Kisah Ghulam Ghouse Diplomat Inggris Penagih Hutang Sultan Aceh

in #story5 years ago

Ghulam Ghouse merupakan diplomat Inggris dari India pemegang dokumen Sultan Aceh yang bertindak sebagai penagih utang. Diplomasi Aceh di luar negeri tetap berjalan meski selat Malaka diblokade akibat perang Aceh dengan Belanda.

Kiprah Ghulam Ghouse ini diungkapkan Penasehat Urusan Pribumi dan Keagamaan Pemeritah Hindia Belanda, Snouck Hurgronje dalam suratnya di Leiden tanggal 4 Mei 1908 yang ditujukan kepada Menteri Daerah Jajahan.

tengku Putro permaisuri.jpg
Teungku Putroe peimaisuri Sultan Muhammad Daod yang ditangkap Belanda Sumber

Kutipan surat tersebut bisa dilihat dalam buku *Nasihat-Nasihat C Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936, Seri Khusus Jilid III, halaman 401-403. Buku ini ditulis oleh E Gobee bersama C Adriaanse dan diterbutkan pada tahun 1990 oleh Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studie (INIS).

Dalam surat itu Snouck Hurgronje mengungkapkan, Ghulam Ghouse bertindak sebagai kuasa usaha dan penagih utang Sultan Aceh, Tuanku Muhammad Daod. Pada tahun 1898 ia mengirimkan surat kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda bahwa telah menerima surat dari Sultan Aceh untuk kuasanya itu.

Selain sebagai kuasa usaha dan penagih utang, Ghulam Ghouse juga menawarkan upaya perundingan antara Belanda dengan Kerajaan Aceh dengan syarat perundingan itu dilakukan di Penang dan dihadiri oleh Gubernur Penang dan Raja Kedah. Surat Ghulam Ghouse itu kemudian dikirim oleh Sekretaris Pemerintah Hindia Belanda kepada Snouck Hurgronje pada tanggal 23 April 1898 dengan nomor 4563 untuk dipelajari.

Namun Snouck Hurgronje yang telah mendapat keterangan dari beberapa pihak, termasuk dari para kuasa usaha di Straits-Settlements menilai Ghulam Ghoues sebagai spekulan yang berindak atas ketidaktahuan para pemimpin perlawanan Aceh. Di satu sisi ia mengupayakan perundingan dengan Belanda, tapi di sisi lain ia menganjurkan agar para pemimpin Aceh agar terus melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, sehingga ia bisa mengail di air keruh, mengambil manfaat dari kemelut perang Aceh tersebut, dengan cara memungut berbagai jasa imbalan untuk jasa perantara (diplomasi) fiktif.

Foto uit 1895, de Missigit Beitoe Rahman, net weer opgebouwd door de Nederlanders na hem eerst zelf verwoest te hebben.jpg
Masjid Raya Baiturrahman tahun 1895 Sumber

Snouck Hurgronje mengungkapkan, pada paruh pertama tahun 1898, selain Ghulam Ghouse ada orang lain yang bernama Muhammad Yusuf yang juga melalui suratnya menawarkan bantuan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk menaklukkan Aceh berdasarkan kebijakan politik. Surat itu kemudian juga diterima oleh Snouck Hurgronje pada 21 Juni 1898 atas kiriman Sekretaris Pemerintah Hindia Belanda.

Yang mengagetkan Belanda adalah, Sultan Aceh Tuanku Muhammad Daod tetap menjalin hubungan yang erat dengan Ghulam Ghouse setelah menyerahkan diri secara pribadi kepada Gubernur Hindia Belanda pada tahun 1903 untuk menjemput istrinya yang ditawan di Kutaraja.

Menurut Snouck Hurgronje, dokumen pengakuan berhutang yang didalamnya disebutkan bahwa Tuanku Muhammad Daod menggadaikan berbagai milik atau hak fiktif kepada Ghulam Ghouse, telah disusun jauh sesudah tanggalnya. Surat itu kemudian digunakan Ghulam Ghouse untuk memaksa Pemeritah Hindia Belanda membayar sejumlah uang yang cukup besar kepada debitur atau kreditur fiktif.

Sort:  

Njan sabouh-sabouh di teubit seujarah ... sang jadeh na buku lom kali njou

Asli, mandum bahan ta peusapat @steem77 ngat jithei keulayi sejarah Aceh le naeuk cuco

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 60249.86
ETH 2347.79
USDT 1.00
SBD 2.52