Sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI) di Aceh
Partai Komunis Indonesia (PKI) mengirimkan kader-kader militan ke Aceh untuk memperbesar pengaruhnya. Mereka menyusup ke berbagai organisasi dan lembaga pemerintahan. Tapi gagal akibat peristiwa Madiun.
Pada 23 Maret 1947, Partai Komunis Indonesia (PKI) Seksi Aceh mengadakan rapat pleno di Banda Aceh. Rapat tersebut memilih dan mengesahkan pengurusan PKI Aceh yang terdiri dari Raden Soleh (Ketua Umum), Kasan Siregar (Ketua I), Djoni Siregar (Setia Usaha I), T Budiman (Setia Usaha II), serta para pembantu yang terdiri dari: A Manaf, M Isa, dan ZZ Amin.
Merekalah yang kemudian menjalankan roda organisasi PKI di Aceh, melakukan konsolidasi dan sebagainya. Perang di front Medan area dan berbagai daerah di Sumatera menguntungkan PKI di Aceh. Sekitar seratus ribu penduduk Sumatera eksodus ke Aceh, sebagian diantaranya merupakan kader PKI yang dimobilisasi ke Aceh Timur dan Langsa untuk memperkuat PKI di Aceh.
Musso pemimpin pemberontakan PKI Madiun sumber
Pada 23 Februari 1948, PKI Aceh berhasil mengantarkan ketuanya Raden Soleh menjadi salah seorang anggota Panitia Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Aceh di Banda Aceh. Panitia ini diketuai oleh Residen Aceh Tuanku Muhammad Daodsyah, kemudian Zainal Bakri dari Partai Masyumi sebagai Wakil Ketua, RC Nainggolan dari Partai Parkindo sebagai Sekretaris, serta lima orang anggota yang terdiri dari: Muhammad Abduhsyam (Partai Syarikat Islam Indonesia), Alwi Umri (Partai Nasional Indonesia), Achmad (Partai PBI), Irawan Pandu (Partai Sosialis), dan Raden Soleh (Partai Komunis Indonesia).
Kemudian pada 30 Maret 1948, PKI Aceh kembali mengukuhkan Raden Soleh sebagai ketuanya dalam sebuah konferensi yang digelar di Banda Aceh. Konferensi PKI Aceh saat itu juga menghasilkan keputusan-keputusan yang sangat dirahasiakan untuk konsolidasi dan pengembangan gerakan bawah tanah.
Tapi, meski demikian PKI di Aceh tidak dapat bergerak secara leluasa. Mereka diawasi dengan ketat dan setiap gerakannya dipantau. Untuk menghadapi hal seperti itu, PKI kemudian mengirim kader-kader militan dari luar Aceh untuk memperkuat PKI Aceh. kader-kader PKI militan dari luar Aceh itu kemudian disusupkan ke berbagai organisasi dan badan-badan pemerintahan.
Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 dikenal sebagai Peristiwa Madiun sumber
Upaya PKI untuk meningkatkan pengaruhnya di Aceh tersebut juga gagal tidak berhasil. Saat itu kekuatan politik di Aceh didominasi oleh Partai Masyumi yang dimonotori oleh para ulama.
Meski demikian, kader-kader PKI militan yang dikirim ke Aceh itu, tetap tinggal di Aceh. orang-orang komunis yang didatangkan dari luar Aceh sebagian tinggal di Banda Aceh, sebagian lainnya tinggal di Langsa, di mana terdapat buruh tani dan pengungsi perang dari berbagai daerah di Sumatera yang masuk ke Aceh.
Tidak berkembangnya PKI di Aceh kemudian juga disebabkan oleh Pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948. Pemberontakan yang disebut Peristiwa Madiun itu dipimpin oleh Musso, seorang tokoh komunis Indonesia yang lama bermukim di Mosko, Uni Soviet, yang kembali ke Indonesia untuk memperluas gerakan PKI.
Akibat peristiwa Madiun itu, pergerakan PKI di Aceh selalu diawasi. Malah rakyat Aceh disipkan untuk menghadapi berbagai kemungkinan akan menjalarkan pemberontakan PKI itu ke Aceh, seperti yang terjadi di Madiun. Kewaspadaan yang tinggi masyarakat Aceh ini kemudian membuat PKI di Aceh benar-benar tidak dapat berkembang.
Kewaspadaan tinggi rakyat Aceh terhadap PKI juga dipengaruhi oleh pidato Presiden Soekarno yang disiarkan radio pada 19 September 1948, atau sehari setelah pemberontakan PKI di Madiun.
Presiden Soekarno sumber
Dalam pidatonya, Presiden Soekarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang Indonesia, menyerukan agar segenap lapisan rakyat Indonesia tidak tertipu dengan pidato-pidato dan tindakan PKI Musso tersebut.
Presiden Soekarno menegaskan, “Saat yang begini genting kita mengalami percobaan yang sebesar-besarnya. Bangsa Indonesia harus memilih satu diantara dua; Ikut Musso dengan PKI-nya yang akan membawa kehancuran bagi Republik Indonesia, atau ikut Soekarno-Hatta, yang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin negara Republik Indonesia yang merdeka, tidak dijajah oleh negara manapun jua.”
Menyambut pidato Presiden Soekarno tersebut, seluruh Aceh serentah menyatakan menolak PKI dan Musso, rakyat Aceh tetap memilih Soekarno-Hatta. Rakyat Aceh mengutuk peristiwa pemberontakan PKI di Madiun. Rapa-rapat umum dan aksi mengutuk PKI menjalar ke berbagai daerah di Aceh. Berbagai organisasi massa (ormas) di Aceh juga ikut menentang PKI, termasuk Serikat Buruh Mobil Indonesia Daerah Aceh.
Fragmen sejarah pergerakan PKI di Aceh bisa dibaca dalam buku Modal Perjuangan Kemerdekaan. Buku ini ditulis oleh Teuku Alibasjah Talsya, salah seorang perjuang kemerdekaan di Aceh, diterbitan oleh Lembaga Sejarah Aceh (LSA) tahun 1990 atas bantuan Menteri Koperasi Bustanil Arifin yang juga pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan di Aceh.
Ngeri nyo pembahasan adun
Posted using Partiko Android
Mana ada ngeri @asrul.aziz jangan idheboh-hebohkan ini hanya fragmen dari peristiwa sejarah.
Hehehe iya adun.
Sebagai salah satu sejarah kelam bangsa kita.
Posted using Partiko Android
sejarah tenpat kita bercermin, layaknya kaca spion saat berkendara, tapi jangan pula lalai menatap spion nanti tertabrak dari depan.
Jangan kasih kendor bng. Hajar lagi. Terima kasih atas tulisannya
Gak bisa main hajar menghajar saya brader @zegan.gayo saya cuma bisa menulis kepingan-kepingan sejarah untuk renungan dan pembelajaran bagi masa hadapan.
Congratulations @isnorman! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
Click here to view your Board of Honor
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Thank you so much @steemitboard for this reward