All iz Well dan Cara Pemerintah Kita Merespons Corona
~ All iz well make you happy, so sweet and tenderly
Saya tiba-tiba teringat 3 Idiots, sebuah film India yang dirilis pada Desember 2009 itu. Pastilah tahu, itu kan film terkenal.
Kalau masih tidak tahu, silakan googling dulu. Saya tunggu 4 menit, jadi baca saja di Wikipedia, jangan buka Youtube dan menonton. Lama, nanti kamu keasikan nari-nari India dan nggak baca lagi tulisan ini.
Anggap saja sudah 4 menit.
Ringkasnya, lihat satu scene yang diperankan oleh Aamir Khan, R. Madhavan dan Sharman Joshi tersebut. Sambil merangkai drone di kamar asrama, Aamir yang berperan sebagai Ranchodas Chanchad bercerita kepada kedua temannya soal penjaga malam di kampungnya yang selalu berteriak “all iz well” alias semua akan baik-baik saja.
Suatu hari ada pencurian di kampung. Belakangan diketahui peronda tersebut ternyata rabun. Beberapa hari setelah kejadian tersebut pun, peronda tetap bekerja dan berteriak “all iz well” dan orang-orang (bisa) tidur dengan nyenyak.
Saat masalah menerpa hidupmu, katakanlah dengan yakin pada diri sendiri sambil menepuk dada, “All iz well, all iz well.”
Pesan yang disampaikan Rancho saat teman-temannya merasa takut dan gelisah ini yang saya lakukan saat membaca berita mengenai dua pasien suspect Corona di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) pada Kamis, 12 Februari 2020.
Ini adalah masalah besar, apalagi setelah diumumkannya Corona sebagai pandemi atau wabah yang berjangkit serempak di mana-mana.
Apa itu Corona? Oh pertanyaan ini tampaknya bolehlah kita skip karena hampir semua orang sudah tahu. Corona yang sedang kita bincang bukanlah varian mobil pabrikan Toyota Astra Motor yang pertama kali di-launching pada 1957.
Yang saya maksud adalah Corona alias Covid-19, Bree. Ini nama virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan.
Meskipun hingga Sabtu, 14 Maret 2020, diberitakan bahwa kedua suspect corona tersebut telah dipulangkan, bukan berarti Aceh “aman” dari ancaman Corona.
Sebab menurut data dari Global Cases by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University (JHU) yang diakses pada 14 Maret, ada 69 kasus terinfeksi Convid-19 yang terkonfirmasi di Indonesia.
Jika saat ini belum ada konfirmasi mengenai adanya penderita positif Corona di Aceh, bukan berarti kita tidak mungkin tertular. Tolong kalimat ini jangan dilihat dari kacamata hoax tapi ini adalah bentuk kekhawatiran saya sebagai warga negara yang baik dan berbudi.
Menyoal upaya pemerintah kita terhadap wabah ini tentu amat mengecewakan. Saat negara lain membuat kebijakan yang berupaya mencegah penularan atau bertambahnya jumlah penderita virus Convid-19, kita malah santai macam di pantai.
Jiran kita Singapore mempekerjakan tentara untuk mengepak masker lalu membagikannya secara gratis. Saudi Arabia membatasi salat Jumat tidak lebih dari 15 menit demi mengurangi kuantitas orang berkumpul.
Di Jakarta, presiden kita yang agung, Joko Widodo, sebaliknya justru membuka ruang seluas-luasnya menggiatkan pariwisata Indonesia dengan memberikan diskon insentif baik bagi wisatawan mancanegara maupun domestik.
Bukan main, sebuah terobosan yang maha dahsyat.
Dan hingga hari ini, di media sosial bertebaran para buzzeRp yang berjuang mati-matian membela terobosan tersebut. Mereka, para buzzeRp tersebut dengan segenap upaya melawan Corona dengan tagar-tagar.
Lalu, di sebelah mereka muncul kakak dan abang mantan aktivis yang kini hidup enak bersama pemerintah, membahas Corona dengan liur politik mereka. Dahsyat bukan? Sebuah wabah mematikan yang menjadi pandemi global tetap dilihat dari kacamata politik.
All iz well!
Sudahlah, menggunjing Jakarta sebagai representative Pemerintah Indonesia tampaknya terlalu jauh. Namun, rupanya pemerintah kita tidak kalah gagapnya.
Adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi yang benar, ini merupakan hak masyarakat. Tak terkecuali dalam kasus ini.
Namun, apa yang terjadi? Jumat kemarin, dalam pemberitaan media dikabarkan mengenai suspect Corona di RSUDZA.
Pertanyaannya, apakah masyarakat mengerti apa itu suspect? Hingga ada kabar burung terbang di media sosial yang mengatakan bahwa ada pasien positif Corona.
Hal ini menimbulkan kepanikan. Eh, saat hendak dihubungi pun, nomer telepon tanggap Covid-19 di RSUDZA pun tak dapat tersambung.
Pada Sabtu, 14 Maret 2020, ada dua kabar. Pertama, mengenai kedua orang pasien suspect Corona sudah dipulangkan. Kedua, adanya pasien Corona adalah kabar bohong semata.
Pertanyaannya, apakah kabar ini sampai ke masyarakat?
Sebagai orang awam saya sungguh heran. Saat penipuan, pinjaman online, promo kartu seluler dan diskon restoran cepat saji bisa mengirimkan kita sebuah pesan singkat (sms), mengapa pemerintah tidak bisa?
Sebuah pesan singkat menangkal berita hoax mengenai penderita Corona. Sebuah pesan singkat tentang apa upaya preventif yang dapat dilakukan oleh individu secara mandiri.
Hanya sebuah pesan singkat, untuk menjangkau seluruh masyarakat Aceh baik yang masih menggunakan telepon genggam non Android maupun mereka yang tidak membaca koran serta yang kehabisan paket data.
Sebuah pesan singkat agar masyarakat tidak menduga-duga. Janganlah sampai respons pemerintah kita seperti polisi di film India: tiba saat anak muda sudah hampir mati dan Tuan Takur masih melenggang manja dikelilingi para cecunguknya.
Melihat kenyataan ini (terhadap antisipasi Corona, bukan Tuan Takurnya) sekali lagi tangan saya mengelus jantung. All iz well. Tentu saja kalimat ini tidak mampu meredakan pandemi Corona. Namun, setidaknya hatimu mendapat suntikan harapan dan (tak lupa) berdoa agar wabah ini segera berlalu.
Posted from my blog with SteemPress : https://breedie.com/cara-pemerintah-merespon-corona/