Nuansa...
"Kau, adalah aku dekapan kasih sayang. Kenyataan bagai sebuah dilema. Di mana kepastian, jika itu menyakitkan. Dan sungguh pada fajar menyingsing, masih ada sisa garis sunyi, aku terpatri. Katamu, "aku akan pulang ayah, tapi kenapa tak pulang?" Setelah ayah berkata demikian, hari itu adalah hari terakhir bagi hidupku. Setelah sekumpulan serdadu menyerbu seluruh kampung kami.
Aku mencari siapa di balik sebuah perencanaan tak terduga terhadap perang itu. Kontak tembak menyisir seluruh daerah pelosok desa kami. Para petani berjalan kaki dalam ketakutan; kecemasan dengan jiwa yang pilu.
Hiruk pikuk nuansa sore itu langit seakan mendung. Aku sedang bermain petak umpet. Berlari-lari riang. Tiba-tiba suara tembakan menggema. Meletus dan menewaskan dua orang pasukan GAM.
Sejak itu aku berubah bagai anjing liar di jalanan. Orang-orang mengusirku atas alasan sebak. Padahal sungguh aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun aku mengerti bahwa derap langkah TNI adalah sebuah gempuran yang dahsyat bagi para pemberontak.
"Ayah tak lagi pulang," batinku. Aku pergi berkelana. Mencari matahari yang hilang. Tak ada lagi sisa gerimis yang sempurna di mataku. Kecuali kepulan asap mesiu membubung angkasa. Dimana-dimana tanah telah retak. Musim tak lagi bersemi, sesemi hati di taman nirwana. Bunga-bunga desa di desa kami layu di tangkainya.
Kini, aku sedang menyesap secangkir kopi panas menyambut pagi. Sebatang kretek Gudang Garam Merah kuselipkan di mulut, sembari membelakangi mentari. Mentari serupa lukisan Ilham. Seekor lalat menyentuh tubuhku. Tak ada lagi yang tersisa, hanya sebuah balai tua. Sebuah kios. Dan gerobak dan belanga. Aku menatap sebuah makam. Dan sekeliling ratapan seakan kosong.
Kambing-kambing masih berdiri tanpa makanan. Kehidupan ibarat padang sabana. Hempasan angin tiada lagi menerpa pasir. Suara ayam berkokok. Aku mendengar semua itu sambil sesekali mereguk secangkir kopi.
Kopi tak lagi nikmat senikmat aroma kopi, saat berita Sang koruptor telah ditangkap. Tanah negeriku membisu, tanah leluhur, tanah para endatu. "Sayang sekali." Orang-orang berubah beringas laksana serigala. Mata-mata mereka merah, semerah saga.
Aku terus mereguk sepi pada sunyi yang telah ditelan pagi. Pagi ini entah ia akan ramah, aku belum paham akan nuansa itu. Sedangkan istriku masih tertidur; anak-anak dan mereka sedang bermimpi kemerdekaan.
Image Source: Pixabay
Posted from my blog with SteemPress : http://gampongaraih.desa.id/nuansa/
Congratulations @reungkhoem! You have completed the following achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of posts published
Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Do not miss the last post from @steemitboard:
SteemitBoard World Cup Contest - Home stretch to the finals. Do not miss them!
Participate in the SteemitBoard World Cup Contest!
Collect World Cup badges and win free SBD
Support the Gold Sponsors of the contest: @good-karma and @lukestokes