Kenapa para Imam Mazhab seperti Imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafii dan imam Ahmad, tidak menggunakan hadits shahih Bukhari dan shahih Muslim yang katanya merupakan 2 kitab hadits tershohih?
Untuk tahu jawabannya, kita mesti paham sejarah. Mesti paham biografi tokoh-tokoh tersebut.
👳Imam Abu Hanifah lahir tahun 80 Hijriyah,
👳Imam Malik lahir tahun 93 Hijriyah,
👳Imam Syafii lahir tahun 150 Hijriyah dan
👳Imam Ahmad lahir tahun 164 Hijriyah.
Sementara itu,
👳Imam Bukhori lahir tahun 196 H,
👳Imam Muslim lahir tahun 202 H,
👳Imam Abu Daud lahir tahun 202 H,
👳Imam Nasai lahir tahun 215 H.
Artinya,
Imam Abu Hanifah (Madzhab Hanafi) sudah ada 116 tahun sebelum Imam Bukhori lahir,
dan,
Imam Malik sudah ada 103 tahun sebelum Imam Bukhari lahir.
“Lalu, ada pertanyaan, apakah hadits para Imam Mazhab lebih lemah dari Shohih Bukhari dan Shohih Muslim?”
Jawabannya, justru sebaliknya. Hadis-hadis para imam mazhab lebih kuat dari hadits-hadits para Imam Hadits, karena para imam mazhab hidup lebih awal daripada Imam-imam Hadits.
Rasulullah SAW bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku, kemudian kurun sesudahnya (sahabat), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in).”
[HR. Al-Bukhori no. 2652 dan Muslim no. 2533]
Jadi kalau ada manusia zaman sekarang yang mengklaim sebagai ahli hadits, lalu menghakimi bahwa pendapat Imam-iman Mazhab adalah salah dengan menggunakan alat ukur hadits-hadits Shohih Bukhori dan Shohih Muslim, maka boleh dibilang orang itu adalah TIDAK :
❌Paham ILMU FIQIH,
❌Paham Ajaran Islam.
Jadi, meskipun menurut hadits Shohih Bukhori misalnya, bahwa shalat Nabi begini dan begitu, berbeda dengan cara shalatnya Imam Mazhab.
“Sadarilah oleh kita bahwa, para Imam Mazhab itu, seperti Imam Malik melihat langsung cara sholat puluhan ribu anak-anak sahabat Nabi di Madinah. Anak-anak sahabat ini belajar langsung ke Sahabat Nabi yang jadi bapak mereka. Jadi lebih kuat ketimbang 2-3 hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori 100 tahun kemudian. Bahkan Imam Abu Hanifah bukan hanya melihat puluhan ribu anak-anak para sahabat melainkan beliau telah berjumpa dengan para sahabat Nabi s.a.w.”
Imam Bukhori dan Imam Muslim, meski termasuk pakar hadits PALING TOP, mereka tetap bermazhab. Mereka mengikuti mazhab Imam Syafi’ie.
Berikut ini di antara para Imam Hadits yang mengikuti Mazhab Syafi’ie :
Imam Bukhori,
Imam Muslim,
Imam Abu Daud,
Imam Nasa’i,
Imam Baihaqi,
Imam Turmudzi,
Imam Ibnu Majah,
Imam Tobari,
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani,
Imam Nawawi,
Imam as-Suyuti,
Imam Ibnu Katsir,
Imam adz-Dzahabi,
Imam al-Hakim.
Lalu ada yang bertanya, lho apa kita tidak boleh mengikuti hadits Shohih Bukhori, Shohih Muslim, dsb?
Ya tentu boleh saja, tetapi bukan sebagai landasan utama melainkan hanya sebagai pelengkap.
“Jika ada hadits yang bertentangan dengan ajaran Imam Mazhab, maka yang kita pakai adalah ajaran Imam Mazhab. Bukan hadits tersebut.”
Kenapa seperti itu?
Karena para Imam Hadits saja bermazhab.
Hampir seluruh imam Hadits, sekitar 95% mengikuti Mazhab imam Syafi’ie?
Tidak pakai hadits mereka sendiri?
Kenapa tidak pakai hadis mereka sendiri?
Karena keilmuan agama mereka masih jauh di bawah para imam mazhab yang mengerti berbagai disiplin ilmu.
Banyak orang awam yang tersesat karena mendapatkan informasi yang sengaja disesatkan oleh kalangan tertentu yang penuh dengan rasa dengki dan benci.
📵 Menurut kelompok ini Imam Mazhab yang 4 itu kerjaannya cuma merusak agama dengan mengarang-ngarang agama dan menambah-nambahi seenaknya.
✔Itulah fitnah kaum akhir zaman terhadap ulama salaf yang asli.
Padahal Imam Mazhab tersebut menguasai banyak hadits.
Imam Malik merupakan penyusun Kitab Hadits Al Muwaththo. Dengan jarak hanya 3 level perawi hadits ke Nabi, jelas jauh lebih murni ketimbang Shohih Bukhori yang jaraknya ke Nabi bisa 6-7 level.
Begitu juga dengan Imam Syafii, selain mumpuni ilmu Fiqih, ilmu ushul fiqih, ilmu balaghoh, ilmu tafsir, dan disiplin ilmu-ilmu agama lainnya, beliau juga sangat mumpuni dalam ilmu hadits. Beliau memiliki kitab hadis yang dikenal dengan Musnad Imam Syafii.
Sama halnya dengan Imam Ahmad, yang menguasai 750.000 hadits lebih dikenal sebagai Ahli Hadits ketimbang Imam Mazhab.
Jadi, kesimpulannya kenapa Para imam mazhab yang empat,
Abu Hanifah,
Malik,
Asy-Syafi’i dan
Ahmad bin Hanbal,
Sama sekali tidak pernah menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Kenapa?
