Kisah Lelaki Tua Penjual Es Cendol dan Kenangan Masa Lalu yang Nostalgis: Buah dari Kesabaran adalah Disayang Teman

in #story6 years ago

kaskus.jpg
sumber: kaskus

Sebelum berubah status menjadi freelance, aku adalah pegawai outsourcing di lembaga pendidikan. Tugas utamaku memang mengajar, namun aku juga turut andil dalam hal akademik dan marketing. Setiap kali bagi rapor di sekolah, aku pasti mendapat jatah membagi brosur. Meski aku tidak terlalu suka dengan tugas ini, tapi sistem adalah Tuhan yang harus dipatuhi.

Nah, Sahabat Steemian, aku punya sedikit kisah dengan penjual es cendol yang kualami tiga tahun silam. Setelah aku menelusuri isi laptopku, aku menemukan kisah ini terselip di antara folder-folder yang jarang kubuka.

Seperti yang seringkali kukatakan kepada temanku di saat mereka menyakitiku dengan sengaja, “Buah dari kesabaran adalah disayang teman. Bila ada orang yang bilang sabar itu ada batasnya, mungkin ia belum memaknai kesabaran dengan utuh.”

Simak ya, Guys!


Di halaman SMP N 15 Kota Jambi, berjajar banyak penjual makanan. Kalau berkunjung ke sekolah, aku selalu menemukan sebuah dunia bernama masa lalu. Jajanan-jajanan sekolah membuatku kangen masa-masa itu.

abang-pedagang-makanan-yang-hits-di-tahun-90-an-600.jpg
sumber: The Girl On Fire

Oh iya, saking banyaknya penjual makanan membuatku bingung. Dari semua penjual itu, ada yang menarik perhatianku. Seorang kakek tua penjual es cendol. Aku percaya setiap orang memiliki rezeki masing-masing. Namun bila dihadapkan oleh banyak pilihan yang salah satu penjualnya berusia renta, aku pasti akan memilih yang renta itu. Dengan membeli begini, kupikir aku sedang belajar bahwa kelak bila aku menjadi tua, aku akan berusaha tangguh seperti penjual makanan ini.

Siswa-siswa belum keluar. Dua ratus lembar brosur masih di tangan. Lelaki tua penjual es cendol masih sepi pengunjung. Kakek tua itu tak hanya menjual es cendol, ia juga menjual gorengan, manisan kedondong, dan rujak buah. Anehnya, ketika aku memesan es cendol dan rujak buah untuk dibungkus, tiba-tiba banyak ibu-ibu berdatangan dan mengerumuni lelaki tua ini. Dengan tidak sabaran, ibu-ibu itu pun seolah ingin lekas dilayani tanpa memedulikanku yang memesan lebih awal.

“Pak, pesanan sana nanti saja, dahulukan ibu-ibu saja, Pak!” ucapku yang berusaha mengalah karena keadaan. Sungguh aku taktega kepada lelaki tua itu bila ikut-ikutan ibu-ibu lainnya yang tergesa-gesa.

“Terima kasih, Non.” Lelaki tua itu tersenyum. Tangannya yang hitam legam berusaha melayani ibu-ibu yang hendak mengambilkan rapor anaknya.

Sebenarnya aku tidak terlalu haus. Aku hanya mengikuti kata hati saja. Aku seringkali membeli barang dagangan orang-orang renta bukan untuk kunikmati sendiri. Bagiku, ini salah satu cara berbakti pada kehidupan.

Aku pun menyandarkan tubuh ke pos satpam dan mengobrol bersama satpam dan dua lelaki yang menuggu istrinya mengambil rapor. Kau tahu, ini sebenarnya adalah modus. Sebab aku sekalian membagikan brosurku. Hehehehe. Jadi aku harus mengakrabi mereka semua meski dari dalam hati aku menolaknya.

Gambar Cewek Menangis Kartun Animasi.JPG
sumber: gambarkeren.co


Halaman sekolah penuh dengan lautan kendaraan. Ibu-ibu yang hendak mengambil rapor anaknya tak sedikit yang menggendong bayi, bahkan menuntun anaknya yang masih sekolah dasar. Mereka masih asyik mengerumuni penjual es cendol yang jaraknya sepuluh depa dari tubuhku.

Tiba-tiba aku ingat masa sekolahku. Jika posisi sedang ramai, ada beberapa teman yang selalu memanfaatkan keadaan. Misalnya mereka makan gorengan lima, namun hanya membayar tiga saja. Temanku sangat pandai melakukannya. Beberapa kali ia memamerkan perilakunya itu kepada teman sekelas. Orang-orang di dunia boleh saja berlaku curang. Orang-rang di dunia boleh saja membohongi banyak orang. Akan tetapi, Tuhan tidak tidur. Tuhan hadir dalam nurani setiap manusia.

Tiba-tiba aku tersadar dari lamunan. Orang-orang yang berdatangan, langsung kuhampiri dan kuhadiahi sebuah brosur. Takjarang banyak yang mengajakku mengobrol, namun ada juga yang menolaknya dengan tegas. Rasanya seperti perih yang asing, apalagi saat kulihat brosur bimbelku diinjak-injak. Maka sambil menyeka keringat yang menetes di dahi, aku pun memungutnya dan membawa pulang.

