Memoar Masa Kecil yang Tak Terlupakan: Beasiswa Prestasiku Dirampas oleh Anak Guru

in #story6 years ago

Di sekolah dasarku dulu, siswa kelas lima dan enam peraih juara 1 – 3 mendapatkan beasiswa prestasi. Meski saat itu aku masih duduk di bangku kelas empat SD, ibuku bilang kalau cawu kedua aku masih masuk tiga besar, di cawu ketiga beasiswa prestasinya akan segera diproses untuk kemudian bisa didapatkan di kelas lima.

Karena saat itu kelas empat dibagi menjadi dua kelas, maka yang mendapat jatah beasiswa prestasi adalah juara 1 & 2 dari kelas A & B. Perwakilan dari kelas A ada namaku dan Bunari, sementara dari kelas B seingatku ada Hasni dan Susi. Tiba-tiba kami harus ke kantor untuk dimintai keterangan, aku sudah lupa tentang apa, yang jelas terkait penerimaan beasiswa prestasi nanti.

Setelah naik kelas lima, wali kelasku adalah guru laki-laki yang dikenal galak atau killer, namanya Pak Banua. Istrinya biasa dipanggil Bu Mar, ia guru kelas tiga SD yang hobi sekali mencubit perut siswa yang dianggapnya nakal. Dulu aku juga pernah dicubitnya saat ke WC tanpa izin. Ya, bagaimana mau izin? Saat itu Bu Mar sedang di kantor, sementara aku sudah kebelet. Saat aku kembali, tiba-tiba saja Bu Mar sudah di dalam kelas.


Pagi itu aku terkejut sekali. Tiba-tiba namaku dipanggil Pak Banua, padahal saat itu Pak Banua usai menjelaskan materi PPKN. Aku tidak merasa berbuat salah , mengapa Pak Banua memanggilku? Aku sugguh takut sekali. Dari deretan bangku nomor tiga, aku pun berjalan menuju kursi guru yang berada tak jauh dari papan tulis. Aku berdiri di hadapannya.

dream.jpg
sumber:oogazone.com

“Jadi benar kau yang bernama Rini?” tanya Pak Banua.

“Benar, Pak,” jawabku setengah ketakutan dan gemetaran.

“Mengapa kau memakai kaos merah jambu yang didobel dengan seragam putih merahmu? Bukankah nanti jam Olahraga? Mengapa tidak memakai baju olahraga saja?” tanya Pak Banua dengan sinis. Kumisnya yang hitam dan tebal membuatku semakin takut.

“Ma..Maaf Pak, baju olahraga saya sedang basah,” ucapku.

“Lain kali kalau kau tak bawa baju olahraga akan kuhukum kau membersihkan WC. Sekarang kembali kau ke tempat dudukmu!” perintahnya. Aku berjalan ke tempat dudukku sembari menahan malu.

“Mengapa ia berani sekali memarahiku? Guru olahraga saja tidak marah kepadaku? Oh, mungkin saja karena ia adalah wali kelasku. Mungkin saja ini bentuk perhatiannya terhadapku,” pikirku dalam hati.

Hampir setiap hari kelas terasa mencekam, kecuali saat jam pelajaran Agama dan Olahraga. Namun, kelas juga terasa sepi jika Pak Banua tidak masuk. Bagiku sebenarnya Pak Banua adalah guru yang baik, hanya saja ia punya cara yang berbeda dalam mendidik murid-muridnya. Yang sangat kuingat, ia bisa menulis di papan tulis dengan tangan kiri dan tangan kanannya.


Saat di pertengahan cawu pertama (zaman old memang masih pakai sistem cawu, yakni terima rapor per empat bulan), wakil kepala sekolah memanggil Bunari untuk ke kantor. Saat jam istirahat tiba, Bunari menghampiri tempat dudukku.

“Rin, bukannya seharusnya kau penerima beasiswa sesungguhnya? Mengapa namamu tidak ada dan berganti menjadi nama Mega?” tanyanya. Aku sungguh terkejut mendengar ucapannya.

“Apa kau bilang? Dari mana kau tahu kala aku tak jadi mendapat beasiswa? Saat pendataan dulu, jelas kok ada namaku. Bagaimana pula Mega bisa menggantikan namaku? Mega anak kelas B, putri dari Pak Banua dan Bu Mar, ‘kan?” tanyaku penasaran dan setengah nyesek tak percaya.

“Tadi saat di kantor, kepala sekolah sendiri yang menjelaskan. Perwakilan dari kelas A hanya aku sendiri penerima beasiswanya, sementara dari kelas B ada tiga siswa. Yang aku heran, bagaimana mungkin Mega bisa mendapatkan beasiswa itu? Padahal, jelas-jelas ia tak mendapat juara, bahkan peringkat lima besar saja namanya tidak masuk,” ucap Bunari.

primary surabaya montessori school.png
sumber: Primary Surabaya Montessori School

“Ya sudah, tidak apa-apa. Mungkin belum rezekiku, Bun. Terima kasih ya atas informasinya,” ucapku lemas. Tiba-tiba tulang-belulangku seperti lepas dan terbang ke langit. Tubuhku terasa ringan sekali.


