Milad GAM Ke-42 1976-2018
Tanggapan terhadap tindakan pihak keamanan di beberapa kabupaten/kota dalam menyikapi hari milad GAM 4 Desember 2018
Selama 13 tahun perdamaian, Gam telah membuktikan sebagai salah satu pihak yang tetap komit dan fokus merawat perdamaian, GAM terus bertransformasi untuk belajar menerima kenyataan sebagai bagian dari sebuah kesatuan yang sah.
dari segi politik, hukum dan keamanan tidak ada yang bisa diragukan.
Jadi terlalu naif bila pemerintah pusat melarang GAM untuk sekadar merayakan miladnya.
Pihak GAM telah berupaya dengan keras untuk keluar dari konsep awal sebuah gerakan bersenjata, konsep yang pernah menjadi ideologi dan mengakar dalam dada setiap pejuang, hasil tempaan pimpinan GAM diawal-awal perjuangan bersenjata. Tentu bukan pekerjaan mudah meninggalkan sesuatu yang telah berdarah daging.
GAM telah mengorbankan banyak hal yang sangat prinsipil untuk sampai di titik ini, bahkan GAM sebagai salah satu pihak yang bertikai, dengan kesadaran dan sepenuh hati mau melucuti dirinya sendiri demi sebuah perdamaian yang berkelanjutan, tidak ada yang perlu diragukan atas pengorbanan ini.
Sungguh tidak ada alasan bagi pemerintah Indonesia untuk memelihara phobia yang berlebihan terhadap pelaksanaan Milad GAM hanya karena simbol dan secarik bendera.
Bila pemerintah pusat mengakui dan menghargai GAM sebagai mitranya yang sama-sama punya andil besar dalam kesepakatan damai, maka seharusnya persoalan ini tidak perlu dibiarkan tanpa kepastian hukum.
Saya yakin pihak pemerintah pusat percaya pada nilai-nilai sebuah perjanjian dan kekuatannya sendiri untuk meminimalisir kegamangan di kalangan masyarakat disetiap moment-moment penting GAM.
Pemerintah pusat harus mampu melihat setiap persoalan dengan kebijaksanaan sebagai sebuah bangsa yang besar dan berdaulat. Sehingga dengan begitu tidak perlu ada pelarangan pengibaran bendera GAM pada setiap milad tanggal 4 Desember di Aceh, karena Milad GAM justru menjadi terapi mental, pelipur lara sekaligus penawar luka psikologis dikalangan para kombatan dan masyarakat korban konflik.
Saya berfikir, Melarang sesuatu perbedaan yang sudah kita akui secara tertulis, sama dengan penginkaran terhadap ke-bhineka-an yang sudah kita akui sebagai semboyan negara.
Mengambil jalan pintas yang represif terhadap setiap persoalan yang terjadi, sama artinya mengeyampingkan butir ke 4 dari pancasila sebagai dasar negara.
Jika setiap polemik yang muncul selalu disikapi dengan tindakan-tindakan repfesif dengan alasan demi menjaga keutuhan negara, Maka sesungguhnya tanpa kita sadari tindakan tersebutlah yang justru menjadi pemicu utama timbulnya gerakan-gerakan baru yang mengarah pada ancaman disintegrasi sebuah bangsa.
Semoga Milad GAM kali ini dan seterusnya mendapat ruang khusus di hati pemerintah pusat untuk disikapi dengan bijaksana, sehingga kita harapkan milad GAM menjadi khasanah baru terhadap penguatan nilai-nilai keberagaman bagi sebuah bangsa beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai sejarah dan kemanusiaan.
Happy anniversary 42nd Free Aceh Movement
4 Desember 1976-4 Desember 2018.
"Alfatihah, untuk semua syuhada"