✒Pertama, karena mereka lahir jauh lebih dulu sebelum Imam Bukhori (194-265 H) dan Imam Muslim (204-261 H) dilahirkan.
✒Kedua, karena keempat imam mazhab itu merupakan pakar hadits paling top di zamannya. Tidak ada ahli hadits yang lebih baik dari mereka.
✒Ketiga, karena keempat imam mazhab itu hidup di zaman yang lebih dekat kepada Rasulullah SAW dibanding Imam Bukhori dan Imam Muslim, maka hadits mereka lebih kuat dan lebih terjamin keasliannya ketimbang di masa-masa berikutnya.
Kalau dalam teknologi, makin baru maka makin canggih. Seperti Komputer, laptop, HP, dsb makin ke sini makin bagus kualitasnya. Tapi kalau hadits Nabi, justru makin lama makin murni.
✒Keempat, justru Imam Bukhori dan Imam Muslim malah bermazhab, mayorita mereka 98 % bermazhab Syafi’ie. Hal itu karena hadits yang mereka kuasai jumlahnya tidak memadai untuk menjadi Imam Mazhab.
Imam Ahmad berkata, untuk menjadi mujtahid, selain hafal Al Qur’an juga harus menguasai minimal 500.000 hadits. Nah hadits Shohih yang dibukukan Imam Bukhori cuma 7000-an. Sementara Imam Muslim cuma 9000-an. Tidak cukup.
Ada beberapa tokoh yang anti terhadap Mazhab Fiqih yang 4 itu kemudian mengarang-ngarang sebuah nama mazhab khayalan yang tidak pernah ada dalam sejarah, yaitu mazhab “Ahli Hadits”.
Seolah-olah jika tidak bermazhab Ahli Hadits berarti tidak pakai hadits. Meninggalkan hadits. Seolah-olah para Imam Mazhab tidak menggunakan hadits dalam mazhabnya. Padahal mazhab ahli hadits itu adalah mazhab para ulama untuk mengetahui keshohihan hadits dan bukan untuk menarik kesimpulan hukum islam (istimbath).
Jikalau ada yg namanya mazhab ahli hadits yang berfungsi sebagai metodologi istimbath hukum, lalu mana,
✔ushul fiqihnya?
✔Mana kaidah-kaidah yang digunakan dalam mengistimbathkan hukumnya?
Apakah cuma sekedar menggunakan sistem gugur, bila ada dua hadits, yang satu kalah shahih dengan yang lain, maka yang kalah dibuang?
Lalu yang shohih wajib diikuti.
Apakah begitu ? ? ? ?
Lalu bagaimana kalau ada hadits sama-sama dishohihkan oleh Bukhori dan Muslim, tetapi isinya bertentangan dan bertabrakan tidak bisa dipertemukan?
Imam Syafi’ie membahas masalah kalau ada beberapa hadits sama-sama shahihnya tetapi matannya saling bertentangan, apa yang harus kita lakukan? Beliau telah menulis kaidah itu dalam kitabnya : Kitab Ikhtilaaful Hadits, yang fenomenal.
Jika hanya baru tau suatu hadits itu shohih, pekerjaan melakukan istimbath hukum belumlah selesai. Meneliti keshohihan hadits baru langkah pertama dari 23 langkah dalam proses istimbath hukum, yang hanya bisa dilakukan oleh para mujtahid.
Entah orientalis mana yang datang menyesatkan, tiba-tiba muncul generasi yang awam agama dan dicuci otaknya, dengan lancang menuduh keempat imam mazhab itu sebagai bodoh dalam ilmu hadits.
Hadits shahih versi Bukhori dibanding-bandingkan secara zahir dengan pendapat keempat mazhab, seolah-olah pendapat mazhab itu buatan manusia dan hadits shohih versi Bukhori itu datang dari Alloh yang sudah pasti benar. Padahal cuma Al Qur’an yang dijamin kebenarannya. Hadits shohih secara sanad, belum tentu shohih secara matan.
Meski banyak hadits yang mutawattir secara sanad, sedikit sekali hadits yang mutawattir secara matan.
Orang-orang awam itu dengan seenaknya menyelewengkan ungkapan para imam mazhab itu dari maksud aslinya :
“Bila suatu hadits itu shohih, maka itulah mazhabku”.
Kesannya, para imam mazhab itu tidak paham dengan hadits shohih, lalu menggantungkan mazhabnya kepada orang-orang yang hidup jauh setelahnya hanya dengan berdasarkan hadits shohih.
Padahal para ulama mazhab itu menolak suatu pendapat, karena menurut mereka hadits yang mendasarinya itu tidak shohih. Maka pendapat itu mereka tolak sambil berkata, ”Kalau hadits itu shohih, pasti saya pun akan menerima pendapat itu. Tetapi berhubung hadits itu tidak shohih menurut saya, maka saya tidak menerima pendapat itu”. Yang bicara bahwa hadits itu tidak shohih adalah profesor ahli hadits, yaitu para imam mazhab sendiri. Maka wajar kalau mereka menolaknya.
Tetapi lihatlah pengelabuhan dan penyesatan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif saat ini. Digambarkan seolah-olah seorang Imam Asy-Syafi’i itu tokoh idiot yang tidak mampu melakukan penelitian hadits sendiri, lalu kebingungan dan menyerah menutup mukanya sambil bilang, ”Saya punya mazhab tapi saya tidak tahu haditsnya shohih apa tidak, jadi kita tunggu saja nanti kalau-kalau ada orang yang ahli dalam bidang hadits. Nah, mazhab saya terserah kepada ahli hadits itu nanti ya”.
Dalam hayalan mereka, para Imam mazhab berubah jadi bodoh. Na‘udzu billaah.