tempat wisata di aceh
assalamualaikum ini kami dari aceh ingin memperkenalkan beberapa tempat wisata di aceh semoga bermafaar utuk anda semua
our assalamualaikum from aceh want to introduce some of the tourist attractions in aceh hopefully bermukaar utuk anda all
ang satu ini sayang untuk dilewatkan. Air Terjun Blang Kolam terletak di Desa Sidomulyo, Aceh Utara dan bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dari Lhokseumawe.
Di sini, Anda bisa melihat air terjun kembar dengan tinggi 75 meter yang dikelilingi oleh pepohonan rindang. Di sekitar air terjun, ada banyak orang yang bermain air, berendam di kolam tampungan air terjun atau sekedar bersantai di tepiannya. Jika Anda ingin merasakan pengalaman yang berbeda, coba datang dengan membawa perlengakapan berkemah Anda. Di Air Terjun Blang Kolam ini, Anda bisa berkemah dan menikmati alam bebas dengan tarif 5.000 Rupiah per orang.
Here, you can see twin waterfalls with a height of 75 meters surrounded by shady trees. Around the waterfall, there are many people who play water, soak in a pool of waterfalls or just relax on the edge. If you want to experience a different experience, try to come with your camping equipment. In Blang Pond Waterfall, you can camp and enjoy the wild at a rate of 5,000 Rupiah per person.
Masjid yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 ini telah menjadi ikon Aceh. Bangunan utama masjid berwarna putih dengan kubah hitam besar dikelilingi oleh tujuh menara. Kesan megah semakin terasa dengan adanya kolam besar dan pancuran air di bagian depan masjid yang mengingatkan pada Taj Mahal di India.
Masjid ini menjadi tempat wisata religi di Aceh yang banyak dikunjungi karena keindahannya. Situs Huffington Post memasukkan Masjid Raya Baiturrahman ke dalam daftar 100 masjid terindah di dunia, bahkan Yahoo! menyebut masjid ini sebagai salah satu dari 10 masjid terindah di dunia. Hal ini tentu saja semakin membuat bangga warga Aceh dan Indonesia.
Jika ingin membeli suvenir, Anda bisa datang ke Pasar Aceh yang terletak di belakang masjid. Setelah puas berkeliling, Anda bisa berwisata kuliner karena ada banyak penjual makanan di pasar ini.
The mosque built by Sultan Iskandar Muda in 1612 has become an icon of Aceh. The main building of the mosque is white with a large black dome surrounded by seven towers. The impression is more pronounced with the existence of a large pool and a water fountain at the front of the mosque that reminiscent of the Taj Mahal in India.
This mosque became a religious tourism place in Aceh which is visited for its beauty. The Huffington Post site includes the Baiturrahman Great Mosque in the list of 100 most beautiful mosques in the world, even Yahoo! called this mosque as one of the 10 most beautiful mosques in the world. This is of course increasingly making people proud of Aceh and Indonesia.
If you want to buy a souvenir, you can come to Pasar Aceh located behind the mosque. Once satisfied around, you can travel culinary because there are many food vendors in this market.
Bagi anda yang ingin mengetahui seperti apa tsunami kala itu di Aceh bisa mengunjungi Museum Tsunami. Museum ini dibangun untuk selalu mengingat peristiwa yang memilukan tersebut. Tsunami yang terjadi pada tahun 2004 menimbulkan kedukaan bagi Indonesia. Banyak orang menjadi korban saat tsunami ini terjadi. Duka yang mendalam dirasakan bagi warga Aceh yang kehilangan anggota keluarganya.
Untuk melakukan penghormatan dan mengenang korban maupun peristiwa tersebut pemerintah Aceh membangun Museum Tsunami. Letak Museum Tsunami ini ada di Jalan Sultan Iskandar muda dan didirikan pada tahun 2009.
For those of you who want to know what kind of tsunami at that time in Aceh can visit the Tsunami Museum. This museum was built to always remember the heartbreaking events. The tsunami that occurred in 2004 caused grief for Indonesia. Many people became victims when the tsunami occurred. Deep grief is felt for the Acehnese who lost their family members.
To honor and remember the victims and the incident the Aceh government built the Tsunami Museum. The location of this Tsunami Museum is on Jalan Sultan Iskandar and was established in 2009.
Lorong tsunami. Saat memasuki museum ini anda akan melewati lorong yang disertai dengan suara gemuruh air dan kucuran air yang mengingatkan tentang datangnya tsunami kala itu. Cahaya di lorong museum tsunami remang dan juga gelap, lorong itu juga sembab. Lorong itu disebut dengan space of fear yang menggambarkan ketakutan dari masyarakat Aceh ketika tsunami datang.
