Inovasi Program Zakat
Satu hal menjadi perhatian kami peserta magang manajemen zakat di DD Jakarta tahun 2004 adalah tempelan kertas di dinding kanto DD: Inovasi Tiada Henti. Saya tidak menanyakan lagi mengapa motto itu harus di tempel hampir semua ruang kerja DD, sebab ketika pelatihan beberapa hari sebelum magang sudah dijelaskan, bahwa salah satu kekuatan marketing zakat adalah inovasi. Dari inovasi akan lahir program yang unik dan disukai publik.
Mangapa kata “inovasi” harus disosialisasikan dan diorientasikan setiap waktu, sehingga lengket di pikiran amil? Karena memang marketing zakat harus diawali dengan inovasi program zakat. Tak mungkin seorang amil merancang program, membuat materi presentasi dan iklan zakat, tanpa memiliki kemampuan melakukan inovasi. Amil mestilah seorang inovator. Dari tahap rekrutmen amil, yang dicari memang seorang yang berpotensi menjadi inovator.
Inovasi dilakukan seorang amil dengan mengoptimalkan fungsi kecerdasan, pengalaman dan kreativitas. Tak mungkin inovasi lahir dari seorang yang kecerdasannya biasa-biasa saja. Ia harus mengasah kecerdasannya dengan membaca, mengikuti seminar atau pelatihan. Kemampuan akademiknya juga harus di atas rata-rata.
Seorang amil dituntut setiap waktu belajar dari pengamalan orang lain, bagaimana lembaga-lembaga serupa melakukan inovasi. Pelajari inovasi yang dilakukan lembaga zakat lain setiap waktu. Hal ini tentu saja kita baca berbagai publikasi lembaga zakat nasional dan internasional. Lazimnya lembaga zakat yang berpengalaman dan memiliki reputasi, ada-ada saja inovasi yang dilakukan dalam bidang penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Amil bisa belajar dari mereka dengan melakukan studi banding, misalnya.
Demikian pula kreativitas seorang amil akan lahir dari debat, diskusi dan banyak membaca. Bisa juga kreatifitas muncul dengan cara memodifikasi inovasi yang dilakukan lembaga zakat lain. Amil tentu saja tidak diharapkan menyontek program pihak lain, sebab tak akan menarik perhatian dan tak mendapat dukungan publik (baca: muzakki), karena tak ada lagi yang khas dari program contekan itu. Dari proses kreativitas itulah akan lahir inovasi; sesuatu yang beda dengan yang lain.
Ketika kami pulang magang dan melanjutkan pekerjaan di Baitul Mal Aceh, kami pun berupaya melakukan inovasi program zakat di Aceh. Kami pelajari ulang program BAZIS (1993-2003), melakukan diskusi program dan “membaca” harapan masyarakat Aceh, bahwa program apa yang cukup diminati masyarakat Aceh. Maka kami sepakati program unggulan ketika itu: zakat produktif, becak motor, beasiswa, fakir uzur dan pelatihan keterampilan.
Sayangnya, motto “inovasi tiada henti”, tak dapat kami terapkan dengan sempurna pada tahun berikutnya, karena setelah tsunami (26/12/2004), Baitul Mal Aceh berada pada masa tansisi, peralihan kepemimpinan dan banyak kayawan baru. Amil yang pernah magang di DD tak bekerja lagi di badan zakat resmi pemerintah ini. Hanya saja, spirit untuk senantiasa melakukan inovasi program tetap diperlukan amil, supaya program pendayagunaan zakat mendapat sambutan positif dari calon muzakki (wajib zakat). Dari sini pula kepercayaan publik akan tumbuh.
Banda Aceh, 23 April 2018
Sayed Muhammad Husen
Semoga cita2 yg belum tercapai dapat segera direalisasikan demi kemaslahatan umat..
bener, setiap generasi amil mesti lakukan inovasi program zakat
karena zakat mensucikan harta, terus berjuang dan berinovasi bapak....
terima kasih,,zakat memberdayakan dan membebaskan fakir miskin