Kisah hidup ku dengan Kopi dan Rokok
Hariku tak akan pernah jauh dari secangkir kopi dan sebatang rokok, bukan seperti orang kebanyakan yang membuang waktunya untuk minum kopi dan rokok tanpa ada arti kenikmatan, aku melakukannya lebih kepada memaknai kehidupan. Bisa di katakana kalau secangkir kopi dan batang-batang rokok adalah guru bagi kehidupanku, senantiasa mengajarkanku melihat sebuah persoalan dari berbagai macam sudut. Karena bagiku kehidupan yang lempeng tanpa ada tikungan justru kehidupan yang membosankan.
Mulai dari secangkir kopi, aku memahami perbedaan. Bahkan aku lebih menyadari bahwa kopi yang nikmat terdiri dari berbagai material yang berbeda. Seperti itulah hidup, berbedaan bukan berarti tak dapat menyatu, justru yang berbeda saling berdampingan, saling melengkapi untuk mencapai sebuah rasa yang tak tertandingi. Rasa pahit yang menjadi cirikhas kopi menunjukkan pahitnya kehidupan, semakin pahit sebuah kopi akan semakin nikmat. Berbagai macam ujian dan cobaan yang datang di kehidupan akan membuat hidupmu lebih nikmat, kenapa? Banyak ahli agama yang mengatakan bahwa ujian dan cobaan adalah tanda Tuhan menyayani hambaNya, dari ujian dan cobaan itu akan dapat di ambil hikmah dan pelajaran yang berarti, setelah ujian itu berakhir, Tuhan menyiapkan hadiah yang istimewa untuk hambaNya. Disitulah kenikmatan hidup.
Kopi di pagi hari mengingatkanku bahwa hari ini tak akan berjalan sesuai apa yang ku harapkan. Akan ada sesuatu yang terasa pahit hari ini. Secara tidak langsung aku akan menyuapkan diri juga mental untuk memulai hariku setelah melangkahkan kaki keluar pintu rumah. Tak banyak yang menyadari bahwa kopi menyimpan berbagai macam pelajaran. Dan kenyataannya, mereka yang mampir ke warung untuk meminum secangkir kopi hanya sekedar menghilangkan kejenuhan di rumah, bahkan anak – anak sekarang menjadikan ngopi sebagai tradisi kekinian yang mereka gunakan untuk meng-Autis-kan diri bersama gadget yang mereka bawa. Aku pun banyak menjumpai warung kopi ramai pengunjung namun sepi suara, justru yang terdengar hanya lantunan music koplo dari si penjaga warung yang kadang juga membuat otak pelanggannya menjadi koplo.
Kemudian Rokok, anak-anak jaman sekarang masih kecil sudah pada berani pegang, bahkan menghisap lintingan tembakau itu, saat di Tanya ya jawabannya tetap sama. Ingin terlihat keren dan kekinian. Padahal mereka tahu, bahkan di setiap bungkus rokok yang beredar di Indonesia bertuliskan kalimat “Merokok Membunuhmu”, padahal mereka tak tahu bagaimana cara menikmati lintingan tembakau itu. Untuk aku pribadi, rokok bukan hanya sekedar kebutuhan, namun rokok adalah guru. Aku tetap merokok meski aku tahu bahaya merokok? Ya… tapi aku tahu dan sadar kapan waktu dan tempat yang tepat untuk aku menikmati setiap batangnya.
Bagaimana bisa aku menjadikan rokok guru bagi kehidupanku? Asap rokok tak memiliki bentuk yang pasti, berubah-ubah, sekejap akan lenyap di terpa angin. Aku melihatnya sebagai ruh dari setiap manusia, tidak ada yang tahu bentuk pasti dari ruh, kapan saja dan dimana saja, ruh itu akan di ambil Tuhan. Bahkan mungkin akan di lenyapkan seperti asap yang di terpa angina. Menurutku juga, rokok hampir sama seperti lilin. Lilin rela terbakar dan leleh habis demi menerangi ruangan yang gelap, rokok rela terbakar menjadi abu demi kenikmatan manusia serakah. Yang dapat di pelajari dari dua benda ini adalah, pengorbanan. Kita sebagai manusia harus rela berkorban demi orang-orang yang membutuhkan.
Namun kita juga harus sadar, kapan saatnya lilin itu terbakar dan kapan saatnya lilin itu padam. Mana mungkin kita menyalakan lilin di saat terang tanpa ada sebab atau alasan yang pasti?. Sadar kapan dan dimana saatnya kita menghisap rokok tanpa mengganggu orang lain. Bukan sekedar pamer bisa merokok karena ingin di anggap keren dan kekinian. Untuk rokok sendiri masih banyak makna yang aku simpan untuk diriku sendiri, karena memang rokok tidak baik untuk kesehatan jika tak mampu memaknai secara mendalam, dan aku tidak merekomendasikan rokok ataupun mengajarkan kalian para pembaca untuk merokok. Pemaknaan itu aku simpan karena aku pribadi takut banyak pembaca yang menyalahgunakan alasan dariku untuk bebas merokok.
Aku menjadikan rokok dan kopi sebagai guru karena kebiasaanku ngopi dengan orang yang lebih tua dan lebih bijak dariku. Ketika ngopi aku banyak bertanya pada mereka yang lebih tua tentang berbagai macam hal dan ilmu. Ibarat dinamit yang meledak dengan satu pemicu, aku hanya menanyakan sebuah pertanyaan dan mereka berceloteh panjang lebar sehingga banyak pelajaran yang aku dapat dari orang-orang itu. Entah dari pengalaman mereka, entah dari apa yang mereka ketahui, yang pasti mereka membagikan ilmu kepadaku secara Cuma-Cuma dengan jumlah banyak. Itulah caraku berguru pada secangkir kopi dan sebatang rokok.