Ruang kenangan. Setelah melewati lorong, wisatawan akan menuju ruang kenangan. Ruangan ini terdapat 26 monitor yang menjadi lambang bahwa kejadian tsunami itu terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Setiap monitor akan menampilkan foto dan gambar orang yang menjadi korban dari tsunami. Tampilan dan gambar tersebut akan disajikan di dalam monitor dalam bentuk slide.
Sumur doa. Setelah ruang kenangan dilalui, pengunjung akan menemukan ruang sumur doa. Ruangan ini memiliki bentuk silinder dan cahayanya remang. Tinggi dari ruangan itu 30 meter dan ada 2 ribu lebih nama yang menjadi korban dari bencana tsunami. Nama itu tertulis dan tertera dalam setiap dinding sumur doa tersebut. Filosofi dari ruang ini adalah kuburan masal yang ada setelah tsunami. Pengunjung yang masuk ke ruangan ini dianjurkan untuk berdoa sesuai dengan agama yang dianutnya.
Tsunami aisle. Upon entering this museum you will pass the aisle accompanied by the roar of water and running water reminiscent of the arrival of the tsunami at that time. The light in the museum hall was dimly lit and also dark, the hallway was also swollen. The aisle is called the space of fear that depicts the fear of the people of Aceh when the tsunami comes.
Memory room. After passing through the hallway, tourists will go to the memories room. This room has 26 monitors that symbolize that the tsunami occurred on December 26, 2004. Each monitor will display photos and pictures of people affected by the tsunami. The display and the image will be presented inside the monitor in the form of a slide.
The well of prayer. Once the memorable room is passed, visitors will find a prayer well room. This room has a cylindrical shape and gloomy light. The height of the room is 30 meters and there are 2 thousand more names that are victims of the tsunami disaster. The name is written and written on every wall of the prayer well. The philosophy of this space is the mass grave that existed after the tsunami. Visitors who enter this room are encouraged to pray according to their religion.
Tempat wisata yang ada di Banda Aceh seolah tiada habisnya untuk dikunjungi. Daerah ini menawarkan banyak sekali objek wisata sehingga Banda Aceh kian ramai dituju wisatawan. Namun pernahkan kamu melihat ada sebuah kapal yang terdampar di atas rumah? Ya, kamu bisa melihatnya di Banda Aceh, tempat ini bernama Kapal Lampulo.
Kapal Lampulo ini memang merupakan tempat wisata unik dan lain dari pada yang lain. Bahkan mungkin tidak ditemukan objek wisata seperti yang ada di Banda Aceh ini. Sebuah kapal tersangkut diatas rumah ini menjadi saksi bisu akan tragedi tsunami yang melanda Aceh pada 2004 lalu. Seiring dengan berjalannya waktu, kapal tersebut diabadikan menjadi situs wisata sejarah yang cukup menarik perhatian dari wisataawan.
Tourist attractions in Banda Aceh seem endless to visit. This area offers a lot of tourist attractions so Banda Aceh increasingly crowded tourists. But have you ever seen a ship stranded over the house? Yes, you can see it in Banda Aceh, this place is called Lampulo Ship.
Lampulo ship is indeed a unique and other attractions than others. There may not even be found a tourist attraction like the one in Banda Aceh. A ship stuck on the house is a silent witness to the tsunami tragedy that struck Aceh in 2004. Over time, the ship is immortalized into a historical tourist site that attracts the attention of wisataawan.Kapal Lampulo has a length of about 25 meters and weighing up to 65 tons. Actually in addition to this ship, there are still boats and other boats are dragged strong tsunami waves like Floating Vessels PLTD. But the attraction for tourists, lies in the ship that seemed to stuck above the house owned by residents.
After Aceh recovered, the local government also took the initiative to renovate and build this place into a historical tourist site. Lampulo Ship Site was also restored, and built several facilities to provide comfort for the tourists. In this Lampulo ship, can still be found debris from the homes of residents who were destroyed by the tsunami of Aceh. His condition was still preserved and unchanged from the original form. Tourists can see there is still a living room, bedroom, kitchen and bathroom just below the ship.
Museum Rumah Cut Nyak Dhien merupakan museum yang dulu merupakan tempat tinggal Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar, terdapat beberapa koleksi seperti rencong dan parang.
