Seribu Wajah Ayah
"Cinta," kata Theodor Reik, "adalah salah satu kata di dalam kumpulan kosakata kita yang bekerja melampaui batas. Kata itu bekerja mati-matian hampir di semua bidang aktivitas manusia. "Kata 'cinta', lanjut Reik, tidak sebatas mengekspresikan perasaan di antara jenis kelamin, tapi juga mengekspresikan emosi di antara anggota-anggota keluarga. Kata 'cinta' menandakan perasaan kepada tetangga, teman atau bahkan musuh anda, kepada semua umat manusia, rumah, kelompok sosial atau rasial, bangsa, kepada segala sesuatu yang baik dan Indah, juga kepada Tuhan. Kata 'cinta' begitu hebat, dan karena itu dia setara dengan tugas-tugasnya yang sedemikian banyak itu.
Sementara Freud dan para pengikutnya berpandangan bahwa cinta adalah dorongan seksual yang tertahan, Reik secara tegas menyatakan : cinta berbeda dengan seks. Ia mengibaratkan cinta dan seks seperti wiski dan soda. Mereka kerap ditemui bersama, namun eksis sebagai entitasnya masing-masing. Artinya, wiski adalah sesuatu yang berbeda dengan soda, juga sebaliknya. Masing-masing memiliki eksistensi yang mandiri.
Kita layak bersyukur karena kemudian hadir psikolog-psikolog yang membantah anggapan itu tak pernah bisa menjelaskan cinta ORANGTUA pada ANAKNYA. Sebagaimana yang begitu kuat menggelora di dalam dada Ayahmu. Padamu, tentu saja - memangnya siapa lagi?
(Seribu Wajah Ayah : Azhar Nurun Ala)