Bengkulu-Kepahiang: Pecah Ban Motor Tengah Malam (Bagian II)
Source
Saat terkantuk-kantuk di depan komputer, di kamar kerjaku di lantai 2, sekitar pukul 00.00 SMS Budi masuk. Dia mengabarkan kalau Mamek belum tiba. Mamek ditelepon juga tidak menjawab-jawab.
“Aku kuatir nian kalau ada apa-apa sama Si Mamek, Kak.” Suara Budi jelas terdengar cemas. Tapi tidak jelas, cemas karena Mamek belum datang, atau cemas karena situasi dia sendirian tengah malam di sebuah dusun tanpa kenalan sepotong pun.
Wah, agak kacau ini.
Mamek pun segera kutelepon, tapi tidak mengangkat. Kutelepon lagi, tapi tetap tidak ada jawaban.
Aku juga mulai ikut cemas. Budi kutelepon kembali, menanyakan dia di mana. Budi menjawab di barusan pindah dari sebuah warung yang mau tutup ke sebuah gerai kecil HP.
Kutelepon lagi Mamek, tapi tetap tidak ada jawaban.
Aduh, bagaimana ini?
Kutelepon kembali Budi, menanyakan apa tidak ada mobil travel atau mobil lain yang lewat. Budi menjawab, tidak ada mobil yang lewat, yang banyak justru dari arah Bengkulu ke Kepahiang.
Ya, memang benar, saat itu adalah jam-jam yang paling sepi kendaraan lewat. Nanti, jam-jam 2 dini hari baru lalu lintas beranjak bangun, di mana mobil-mobil bus, travel atau angkutan sayur mulai lewat.
Mamek berulang-ulang aku telepon kembali, tapi tetap tidak ada mengangkat. Aku sedikit kuatir, karena tadi Budi mengatakan, jika Mamek sudah siap untuk berangkat tadinya.
Waktu sudah menunjukkan kurang lebih pukul setengah 1 pagi.
Sedikit gugup, mulai kutelusuri nama-nama di daftat kontak. Rudi aku telepon.
Mujur, Rudi belum tidur.
“Lagi apa?” tanyaku lagi tanpa basa-basi.
“Baru sudah makan, Kak,” jawab Rudi sambil mendesis-desis, untuk meyakinkan aku – mungkin – jika dia benar-benar barusan sudah makan.
Ah, itu tidak terlalu penting. Kepada Rudi langsung saja aku ceritakan kasus dengan singkat, kemudian aku minta dia untuk segera menjemput Budi.
Rudi mengatakan tidak ada kendaraan, motor yang ada sedang dipakai adiknya pergi mendekorasi rumah yang akan hajatan perkawinan.
“Itu urusanmu!”, jawabku. “Pokoknya sekarang, bagaimana caramu untuk bisa menjemput Budi!”
Rudi menjawab, dia usahakan mencari sepeda motor dulu.
Ok. Telepon pun kututup.
Budi pun kutelepon kembali, sekedar untuk menanyakan kabarnya, dan agar dia juga merasa terus ada kontak denganku. Kepada Budi aku sampaikan, mungkin Rudi nanti yang akan menjemput.
Rudi aku telepon lagi. Tapi operator menjawab, HP-nya tidak aktif.
Astaga!
Aku sedikit panik dan mulai marah-marah sendiri.
Kubuka lagi HP mencari nama-nama di daftar kontak. Denis pun segera aku telepon, tapi tidak ada jawaban. Wajar, ini waktu yang memang sedang enak-enaknya untuk tidur. Apalagi seharian Minggu kita semua lelah latihan.
Deri aku telepon, juga tidak mengangkat. Ari HP-nya tidak aktif. Ganda kutelepon juga, tapi juga tidak menjawab. Aduh, siapa lagi yang harus aku telepon. Sempat aku berpikir untuk menelepon beberapa kawan yang saat ini kemungkinan besar masih nongkrong di Taman Budaya, main domino. Tapi aku segera ingat, Taman Budaya sedang melakukan rehabilitasi bangunan, jadi kemungkinan akan kecil sekali kawan-kawan masih ada yang begadang di sana.
Mamek pun kutelepon kembali, lagi-lagi aku hanya mendengar suara operator yang mengabarkan, bahwa penerima tidak menjawab.
Kutelepon kembali Budi. Jawaban yang kuterima, jika dia masih berada di sebuah gerai HP, sudah tidak menerima jawaban juga dari Mamek.
Aku kemudian memutuskan, jika memang tidak ada yang bisa menjemput Budi, maka aku akan mengeluarkan mobil, lalu menempuh perjalanan kurang lebih 50 km untuk menjemput Budi.
Kucoba menelepon Rudi lagi. Ya, siapa tahu sedang mujur.
Syukurlah, HP-nya aktif. Rudi pun menjawab. Rupanya tadi dia sedang mencari pinjaman sepeda motor dan sekarang siap untuk berangkat.
Kepada Rudi aku bilang, kamu berjalan saja terus sampai di depan Kantor Bupati Bengkulu Tengah. Di sana nanti misscall aku.
Nah, sekarang tinggal memastikan di mana posisi Budi.
Budi kutelepon, mengabarkan Rudi sudah jalan. Kutanya kemudian apakah dia masih berada di Desa Taba Pasmah atau desa apa sekarang?
Budi tidak begitu mengerti desa-desa dan tempat-tempat sepanjang Bengkulu-Kepahiang. Ini cukup memberi kesulitan juga.
Kuminta dia menanyakan nama desa itu ke orang gerai HP. Dia mendapat jawaban: Desa Durian Demang.
