Cokodidi

"Hus! Sana! Mengganggu saja!" Yohan menepis tangan Juju.

Orang banyak membicarakan tentang Juju yang cokodidi. Kamu tahu cokodidi? Duh! Kamu tak akan suka dengan orang yang cokodidi. Yohan tahu dari ibunya saat mencuri dengar pembicaraan orang tua. Mereka bilang Juju anak yang tak bisa diam hingga mengganggu orang lain. Diam-diam Yohan terus mengulang-ulang kata itu: cokodidi!

"Menurutmu kenapa Juju bisa jadi anak yang seperti itu?" Arlen bertanya pada Yohan.

"Entahlah... yang aku dengar lagi, Ibu Juju selalu susah dibuatnya. Juju sering mengamuk sejak kecil dan memecahkan barang-barang kaca di rumahnya."

"Hm, ayahku pasti akan memukul anak nakal seperti itu!" seru Arlen.

"Ya, harusnya begitu. Dia harus dihukum karena kenakalannya itu." imbuh Yohan lagi, "tapi orang tua baik tidak akan memukul anaknya. Hm, kadang-kadang memukul dengan kata-kata saja..."

Arlen dan Yohan terdiam sejenak. Mereka sibuk membayangkan memukul dengan kata-kata. Bagaimana bisa kata-kata akan memukulmu. Apa pun itu, hal yang menyakiti fisik dan hati orang lain adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Itulah kesimpulan yang Yohan pikirkan. Sementara kita tidak tahu apa yang dipikirkan Arlen.

Juju tak banyak bicara, walau di kelas lima kali ini semua murid diharuskan ke depan kelas untuk bercerita, Ibu Guru tak pernah memaksa Juju. Padahal Yohan ingin sekali mendengar dia bercerita, paling tidak dia harus memberitahu mereka semua kenapa dia bersikap cokodidi. Itulah yang ada dalam pikiran Yohan

"Itu tak akan terjadi, Yohan. Juju anak istimewa," jawab Mama saat Yohan menceritakan keinginannya.
"Istimewa? Apa hebatnya dia?" tanya Yohan setengah berteriak ketika anak pindahan yang cokodidi itu dikatakan istimewa.

"Sayang, kamu harus baik-baik pada orang seperti Juju. Karena dia anak surga," sahut Mama pula.
Kening Yohan berkerut. Mama seperti tahu saja bagaimana kelakuan Juju yang cokodidi itu. Yohan berpikir Mama pasti menyangka Juju anak yang paling baik dan patuh. Mama tidak pernah sekelas dengan Juju. Apalagi kalau sudah mulai pukul sebelas, Juju sering berbicara sendiri seperti berkumur. Kalau dikatakan Mama, Juju sudah gila, Yohan tentu lebih percaya. Masa Mama justru mengatakan sebaliknya: Juju istimewa, dia anak surga.

Lama kelamaan Yohan paham, bagaimana dia melihat Bu Guru sangat mengistimewakan Juju. Benar kata Mama kalau Juju memang berbeda.

"Juju memiliki fisik yang sama seperti kita, badan yang sehat, kedua kaki dan tangan, tetapi dalam otaknya ada sesuatu yang berbeda. Ibarat ponsel Ibu dan mamamu, memang bentuknya sama, tetapi isi dan cara kerjanya berbeda. Namun, walau berbeda bagaimanapun, semua ada istimewanya. Ibu akan senang kalau kalian semua mau membantu Juju menjadi lebih baik dengan mengikuti apa yang Bu Guru lakukan untuk Juju.”

“Bicara ramah dan selalu menyemangati Juju?” tanya Arlen setengah bertanya.

“Betul. Apa bagi kalian itu sulit?” tanya Bu Guru lagi.

Semua anak-anak saling berpandangan, lalu bergantian melihat ke arah Juju yang sedang sibuk dengan kukunya.
“Sepertinya kalian akan mengatakan ‘ya’,” pancing Bu Guru yang disambut dengan senyum di wajah murid-murid.

“Ya … ”

“Baiklaaah …”

Sebagian menjawab ‘ya’ dan lainnya mengatakan ‘baiklah’. Tak ada masalah apakah Juju cokodidi atau sangat pendiam, semuanya berhak bermain dan bergaul dengan baik.[]

Coin Marketplace

STEEM 0.22
TRX 0.27
JST 0.041
BTC 104664.06
ETH 3858.84
SBD 3.32