Pelajaran Moral 1: Jangan "ngambekan"
Pulang selalu menyenangkan. Berkumpul di rumah dengan Umak dan Abak.
Masakan Umak yang selalu bikin lapar, cerita Abak yang tidak ada habisnya. Suara tawa Umak dan Abak yang bikin hati merekah. Ayam, bebek, dan kucing yang kadang menjengkelkan (hahaha), gimana nggak, ulahnya bikin saya pegang sapu minimal 6 kali sehari. Rumah kecil yang kalau saya protes karena tidak juga disetujui Abak Umak untuk dipercantik, selalu dijawab dengan kata "Rumah itu tidak boleh lebih besar dan cantik dari masjid kita". Jawaban yang membuat saya berhenti berusaha walau untuk bilang diganti catnya, hahaha.
Yasudahlah, yang penting Umak dan Abak bahagia..
Whatever.. 😄
So,
Kalau minggu pagi begini, waktunya mendengarkan Abak berkisah.
Kali ini intinya adalah "jangan cepat ngambek". Kalau bahasa di rumah "jangan capek bana sundek".
Mengalirlah cerita Abak.
Dulu, Abak tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh. Tepatnya di Punge Blang Cut.
Abak akhirnya menyelesaikan pendidikannya di SMEP, Sekolah Menengah Ekonomi Pertama. Rencana selanjutnya Abak akan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA. Salah satu syaratnya adalah melampirkan pas foto. Berangkatlah Abak ke tukang foto. Sesampai disana, abang tukang fotonya komentar begini "Ngapain pakai pas foto segala, orang daftar PNS saja tidak pakai foto-fotoan!".
Abak punya kebiasaan "ngambek" tingkat dewa. Karena komentar itu Abak akhirnya tidak jadi foto. Abak pulang ke panti, membereskan barang-barangnya lalu diam-diam pulang ke Rimo, Aceh Singkil. Tidak ada yang tahu..
Abak berhenti sekolah.
Beberapa bulan kemudian, Abak diutus berangkat menghadiri Musyawarah Daerah Muhammadiyah di Blang Pidie. Abak masih belia sekali, berangkat karena di masanya beliau adalah satu-satunya orang (dan masih muda) yang bisa mengendarai sepeda motor. Bersama dengan bapak Muhammadiyah Aceh Singkil, Abak berangkat.
"Abak Tercinta"
Rangkaian acara Abak ikuti. Beliau adalah peserta termuda saat itu. Menarik perhatian, seorang bapak mendekati Abak, "Kamu Abduh, ya?". Ringan Abak menjawab "ya".
Pecah tangis sang bapak..
"Ya Allah, kemana saja kamu. Kenapa pergi nggak bilang-bilang. Padahal kamu mau disekolahkan ke Jogja..".
Jadi begitulah..
Abak kehilangan kesempatannya bersekolah karena kebiasaan "ngambek"Nya itu.
Masih ada lagi cerita-cerita ngambek Abak lainnya yang membuat Abak beberapa kali berpindah-pindah domisili.
Cerita-cerita Abak selalu sarat makna. Banyak pelajaran yang Abak sampaikan ke bungsunya ini melalui cerita.
Dulu, waktu saya kecil, yang Abak ceritakan selalu dongeng, bahkan sampai jadi mahasiswa, masih saja Abak "mengelabui" ceritanya. Dibumbui bualan-bualan yang tidak lagi masuk diakal anaknya.
Sekarang, kalau pulang cerita Abak lebih berat 😂
Bahkan kadang saya perlu berpikir apa maknanya.
Kadang di telpon, Abak membuka obrolan dengan hadist, ayat Qur'an, sesekali dengan syair dan potongan lagu lama..
Pagi ini, pelajaran dari pengalaman kecilnya.
Jangan cepat ngambek! 😉
Tenang, Bak.
Anak Abak ini sudah puas ngambek waktu kecil. Sudah dihabiskan bagiannya.
No more ngambek!
Rugi!
Amboolaah ituuu yang Suko mengambok. Dayar sebuah lagi. Hahaha. Keturunan ruponyo.
Ambo ndak suko mengambok....tapi ..kok ibo ati ambo....indak nandak ambo dakek2 lagi .....singan tu sajolah kito daulu yo...nanti2 pulolah tu.Kok sakik ati ambo....ndak paralu ambo sondokkan...bangkak hatiko beko..latuskan..bia cegak.
Kok ibo ati ambo, menangih sebanta. Habis tu alalah mengapo dipiki, ndak mau juo ikut2an sakik.. hehehe
Enjoy my life
Kalau dari cerito miriiiip bana samo Dayar 😅
Saya ngambekan 😂
Ahahaha, segera dihabiskan mbak 😅
sudah sedikit dikurangi, mulai belajar self control 😁
Mantabb ☺️👍🏼