Menapak Surga di Ijen
Jika dideskripsikan seperti apakah Ijen, buatku, setelah menggenapi usia 25 tahun di Oktober lalu, setelah segelintir tempat di Indonesia ini yang aku kunjungi (dan harus bertambah terus) Ijen adalah tempat yang paling menawan yang pernah aku lihat. Terkesan berlebihan? Memang, pada saat itu, Ijen adalah tempat tertinggi dan terjauh yang pernah saya datangi. Sebagai backpacker amatiran, perjalanan ini sangat penting. Dan apa yang aku lihat pun berpuluh kali lipat pula pentingnya.
Perjalanan yang memakan waktu setengah hari melewati kebun-kebun, melintasi hutan lewat jalan yang parah namun pemandangan yang indah di sekeliling, menginap semalam di Catimore Homestay lalu pada subuhnya harus bangun dan memaksakan diri untuk sarapan. Perjalanan panjang sebelumnya yang seharusnya menguras habis tenagaku namun kekuatan tubuh tetap maksimal untuk bangun pada subuh yang dingin itu .
Dari Balawan yang masih sangat gelap, kami bergerak menuju Ijen. Walaupun tubuh masih menginginkan diri berbaring lebih lama di kasur tapi mata tak berhenti nyalang melihat suasana subuh di luar mobil. Semakin jauh dari perumahan perkebunan, gelap mulai terangkat. Pohon-pohon kopi digantikan dengan semak belukar dan pohon cemara. Rumput-rumput jarum yang basah berembun. Bukit-bukit dengan cahaya jingga di atasnya. Semak-semak yang rantingnya patah dan mengeluarkan aroma khas. Sekali-kali tercium aroma belerang terbawa angin. Sebuah sungai berwarna hijau kebiruan mengalir deras di bawah jembatan kecil yang kami lewati. Pohon-pohon dan semak-semak yang basah dan udara yang dingin. Dipikiranku terus mengulang-ulang meyakinkan 'kita sedang di surga!'. Ini indah sekali. Semuanya indah. Batu sungai, pohon, daun-daun, lereng bukit, jembatan, rinai gerimis, semak perdu dan ilalang, pohon mati, semua! Aku begitu merasa diberkati pagi itu. :)
Pukul 5 pagi, kami tiba paltuding. Yaitu pos terakhir sebelum naik ke Ijen. Di area ini dilengkapi fasilitas mushala, toilet, penginapan dan warung dan beberapa bangunan yang digunakan untuk pos jaga. Walaupun ada penginapan yang bisa disewa, ada juga yang nekat tidur di dalam mobil. Bayangkan seberapa dinginnya ketika malam dan pagi di sini dan di dalam mobil pula. Memang kebanyakan yang datang ke sini adalah para backpacker. Jadi mesti nekad demi irit. :D
Sebuah tips sebelum melakukan pendakian. Lakukanlah pemanasan sederhana untuk menghindari kram pada betis karena perjalanan menuju Ijen sangat berat meskipun jalan setapaknya bagus dan bersih. Perjalanan naik ke atas ditempuh kurang lebih 2 jam dengan kondisi jalan tanah yang terus menanjak, lurus dan berkelok-kelok. Udara menipis dan dingin.
Ada beberapa tempat peristirahatan khusus para pengangkut belerang. Ini dapat kita lihat di pinggir ujung kelokan yang bertaburan serpihan-serpihan belerang. Biasanya ada dua batu yang lebih tinggi untuk menyangga kedua bakul yang mereka pikul. Dengan berat beban 90 s/d 120 kg berupa bongkahan-bongkahan belerang dan menempuh jarak 3 km dari kawah ke paltuding, tidak heran ada banyak sekali tempat peristirahatan mereka di sepanjang jalan ini. Lebih miris, kebanyakan dari para pengangkut belerang ini sudah tua-tua.
[slideshow]
Semakin jauh dan semakin tinggi kita mendaki semakin indah pemandangan. Suka lupa kalau di sebelah kanan jalan adalah jurang yang sangat dalam. Namun di sisi ini pula terbentang panorama indah dengan gunung dan lereng yang hijau. Semakin mendekati puncak kawah, pohon-pohon semakin sedikit. Ketika kami hampir sampai di puncak kaldera, matahari sudah meninggi dan mengintip dari balik gunung di sisi lain kaldera. Sungguh pagi yang menakjubkan dari ketinggian 2.368 mdpl ini. Asap mengepul dari sisi dinding dan guratan-guratannya yang berwarna putih seperti ribuan anak sungai yang mengering. Seluruh dasar kaldera tak terlihat sama sekali karena ditutupi asap. Seiring langkah hati-hati kaki kami, asap menyingkir seperti memberi jalan dan mengucap salam. Selamat datang di Kawah Ijen. :)
Posted from my blog with SteemPress : https://hananan.com/menapak-surga-di-ijen/