Sesampainya di rumah, saat belum sempat melepas seragam sekolah, aku menceritakan hal ini kepada ibu sambil menangis.

“Sudahlah kau tak perlu menangis, Nak!” kata ibu sambil mengelus kepalaku.

“Tapi mengapa harus Mega yang mengambilnya, Bu? Beasiswa itu seharusnya milikku, aku juga ingin beli sepatu baru dan seragam baru dari uang beasiswa itu,” kataku sambil meneteskan manik bening.

“Mereka punya kekuasaan dan kita tak bisa berbuat apa-apa, kau harus menerimanya. Ini ujian untukmu! Berusahalah untuk ikhlas dan buanglah perasaan ketidaksukaanmu terhadap Mega dan keluarganya!” ucap Ibu.

“Aku mana mungkin bisa menerima begitu saja. Ini kejahatan paling keji, Bu. Lagipula ada peribahasa yang mengatakan kalau memberi itu lebih baik daripada menerima. Apa besok kuberi pelajaran saja ya, Bu si Mega itu? Tapi apa aku berani? Kedua orang tuanya kan guru di sekolah, Huuuu...” tangisku makin menjadi-jadi.

Gambar Bayi Menangis Muka Kartun Lucu.JPG
sumber: gambarkartununik.blogspot.id

“Jangan lakukan hal tersebut, Nak! Bersikaplah baik terhadap orang-orang yang jahat kepadamu! Tunjukkan pada mereka bahwa kau baik-baik saja! Balasan Tuhan itu lebih kejam daripada balasan manusia. Kau harus menerima takdirmu, ini memang ujian terberat untuk anak seusiamu. Tapi ibu tahu kau mampu melewati masa-masa ini!” jawab ibu.

Aku lalu berlari ke dalam kamar dan mengunci pintu. Di dalam kamar, aku berhenti menangis saat kutemukan komik Jepang berjudul Pang. Komik itu dipinjam kakak dari temannya.

Keesokan harinya, aku bersumpah akan melupakan hal ini. Meski pada kenyataannya, dalam dua tahun terakhir di sekolah, hatiku merasa perih tatkala kudengar nama Bunari kerap kali dipanggil ke kantor untuk mengambil sebuah amplop.

holiday.gif
sumber: holiday

Kupikir bahagia itu ada di sini, di dalam dadaku! Rasa sakit atau bahagia itu kita sendiri yang menciptakannya. Jika kau tidak menginginkan rasa sakit itu ada di dirimu, ia akan lekas pergi. Sebaliknya, saat kau inginkan ia hadir menemanimu, maka kesedihan akan setia bersamamu.

Lalu kukatakan pada diri sendiri bahwa aku akan baik-baik saja dan selalu baik-baik saja! Aku anak yang berbahagia dan bergembira.


“Kau yakin tidak menderita melihat Bunari dipanggil ke kantor?” tanya orang lain dalam tubuhku.

“Yakin. Aku tidak menderita kok, hatiku hanya sedikit perih,” ucapku.

“Lalu, apa yang kaulakukan pada dirimu?”

“Tidak ada, aku hanya menyugesti pikiranku bahwa aku akan baik-baik saja dan selalu akan baik-baik saja!” ucapku.

"Bagaimana pula bisa begitu?" tanyanya.

"Jadi kau mau kuusir dari tubuhku?"

"Ba..baiklah, aku tidak akan bertanya lagi," jawabnya.


rfhh.jpg

Sort:  

Yang sabar yah, Nantik tak kasih beasiswanya .hahaha

Semanagat terus berkarya teteh, semoga menjadi penulis hebat.

Hihi makasih doanya. Beberan beasiswanya ditunggu yah. Ckckckckck

tinggal dimana

Rakyatnya Zumi Zola, Bang. Hihi

Ceritany kerennn sista..
tapi lebih kerennn foto yang paling bawah😍

Makasih sis etty😍
Salam kenal😘

Sekarang kan sudah diganti dengan bisa mendapatkan SBD. Hehehee.....

Hihihihi iya bang, nabung SBD nih😝😝😝

Tenanglah, dirimu tak sendiri. Beasiswaku waktu kuliah dicabut gara2 aku bergabung di partai merah dulu...

ckckckkckckckkckckckkck.
Beasiswaku jaman kuliah aman Bang.
mantaplah..Merah itu beraniiii

Wahhhh SD aja udah ada beasiswa ya kak. Miris membacanya, praktik kecurangan justru seringkali terjadi di lembaga pendidikan seperti itu.

Bener kak ihan😂

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 53801.93
ETH 2252.31
USDT 1.00
SBD 2.26