Cinta Pertama
Hari ini cuaca mendung gelap, sesekali hujan rintik-rintik membasahi tanah lalu berhenti, beberapa saat kemudian turun lagi. Suhu udara cukup sejuk, aku sendiri tengah berada di sebuah toko baju milik temanku, berhubung ini jum'at, toko tutup. Kami istirahat. Suhu udara semakin dingin, kami memutuskan untuk rebahan. Kedua temanku rebahan di atas karpet tebal, sedang aku memilih kursi panjang.
Jam terus berjalan, angin dan hujan datang dan pergi secara bergiliran. Dingin mengajakku bernostalgia pada cinta pertama. Cinta yang pernah aku rasa sebagai pelengkap masa remaja. Kala itu aku masih ingusan, aku masih tidak paham apa makna cinta, bagaimana mengaplikasikannya, tapi aku jatuh cinta. Dan itu luar biasa.
Di tengah kebutaanku akan cinta, aku dan teman-teman terus bergerilya mencari makna dari cinta itu sendiri. Meski tak kami temui berupa pria sejati, namun kami saling isi.
Cinta pertamaku adalah mereka, teman-temanku. Orang yang menghabiskan pagi hingga siang hari denganku. Di bangku kelas, di taman sekolah, di lapangan upacara bahkan sesekali di pasar. Tempat kami mencari hiburan tersendiri, baik itu mencari kaset musik kesukaan atau hanya sekedar memanjakan mata lalu pulang.
Cinta pertama biasanya identik dengan luka. Kamipun pernah merasakannya. Saat salah satu dari kami bertengkar satu sama lain, yang lainnya berusaha mendamaikan meski sulit. Pernah suatu ketika aku dan temanku bertengkar hebat hanya karena masalah sepele. Menyebut tempat tinggal satu sama lain sebagai ejekan. Kekanakan betul memang. Namun moment seperti itulah yang tidak akan pernah terulang.
Hari itu kami berdua bertengkar hebat, seisi kelas terdiam. Bahkan dua temanku yang lain memilih bungkam. Membiarkan kami mengeluarkan semua kekesalan. Aku dan dia tak saling sapa sesudahnya.
Keesokan harinya, dia yang biasanya menjemputku saat berangkat sekolah, pagi ini kutunggu hingga lebih dari 10 menit. Tak kulihat tanda kehadirannya. Aku memutuskan berangkat sendirian. Aku pastikan bahwa dia masih marah dan tersinggung atas sikapku kemarin. Aku juga sama, masih marah dengannya.
Baru beberapa menit berjalan, tiba-tiba ada yang memanggilku. Aku menoleh dan kulihat temanku yang kemarin bertengkar denganku melambaikan tangan. Aku tersenyum. Aku lambaikan tangan sebagai balasan. Lalu kami memutuskan baikan dan bersekolah seperti semula. Berteman.
Begitu seharusnya cinta pertama. Setelah menyakiti lalu memutuskan pergi, harusnya ia juga kembali. Bukan hanya menyakiti, tapi juga mengobati. Meski tak sembuh, pasti. Tapi kembalilah sebagai bukti bahwa kamu pria sejati.
Cinta pertama…
Sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk jadi yang pertama…
Berpisah bahkan hanya karena alasan sepele…
Bertengkar hanya karena ia meminjamkan buku catatannya kepada teman karibnya yang wanita…
Duh, cinta pertama…
Apakah dunia remaja selugu kita?
Mencintai tanpa paham makna…
Sesekali kita saling benci hanya karena janji yang tak mampu kutepati, mengerjakan tugas rumahmu misalnya…
Karena cinta pertama…
Aku belajar banyak arti memiliki dan kehilangan…
Aku paham makna persahabatan lebih dari segalanya
Dan aku sadar, tanpa cinta pertama aku tak punya semangat sekolah dulunya meski orang tua memaksa…
Terimakasih, cinta pertama…
Berkatmu, aku sudah tidak mengharap yang pergi kembali…
Tidak juga bermimpi merajut tali kasih saat kewajibanku sebagai siswa terpenuhi…
Dan juga aku memilih berteman dari pada kemudian menyakiti…
Dan cinta pertama… Berbahagialah selamanya…
Dari
Aku dan kenangan kita yang sudah lama