Kota Para Pelacur
">quoteMasih teringat bagaimana tentang tata kota sebelah barat, distrik kota yang masih setia menjajakan tubuh dan kembang wangi sampai pagi dicumbui matahari, sejak zaman penjajahan hingga kemerdekaan"
bold
Setiap sabtu malam, kepalaku bagai diamuk-amuk ingatan tentang gemerlap lampu, bau mulut dengan asap dan minuman bercampur, wangi parfum dengan banyak merek, busana pendek, hingga suara siulan para penggoda. Rasanya semua itu adalah gemerlap fana.
Mariati telah merias dirinya sejak sore, tiap malam, saat bulan berpendar dan bintang sembunyi di balik biliknya, ia telah merencanakan perjalanan yang amat jauh, sejauh ombak membawanya, dari perahu yang gonta-ganti, sampai ia tak mampu menepikan semua, rasa dan cintanya adalah jajakan darinya.
Kini makin sadar, bahwa kota bukan sekadar milik para pengusaha dan penguasa saja, kini butuh ruang hiburan, gerak seorang kebinalan memang menjadi sebuah intervensi dalam kehidupan..perempuan telah dianggap sebagai bahan komoditi.
Betapa mengerikan, jika semua kota-kota menjelma menjadi kota tanpa kehidupan, jika praktik-praktik hiburan telah terlupakan, dan semua orang-orang beralih menuju kebiasaan yang lain. Penekanan ini kini menjadi sebuah kegelisahan yang tercapai dari sebuah kota tanpa pelacuran di dalamnya.
Ngeri juga kalau perempuan telah dianggap sebagai barang komoditi :(