Selain dikenal memiliki pesona wisata alam yang memukau, Aceh juga merupakan provinsi yang memiliki sejarah panjang. Provinsi yang terletak di ujung pulau Sumatra ini melahirkan banyak pahlawan nasional yang turut berperang melawan penjajahan Belanda. Tak heran jika di daerah ini dapat dijumpai beberapa tempat wisata sejarah seperti Museum Rumah Cut Nyak Dhien.
Museum Rumah Cut Nyak Dhien merupakan museum yang akan mengingatkan sejenak dengan pahlawan wanita berhati baja ini. Srikandi Indonesia ini memang dikenal memiliki pendirian yang teguh serta gagah berani dalam memimpin pasukan untuk melawan Belanda. Di museum tersebut, wisatawan bisa melihat senjata-senjata seperti rencong yang dulu digunakan oleh beliau.
Museum Rumah Cut Nyak Dhien
Secara administratif, museum ini terletak pada Desa Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Untuk mencapai Museum Rumah Cut Nyak Dhien, wisatawan setidaknya harus menempuh jarak kurang lebih 10 kilometer atau melakukan perjalanan selama 20 menit dari Kota Banda Aceh.
Letaknya yang berada tepat di pinggir jalan raya, juga menjadikan wisatawan mudah untuk menemukan lokasi dari Museum Rumah Cut Nyak Dhien ini. Wisatawan bisa menggunakan kendaraan pribadi layaknya mobil atau motor, dan juga tersedia kendaraan umum yang bisa dimanfaatkan oleh wisatawan. Kondisi jalan dari Banda Aceh menuju ke Kecamatan Peukan Bada juga terbilang sangat baik dan teraspal.
Sejarah Museum Rumah Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien lahir pada tahun 1848 dari keturunan bangsawan bernama Teuku Nanta Seutia dan ibunya bernama Uleebalang Lampageu. Sejak kecil Cut Nyak Dhien telah dikenalkan oleh orangtuanya dengan agama, sehingga beliau tumbuh menjadi perempuan yang patuh akan ajaran-ajaran agama Islam.
Ketika usianya 12 tahun, Cut Nyak Dhien telah dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim lamnga. Namun sayangnya pernikahan tersebut tak berlangsung lama, karena Teuku Cek Ibrahim Lamnga meninggal saat berjuang melawan Belanda. Tewasnya sang suami menjadikan Cut Nyak Dhien sangat marah kepada pihak Belanda dan berjanji akan menghancurkan Belanda sampai tuntas.
Selang beberapa lama, Cut Nyak Dhien dilamar oleh Teuku Umar yang kala itu merupakan seorang tokoh yang juga berjuang melawan Belanda. Awalnya, lamaran tersebut ditolak oleh beliau, namun karena Teuku Umar mengizinkan Cut Nyak Dhien bertempur melawan penjajah lamarannya pun akahirnya diterima.
Bersama Teuku Umar, pernikahan Cut Nyak Dhien dikaruniai seorang anak bernama Cut Gambang. Teuku Umar sendiri akhirnya juga wafat dalam penyerangan Meulaboh pada 11 Februari 1899. Sedangkan Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 dalam pengasingan di Sumedang, Jawa Barat.
Dalam perjuangan Teuku Umar bersama Cut Nyak Dhien, sempat diwarnai dengan pembelotan Teuku Umar kepada pihak Belanda. Aksi tersebut menuai banyak tentangan dari rakyat yang menganggap Teuku Umar telah berkhianat. Padahal, ini merupakan strategi Teuku Umar agar bisa mengakses persenjataan Belanda.
Karena Belanda menganggap Teuku Umar berada dipihaknya, Belanda menghadiahkan sebuah rumah kepada Teuku Umar. Itulah rumah yang kini menjadi Museum Rumah Cut Nyak Dhien. Namun bangunan yang kini bisa dilihat merupakan replika dari banguan yang dibuat menyerupai aslinya.
Rumah tersebut konon telah dibakar sampai habis oleh Belanda yang mengetahui bahwa Teuku Umar hanya berpura-pura pada tahun 1896. Rumah tersebut dibangun kembali oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta diresmikan oleh Fuad Hasan yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1987.
Pesona Museum Rumah Cut Nyak Dhien
Ketika tiba di lokasi Museum Rumah Cut Nyak Dhien wisatawan akan bisa melihat adanya sumur yang sangat tinggi di depan pintu utama. Sumur tersebut memang sengaja dibuat dengan ketinggian mencapai dua meter agar pihak Belanda tak bisa meracuni air yang ada didalam sumur.
