RADIO RIMBA ACEH, DI TAKENGON TINGGAL KENANGAN
Radio Pertama kali yang ada di Aceh pada masa penjajahan Belanda dengan Indonesia, peran Radio Rimba Raya berjasa sangat besar dalam menyebarkan berita tentang kemerdekaan RI. Sejak Agresi Belanda ke-dua, 19 Desember 1948, peranan radio sebagai penyampai berita di tanah air sudah dilakukan oleh Radio Rimba Raya yang beroperasi di tengah hutan raya Gayo.
Pada awalnya, selain mengudara untuk kepentingan umum, para awak radio ini juga melakukan monitor, mengirim berbagai pengumuman dan instruksi penting bagi kegiatan angkatan bersenjata. Siaran Radio Rimba Raya di tengah hutan belantara Aceh Tengah itu, menampilkan lima bahasa, yakni bahasa Inggris, Belanda, Cina, Urdu dan Arab.
Radio ini terus berperan sampai saat pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Pemerintahan Belanda pada 27 Desember 1949 di Jakarta sebagai hasil Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Sebelum ditempatkan di hutan Raya Bener Meriah, Radio Rimba Raya sempat berpindah-pindah untuk memperoleh posisi yang tepat dalam menyiarkan berita-berita dan pesan-pesan perjuangan.
Hanya Sebatas Monumen
Kini Radio Rimba Raya hanya tunggal kenangan. Jalan menuju ke Tugu Radio Rimba Raya di Desa Rimba Raya Kecamatan Timang gajah tidak terurus. Tugu itu kini hanya sebatas monumen bisu dengan loaksi sekelilingnya yang tak terurus.
Butuh perhatian pemerintah untuk melestarikan salah satu tonggak sejarah pending berdirinya republik ini. Sampai kini pembangunan sarana dan prasarana tugu rimba raya masih sangat kurang dengan perawatan seadanya. Ironsnya lagi tugu tersebut tanpa penerangan. Simbol perjuangan kemerdekaan itu kini hanya sebuah tonggak sunyi di belantara gayo.