La dan Ra
Mengapa takut pada lara
Sementara semua rasa bisa kita cipta
Akan selalu ada tenang di sela-sela gelisah
Yang menunggu reda
Di dalam kamar
Rindu itu menguap
Dalam kebisuan
Sebentar lagi kita semakin lupa
Kita menjelma kebisuan
Yang tak bisa diungkap
Tak bisa lagi bercerita
Apa adanya
+++
La memandangi langit-langit kamarnya. Tembang itu serasa mengoyak-ngoyak perasaannya. Mencabik-cabik ruang batinnya. Menghandirkan kesenduan.
Senandung yang memunculkan kembali senyum Ra. Wajahnya. Gesturnya. Kata-katanya. La seperti melihat Ra di sudut kamar. Duduk di sofa putih. Membuang pandang ke luar jendela. Membiarkan wajahnya diserbu angin sore yang semilir.
"Aku kangen kamu, Ra." Bisik Ra pada dirinya sendiri. "Aku ingin menghabiskan sore denganmu. Mungkin sambil menikmati semangkuk es krim atau sekadar mengantarkan senja pulang."
La melihat Ra seperti berkelana jauh. Matanya memandang lurus ke depan. Tubuhnya tak sedikit pun bergerak. "Apa yang kau pandangi, Ra?"
La meraba lehernya. Kedua pangkal lengannya. Tubuhnya terasa hangat. Disertai nyeri yang menusuk-nusuk. Ia merasa seperti ada air mendidih di tubuhnya yang mengirim uap panas ke seluruh peredaran darah.
Di atas meja rindu itu hilang
Dalam kata-kata
Sebentar lagi kita saling lupa
Kita menjelma pagi dingin
Yang dipayungi kabut
Tak bisa lagi bercerita
Apa adanya
Lirik itu kembali memenuhi rongga-rongga di pendengarannya. Mengusik tubuhnya yang terasa begitu berat.[]
Posted from my blog with SteemPress : https://senaraicinta.com/2018/12/30/la-dan-ra/
Jangan sampai La dan Ra membuat Ri dan Du bertambah kemayu larut dalam cawan gulana