Semenjak aku tahu lelahnya menjadi tim marketing, bila ada yang membagi-bagikan brosur di lampu merah, akan selalu kuambil dan kubawa pulang, meski akhirnya terbuang. Setidaknya, aku tidak membuang brosur itu di hadapan pemberi brosur sebab tentu akan menyakitkan perasaannya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB dan aku telah menunggu es cendol dan rujak buah selama lima belas menit. Ternyata pembeli semakin ramai.

“Alhamdulillah, dagangan lelaki tua ini laku. Semoga dilancarkan usahanya,” pikirku.


unnamed.png
sumber: playgoogle.com/latihansoalsmp

Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu tiba juga. Siswa keluar membeludak. Aku berdiri di depan pintu gerbang untuk membagi-bagikan brosur. Setelah brosur itu habis, Aku pun mengunjungi lelaki tua itu dan mengatakan bahwa brosur yang dibagikannya sudah habis. Kebetulan hanya ada dua pembeli yang sedang membayar.

Lelaki tua memahami maksudku bahwa aku telah menunggu pesananku sedari tadi. Saat lelaki tua itu membungkuskan es cendol untukku, tiba-tiba terdengar tangisan anak kecil. Seorang ibu yang menggendong anaknya muncul dan berkata, “Pak, anak saya menangis karena dari tadi menunggu es cendol.”

“Tapi saya sedang membungkus pesanan mbak itu,” lelaki tua itu menunjukku. Aku yang berdiri di pos satpam lalu menghampirinya.

“Tidak apa-apa, Pak. Kasih saja Ibu itu duluan!”

“Beneran tidak apa-apa, Non?’

“Iya, Pak,” jawabku.

Lalu lelaki tua itu memberikan es cendol tersebut ke anak kecil tadi sehingga ia berhenti menangis dan tersenyumlah si ibu. Ibu itu lalu mengucapkan terima kasih kepadaku.

Tiba-tiba serombongan anak SMP menghampiri, namun lelaki tua itu dengan tegas mengatakan bahwa ia sedang membungkuskan pesananku sedari tadi sudah menunggu.

“Berapa Pak?” tanyaku.

“Es es cendolnya tiga bungkus Rp6.000,00 ditambah rujak Rp6.000,00. Jadi, totalnya Rp12.000,00. Karena Non sabar menanti dari tadi, saya kasih diskon bayarnya jadi Rp10.000,00 saja,” kata lelaki tua itu sambil menyeka keringat yang bercucuran di dahinya.

“Tidak usah merasa sungkan, Pak. Saya tidak mau dapat diskon. Saya mau membayar utuh.” Aku mengambil pesanannya dan memberikan uang pas. Lelaki tua itu tersenyum lebar.

“Terima kasih, Nak. Kamu baik sekali.”

Aku tersenyum dan tiba-tiba saja merasa ganjil ketika panggilan lelaki tua itu berubah dariNon menjadi Nak. Lalu aku menuju kendaraanku yang kuparkir di depan sekolah. Jarum jam telah menunjukkan pukul 11.40 WIB. Kukabari Wirda dan Fiana bahwa aku membawa oleh-oleh untuknya sebagai teman makan siang.

Cara-Membuat-Cendol.jpg
sumber: waktuku.com

bl.png
sumber: pinterest


Muaro Jambi, 07 April 2018
Follow my steemit/instagram @puanswarnabhumi !

Sort:  

ingat saat SMP dulu, seorang penjual es cendol yang jadi langganan ibu. 3 hari sekali dia akan lewat depan rumah dengan gerobak dorongnya yang berwarna kusam. Sebenarnya kami tidak begitu suka es cendolnya itu, karena cendolnya itu kurang bagus, tidak bulat mulus, santannya juga terasa encer. Ibu selalu membelinya, walaupun tahu sering tidak kami minum. Belinya juga ngga tanggung-tanggung, sampai 7-10 bungkus, padahal di rumah cuma ada 7 orang. Tapi kami tahu maksud ibu membelinya, karena kami juga tahu tak banyak orang mau membeli dagangannya itu.

Wah, si ibu pasti jadi idola anak2nya..

Jadi keingat, Cendol (Cerita Nulis Diskusi Online) zaman baheula. Hahahahaah

Owalah ikut mayoko aiko ituuuu😜😜

Eh. Kenapa dengan Mayoko Aiko?

Gpp bang. Terkenal kok nama itu😜

Berkah bagi yang bersabar. Lama-lama kau jadi motivator aja, @puanswarnabhumi

Ckckckckckckk janganlah Bang. Hahahahahhaha

Kak @puanswarnabhumi baik hati sekali ya :)
Rujaknya menggoda iman

Hayoooo kita makan rujak together. Qiqiqiiqiq

Cerita jajanan sekolahan di Jambi?

Hadoooh...jadi rindu pempek ubi 😣

Hihihi ayooo ke Jambi lagi, bang

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 53921.46
ETH 2250.39
USDT 1.00
SBD 2.30