yang kau tahu.”
Terang! Lagu Tagimoucia Ga memang lagu Bengawan Solo yang diubah lirik. Peniruan, penjiplakan, adopsi, adaptasi, atau apapun istilahnya menjadi bukan sesuatu yang penting dibanding binar mata jujur dari Jone dan Save ketika bercerita.
Sigidrigi
Dalam dunia musik di Fiji, ada satu genre yang dikenal sebagai aliran “sigidrigi”. Istilah ini berasal dari kata “sink - drink” dalam bahasa Inggris. Sigidrigi muncul dari kebiasaan orang Fiji bernyanyi sambil minum-minum kava, minuman tradisional yang diracik dari serbuk akar tumbuhan yaqona. Musisi Taveuni dan pulau kecil di dekatnya, Qamea, relatif produktif menggubah lagu-lagu beraliran sigidrigi.
Maklum, kedua pulau ini sama-sama jauh dari basis industri sosial-ekonomi dan musik dari pusat Fiji di Pulau Viti Levu. Keterbatasan media dan teknologi transportasi tetap berdampak nyata pada budaya pulau-pulau ini.
Sebagai aliran musik, sigidrigi muncul sebagai hasil dari berbagai aliran musik yang bersilangan. Para penggubah lagu di Taveuni dan Qamea cenderung menggunakan gaya populer sesuai zamannya untuk lagu-lagu mereka. Termasuk dalam membuat cover dan adaptasi gaya dari Eropa dan Amerika, terutama varian pop dan rock dekade 1980-an dan 1990-an, dan reggae Karibian. Lagu-lagu sigidrigi juga mengadopsi lagu India, Selandia Baru, Hawaii, Tonga, bahkan seperti yang kita bahas pada catatan ini Indonesia.
Menurut Jennifer Cattermole, pengajar di University of Western Sydney, cover lokal lagu dari negeri luar seringkali mendekati aslinya. Syair (termasuk referensi untuk nama-nama non-lokal) sering tetap tidak dimodifikasi, dan penyanyi sering menggunakan harmoni vokal dan melodi yang sama. Pada cover lagu-lagu country dan reggae, para penyanyi vokal bahkan sedapat mungkin meniru cara penyampaian vokal dan aksen penyanyi asli.
Meski demikian lokalisasi juga terjadi. Lagu-lagu solo dan duet dapat disusun kembali sehingga mereka dapat dilakukan oleh ansambel trio, dan garis instrumental sering disesuaikan dan diatur agar sesuai dengan berbagai instrumen yang tersedia serta gaya preferensi dan kemampuan bermain musisi Taveuni dan Qamea. Syair lagu-lagu luar negeri pun kadang diterjemahkan ke dalam bahasa Fiji, dengan berbagai tingkat kesetiaan pada teks asli .
Dalam kasus lagu Bengawan Solo yang diadaptasi menjadi Tagimoucia Ga, lokalisasi menjadi dominan. Tentu tak mudah meniru cengkok keroncong untuk vokal, maupun permainan kentrung dan instrumen khas keroncong lain.
Dangdut Rasa India
Bagaimana dengan seni musik di tanah air? Apakah terbebas dari kebiasaan kebiasaan sadur-menyadur lagu dari negeri luar kemudian diubah syair seperti pada lagu-lagu sigidrigi di Fiji? Banyak lagu dangdut sedari zaman baehula disadur dari lagu India. Sedari zaman eliya kadam, Ida Laila, Elvi Sukaesih. Bang Haji pun tak terhindar dari penyaduran lagu india ke lagu Indonesia. Banyak sekali. Mudah dijumpai daftarnya di pustaka daring. Belum lagi yang masa kini. Tak cuma dangdut. Bahkan genre musik lain.
Meski catatan kecil ini bermula dari rasa penasaran untuk menjawab siapa meniru siapa, tapi ya sudahlah. Sega na lega! Yang pasti, Bengawan Solo, sebagaimana syairnya… air mengalir sampai jauh. Bahkan Samudera Pasifik belahan Selatan.
#
- Lagu Tagimoucia Ga bisa dinikmati di
Wah nanti sorean saya coba buka link youtube-nya. Penasaran.
Posted using Partiko Android
Selamat menikmati versi lain Bengawan Solo, mbak.
Anda hebat ya,............merantau ke kepulauan Fiji, di mana itu?
Bukan merantau, bro. Kebetulan saja jalan-jalan. Diajak teman. Hehe
Fiji di wilayah Pasifik Selatan.
Ilmunya dalam banget. Jadi jelas duluan Bengawan Solo ya...
Iya, mbak. Bengawan Solo jelas lebih tua. Maklum lagu zaman Jepang. Hehe