Segera kubuka google maps. Kulihat Desa Durian Demang sebagian wilayahnya berada di sisi jalan provinsi, jadi aku kira cukup mudah menentukan posisinya. Bagian desa itu berada di antara Desa Taba Pasmah dan Desa Taba Terunjam.
“Apa kira-kira petunjuk penting yang bisa kamu berikan, Bud?” tanyaku.
Kudengar suara Budi bertanya kepada seseorang.
“Simpang jalan ke Bukit Kandis, Kak,” jawab Budi kemudian.
Hm, kuperhatikan google maps. Ya, memang ada simpang tiga di sana.
“Berapa jauh jarakmu dari simpang itu?”
Budi ragu-ragu menjawab. “Dak tahu, Kak,” jawabnya kemudian.
Di google maps, di sekitar 100 meter dari simpang itu aku membaca ada Rumah Makan Padang Anak Rantau. Kepada Budi, aku minta dia menunggu saja di rumah makan itu.
“Ya, di depanku ini rumah makan itu, Kak,” jawab Budi
Mujur!
“Di dekat gerai HP tempatmu sekarang itu ada gerai HP lain, ya, namanya Henni Cell, ya?” tanyaku lagi sambil memperhatikan google maps yang sudah ku-zoom tampilannya.
“Ya, aku di Henni Cell itulah, Kak,” jawab Budi sedikit berteriak.
Ok, beres! Tinggal aku “mengatur” Rudi lagi sekarang.
Aku harus membuat perhitungan, agar Rudi bisa benar-benar tiba di posisi Budi. Bukan pekerjaan gampang aku kira, mencari sebuah tempat di desa kecil di tengah malam, dengan penerangan umum yang minim, serta ciri khas tempat yang tidak jelas. Rudi juga tentu tidak bisa aku minta langsung jalan saja menuju desa itu, karena aku yakin dia tidak akan akan tahu desa-desa apa yang ada di sepanjang jalan provinsi itu. Jadi, Agar Rudi tetap bisa melaju dengan cepat, aku pikir akan aku bagi-bagi saja perjalanannya dalam beberapa etape.
Sekitar 30 menit kemudian, Rudi misscall.
Aku telepon balik dia. Dia mengatakan kalau dia sudah berada di depan Kantor Bupati Bengkulu Tengah. Kalau dari google maps antara dia dan Budi jaraknya berkisar 13 km. Aku minta dia terus dulu berjalan hingga tiba di Jembatan “Semidang Bukit Kabu”. Dari jembatan itu nanti dia harus melaju lagi hingga 4 km ke depan SMPN 1 Karang Tinggi. Atau kalau tidak sempat melihat sekolah itu, pokoknya 4 km ke depan berhenti dan miscall aku lagi.
“4 km! Perhatikan speedometermu!” Tekanku kepada Rudi.
5-10 menit kemudian Rudi misscall kembali. Tepat sekali. Dia mengatakan berada di depan SMPN 1 Karang Tinggi. Ini artinya, kurang lebih 3,2 km lagi dia dari Budi.
Aku tidak bisa meminta Rudi untuk menuju ke Simpang Bukit Kandis, karena pada situasi gelap simpangan dengan jalan-jalan kecilnya akan sulit dikenali.
Jadi, kepada Rudi aku minta untuk membawa sepeda motornya dengan kecepatan sedang (kurang lebih 50 km/jam) selama 4 menit, setelah itu miscall kembali. Perhitunganku, di titik akhirnya itu nanti antara Rudi dan Budi hanya tinggal berjarak beberapa puluh meter lagi, tetapi tidak lebih dari 50 meter.
Pada menit yang telah kutentukan aku telepon Rudi kembali.
Tepat sekali! Tadaaaaa!
“Dapat, Kak, dapat! Temu!” jawab Rudi dengan suara sedikit teriak karena keriangan.
Alhamdulillah!
Aku pun tak dapat aku menyembunyikan kegirangan. Aku tertawa terbahak-bahak di dini hari yang masih buta itu, sambil terus mengucapkan Alhamdulillah.
Budi tidak jadi mati. Hahahaha....
SELESAI
Emong Soewandi || @emong.soewandi
bwkwkawka
wkwkwkwkwkwk......... bayangkan sendiri, jika Ganda bangun dan mengangkat telepon.. :D :D
Akhirnya season 2 yang ditunggu-tunggu hadir juga... Begini ternyata akhir dari nasib si Budi. Happy Ending. Syukurlah. Gimana kak, apakah Budi sampai di rumahnya dengan selamat? hehe..
Kita tunggu kisah berikutnya dari sisi seorang Budi. Apa perasaannya ketika mengetahui, bahwa dirinya selamat... hahahahaha
Kisah lucu saat aku pulang dengn kak rudi kk,,, Belago kami.. hahha
Wah, gak tau Kk Emong tu. Menarik kayaknya tu... 😀😀
Ini semuanya karena ikatan... Latihan bukan sekedar latihan saja, berkumpul juga merupakan latihan untuk mempererat ikatan antar anggota..
Sastra dan teater menjadi tempat kita mengasah silaturrahmi. Kebersamaan dalam proses, akan selalu menjadi kebersamaan juga dalam kehidupan nyata.
Kisah yang mendebarkan.......
Asli, Bang. Walaupun aku pernah sebelumnya pecah ban di perjalanan yang sama, tapi ini kali pertama mengalami pengalaman seperti ini.
Lumayan membuat kejutan di ending cerita bang. Hahahaha.
Alhamdulillah, Na, semuanya berakhir menyenangkan.
Aku gak di sebut kk ? Kan aku di tlfom juga mlam it wkwkwkwkk
oya..... @piceska juga sempat ditelepon via WA... hahahaha
Asyik, nih. Misi penyelamatan dengan menggunakan Google Map.