Seperti layaknya rumah adat Aceh pada umumnya, desain Museum Rumah Cut Nyak Dhien ini juga memiliki bentuk yang hampir sama. Berbentuk rumah panggung dengan ukuran 25 meter x 17 meter serta memiliki 65 tiang kayu peyangga. Pintu utama, memiliki ukuran yang cukup kecil sehingga wisatawan harus membungkuk untuk masuk ke rumah tersebut.
Museum Rumah Cut Nyak Dhien
Ketika telah memasuki rumah, akan terasa suasana yang sejuk dan asri. Dinding-dinding ruangan terbuat dari papan-papan kayu, serta atap dihiasi dengan pelepah daun kelapa tua. Ruangan didalam Museum Rumah Cut Nyak Dhien ini tergolong luas dan juga terdapat banyak pintu yang menghubungkan ruangan satu dengan ruangan yang lainnya.
Pada dinding ruangan, wisatawan bisa melihat silsilah keturunan dari pahlawan wanita Indonesia tersebut. Selain itu terdapat pula koleksi yang menggambarkan pada masa Perang Aceh. Wisatawan tak perlu khawatir, karena terdapat penjelasan di bawah setiap pajangan yang ada di museum ini.
Memasuki ruang lain pada museum, terdapat koleksi kursi-kursi kayu dengan ukiran khas Jepara yang terpajang rapi. Di tengah deretan kursi tersebut terdapat meja yang diperkirakan dulu merupakan tempat bagi para tokoh-tokoh Aceh untuk berunding menentukan strategi berperang. Di ruangan tersebut juga bisa ditemukan koleksi senjata yang digunakan Cut Nyak Dhien yaitu rencong dan parang.
Pada Museum Rumah Cut Nyak Dhien ini wisatawan juga bisa melihat kamar yang dulu digunakan oleh Cut Nyak Dhien. Walaupun hanya replika, namun desain kamar tersebut dibuat mirip dengan yang asli tanpa mengurangi atau menambah detail yang ada. Kamar ini dihiasi oleh tirai berwarna kuning seperti layaknya kamar miliki raja-raja.
Jika berwisata di Museum Rumah Cut Nyak Dhien, wisatawan tak perlu bingung karena disini ada seorang penjaga yang siap mengantarkan wisatawan untuk melihat museum tersebut. Dengan sabar, pemandu akan menjelaskan cerita dan sejarah yang terkandung dalam koleksi-koleksi museum ini.
Fasilitas Museum Rumah Cut Nyak Dhien
Fasilitas yang tersedia di Museum Rumah Cut Nyak Dhien ini terbilang cukup lengkap. Terdapat lahan parkir luas yang bisa digunakan wisatawan memarkir mobil, dan juga terdapat toilet. Selain itu, juga ada pemandu yang selalu ramah pada wisatawan yang ingin lebih mengetahui sejarah tentang Cut Nyak Dhien.
Jika wisatawan muslim dan ingin melakukan ibadah sholat, terdapat beberapa masjid yang bisa digunakan disekitar lokasi museum. Setelah berwisata di museum, wisatawan juga bisa berwisata kuliner dengan menikmati kopi khas Aceh yang disediakan warung-warung sederhana disekitar lokasi.
Baca Juga: Gunung Seulawah Agam, Spot Pendakian Terbaik di Aceh
Selain itu, disekitar jalan raya dekat Museum Rumah Cut Nyak Dhien wisatawan juga bisa berburu oleh-oleh camilan khas Aceh. Terdapat beberapa toko kue yang menjajakan kue khas Aceh seperti Bhoi, Timphan, Dodol, Keukarah, Adee dan masih banyak lagi.
Berkunjung ke museum tak hanya memberikan pengalaman berwisata tetapi juga pendidikan tentang sejarah. Berikut aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan wisatawan ketika berkunjung ke Museum Rumah Cut Nyak Dhien ini.
Wisata Sejarah
Jika kamu seorang pecinta wisata sejarah, maka Museum Rumah Cut Nyak Dhien ini patut menjadi destinasi wisatamu ketika berada di Aceh. Ingatanmu akan disegarkan kembali dengan salah satu pahlawan wanita terbaik yang dimiliki oleh Indonesia.
Di museum ini kamu bisa melihat berbagai koleksi seperti senjata rencong dan parang yang digunakan oleh Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Selain itu, kamu juga bisa melihat berbagai koleksi yang menggambarkan peristiwa Perang Aceh.
Cut Nyak Dhien House Museum is a museum that used to be the residence of Cut Nyak Dhien and Teuku Umar, there are several collections such as rencong and machetes.
