Ketika Manusia Anti Teori
Dalam pergaulan sehari-hari dalam berinteraksi sering beberapa kawan menyela pembicaraan " kamu banyak sekali teori". Atau kalimat lainnya " yang penting hasil tak perlu teori".
Saya ingin mengajak kita semua bermain-main menelusuri mengapa sampai lahir teori.
Dari berbagai refrensi yang saya telusuri bahwa dari dulu ada beberapa orang cerdas dan orang jeli yang gemar menuliskan fenomena apapun yang ia temui.
Apapun hal yang menarik baginya ia tulis dengan teratur dan sistematis. Hal tersebut berlangsung dari fenomena alam atau bahkan kegiatan yang dilakukan manusia.
Sederhananya misalnya ada seorang petani yang selalu dengan gemilang menghasilkan katakanlah cabai dengan hasil yang fantastis. Jarang sekali ia gagal bahkan penyakit saja jarang terdengar menghinggapi tanamannya tersebut. Kabar ini tersiar hingga keseluruh penjuru negeri.
Tak disangka ada seorang pekerja yang dengan detil mencatat setiap tahap yang dilakukan. Dari pemilihan bibit, pemupukan, pemilihan bulan tanam hingga arah angin.
Puas dengan catatannya tersebut lalu ia bagikanlah catatan tersebut ke sejumlah petani. Petani yang mengikutinya metode tersebutpun berhasil menikmati hasil yang sama. Hingga pada suatu saat buku catatan tersebut digelari sebagai "teori menanam cabai".
Ingatkah anda bahwa Socrates tidak akan dikenal luas andai saya Plato tidak mencatat nasihat dan kata-kata bijaknya. Ya, Plato punya andil besar di balik nama besar seorang Socrates.
Lalu mengapa kemudian sampai ada yang mengingkari teori itu ? Baik kita lanjutkan kisah teori cabai tadi.
Tersohornya kabar teori cabai ini tersiar hingga keseluruh negeri. Hingga petani yang pesisir pun penasaran mencoba kedahsyatan teori itu.
Namun ternyata keberuntungan tidak memihak pada mereka. Penasaran dengan masyhurnya teori tersebut mereka mengulangnya hingga berkali-kali. Namun memang tak jodoh.
Tanpa diperintah mulailah petani pesisir menghujat. Sumpah serapah pun tak terbendung. Hingga sakit hati merasa tertipupun tak terhindari.
Mari kita telisik. Teori cabai lahir dari daerah pegunungan yang kadar air cukup dan kelembaban udara yang rapat. Kadar humus tanah mampu menopang pertumbuhan cabai.
Lalu ditanam oleh petani pesisir cuaca cenderung panas, kelembaban udara yang rendah. Struktur tanah yang berbeda membuat cabai tak mampu memuaskan sang petani.
Kawan, bila kita pernah menginjakkan ke jenjang perguruan tinggi maka pada akhirnya masa belajar kita dihadapkan pada tugas menulis. Dimana pada tugas menulis itu kita dituntut membangun suatu asumsi yang beredar di alam baik sains maupun sosial. Untuk kemudian dicarikan jalan keluar atau pun sebab bila itu berupa masalah.
Penulis akan digiring untuk mengumpulkan sejumlah teori yang "mendukung" sekali lagi yang "mendukung". Dari sejumlah teori yang beredar penulis juga harus mampu menyaring teori yang terbaru dan jelas asal mulanya. Ini kuncinya kawan.
Melihat kasus cabai di atas petani pesisir hanya mengambil sisi keberhasilannya saja. Mereka tidak menghiraukan darimana asal usul dan sebab musabab teori itu lahir. Kisah ini lazim terjadi dalam keseharian masyarakat kita. Jastifikasi menjadi hal yang ringan padahal sejatinya perlu proses yang tidak gampang.
Ketika demikian maka tabayunlah jalan keluar yang arif. Seringlah merenung tentang apa yang kita kerjakan dan kita katakan.
Sesungguhnya sebuah pabrik akan mendampingi sebuah produknya dengan buku pedoman penggunaan atau manual book. Buku ini akan sangat cocok karena melewati proses pracipta dan rekayasa produk. Segala pantangan yang dianjurkan niscaya akan membawa ke arah kerusakan bahkan kehancuran.
Andai boleh mengumpamakan bila manusia ini adalah produk maka Maha Produsennya Allah SWT telah mendampinginya dengan manual book yaitu Al Qur'an.
Maka siapa saja yang menolaknya sama dengan rindu akan kehancuran. Bukan saja sebagai panduan namun Qur'an juga adalah "The Grand Theory" yang akan sesuai dipakai dimana saja kapan saja. Untuk hal yang satu ini jangan coba-coba untuk menjadi pribadi yang anti teori.
Terima kasih telah singgah dan membaca di blog saya yang sederhana ini. Bila berkenan silahkan vote, resteem, dan tinggalkan komentar.
Posted from my blog with SteemPress : https://malas-nulis.000webhostapp.com/2018/06/ketika-manusia-anti-teori
Congratulation!!!!!
This post receive an upvote from Community Coalition. Keep making quality posts and get chosen on the next cycle.
@sevenfingers @steemph-antipolo @arabsteem @tryardim
jelas barang nyoe, dicoh lee steempres..
Hana tatupat preh di stempres nyan na saboh teuh ka lhee uro me adee Hana teuka
han ek kupike Lon droen, bak dempue raneuh ahli
Ahli teori, but tan. Pane kumah lagee nyan
Mungkin petani pesisir, lupa membaca Notes di akhir teori tersebut.
Yang berisi Tidak CUCOK untuk daerah pesisir dan don't do it at home.
Alquran pedoman kehidupan.
Kadang teori tanpa praktek itupun tak memunculkan apaapa, namun teori tetap ha penting. Teori lain bisa berubah seiring zaman, tapi, Alquran selalu bisa dipakai disetiap masa, karena kitab suci ini adalah pedoman kehidupan.
Jroh aduen
Orang yang tidak menyukai teori hampir sama dengan yang malas membaca
Mantap tulisannya bang..
Terkadang juga orang yang anti teori ini pribadinya itu adalah orang yang tidak suka menelaah lebih lanjut tentang sesuatu yang dikerjakannya. Mereka tidak mau ribet, dan cuma fokus kepada hasil akhirnya saja seperti yang bg Rully katakan.
Makasih rakan sudah singgah
Sepertinya lagi-lagi Aini setuju dengan teori @bangrully. Konon eksperimen2 para saintis pun bertahap dimulakan dengan menulis hipotesa2 secara detail. Ada juga, sih yang hantam kromo, tapi hasilnya biasanya berbeda dengan yang tertib terorganisir.
Ah, walau dibilang cuma berteori, yakinlah akan ada yang berhasil bereksperimen berangkat dari teori tadi.
Ahaaa makasih sudah singgah mom, senang sekali dikunjungi anda
Congratulations You Got Upvote
& Your Content Also Will Got Curation From
Tulisan ringan dan syarat makna Bang..
Terima kasih sdh berbagi