Besides known to have the charm of nature tourism is fascinating, Aceh is also a province that has a long history. The province, located on the tip of the island of Sumatra, gave birth to many national heroes who fought against the Dutch colonialism. No wonder if in this area can be found some historical sights such as Cut Nyak Dhien House Museum.
Cut Nyak Dhien House Museum is a museum that will remind you for a moment with this steel-hearted heroine. Srikandi Indonesia is indeed known to have a firm stand and brave in leading the troops to fight the Dutch. In the museum, tourists can see weapons such as rencong used by him.
Cut Nyak Dhien House Museum
Administratively, this museum is located in Lampisang Village, Peukan Bada Subdistrict, Aceh Besar District, Aceh Province. To reach Rumah Cut Nyak Dhien Museum, tourists must travel at least 10 kilometers or travel for 20 minutes from Banda Aceh City.
Located right on the edge of the highway, also makes it easy for tourists to find the location of this Cut Nyak Dhien House Museum. Tourists can use private vehicles like cars or motorcycles, and also available public vehicles that can be utilized by tourists. The road condition from Banda Aceh to the Peukan Bada Sub-district is also very good and paved.
History of Cut Nyak Dhien House Museum
Cut Nyak Dhien was born in 1848 from a noble descendant named Teuku Nanta Seutia and his mother was named Uleebalang Lampageu. Since childhood Cut Nyak Dhien has been introduced by his parents with religion, so he grew to be a woman who obedient to the teachings of Islam.
When he was 12 years old, Cut Nyak Dhien was married to Teuku Cek Ibrahim lamnga. But unfortunately the marriage did not last long, because Teuku Cek Ibrahim Lamnga died while fighting against the Dutch. The death of the husband made Cut Nyak Dhien very angry to the Dutch side and promised to destroy the Netherlands completely.
Lapse of some time, Cut Nyak Dhien proposed by Teuku Umar who was then a figure who also fought against the Dutch. Initially, the application was rejected by him, but because Teuku Umar allowed Cut Nyak Dhien to fight against the invaders his application was accepted.
Together with Teuku Umar, Cut Nyak Dhien's marriage was blessed with a child named Cut Gambang. Teuku Umar himself finally died in the Meulaboh assault on February 11, 1899. While Cut Nyak Dhien died on 6 November 1908 in exile in Sumedang, West Java.
In the struggle of Teuku Umar with Cut Nyak Dhien, was colored by defection of Teuku Umar to the Dutch side. The action reaps a lot of opposition from the people who think Teuku Umar has betrayed. In fact, this is a strategy of Teuku Umar in order to access Dutch weaponry.
Because the Dutch thought Teuku Umar was on his side, the Dutch presented a house to Teuku Umar. That is the house that is now a Museum of Cut Nyak Dhien House. But the building that can now be seen is a replica of the building that resembles the original.
The house is said to have been burned to the ground by the Dutch who knew that Teuku Umar only pretended in 1896. The house was rebuilt by the Ministry of Education and Culture and was inaugurated by Fuad Hasan who was then Minister of Education and Culture in 1987.
The facilities available at Cut Nyak Dhien House Museum is quite complete. There is a large parking lot that tourists can park, and there are also toilets. In addition, there is also a guide who is always friendly to tourists who want to know more about the history of Cut Nyak Dhien.
If tourists are Muslims and want to worship prayers, there are several mosques that can be used around the location of the museum. After a tour in the museum, tourists can also enjoy a culinary tour with typical coffee Aceh provided simple stalls around the location.
Also Read: Mount Seulawah Agam, Spot The Best Ascent in Aceh
In addition, around the highway near Cut Nyak Dhien House Museum tourists can also hunt souvenirs typical Aceh snack. There are several cake shops selling Acehnese special cakes such as Bhoi, Timphan, Dodol, Keukarah, Adee and many more.
Visiting the museum not only provides travel experience but also education about history. Here are the activities that tourists can do when visiting this Cut Nyak Dhien House Museum.
Historical Tours
If you are a lover of historical tourism, then Cut Nyak Dhien House Museum is worth your wisatamu destination while in Aceh. Your memory will be refreshed with one of the best female heroes owned by Indonesia.
In this museum you can see various collections such as rencong guns and machetes used by Cut Nyak Dhien and Teuku Umar. In addition, you can also see various collections depicting the events of Aceh War
cukup ini dulu lain kali kami akan menunjukan yang lain lagi ,,,,,, semoga bermamfaat buat anda semua
just this first time next time we will show the other again
,,,,,, hopefully useful for you all