Rumoh Aceh yang hampir punah.!

in #rumah7 years ago

image

rumah Aceh atau Rumoh Aceh merupakan bentuk tempat kediaman orang Aceh TEMPO dulu dan sekarang hampir hilang, hanya tersisa di beberapa tempat saja di Aceh. rumah ini telah diabadikan di Banda Aceh (komplek kantor Museum Aceh) dan di Taman mini Indonesia Indah (TMII) serta rumah Cut Nyak dhien yang ada di Desa lampisang, 10 km sebelah bahasa dari Pusat Kota Banda Aceh. di Hearts rumah Aceh yang terletak di komplek Museum Aceh banyak terdapat barang-barang peninggalan TEMPO dulu yang sering digunakan oleh orang Aceh diantaranya pedeung di jok, jingki, guci, berandam atau tempat menyimpan padi dll. jika Andari ke Banda Aceh jangan lupa untuk datang mengunjungi dan saksikan keadaan rumah adat Aceh TEMPO dulu. rumah Aceh ini terdiri bahasa dari 44 tiang dan mempunyai 2 tangga depan dan belakang. 1.asal-usul kepercayaan individu atau masyarakat yang hidup mempunyai pengaruh signifikan terhadap bentuk arsitektur bangunan, rumah, yang dibuat. hal ini dapat dilihat pada arsitektur Rumoh Aceh, Provinsi, nanggrou Aceh Darussalam. pada umumnya Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2,50 - 3 meter, terdiri bahasa dari tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat. Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang. modifikasi bahasa dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya bisa dilakukan dengan mudah, tinggal menambah atau menghilangkan bagian yang ada di sisi kiri atau kanan rumah. bagian ini biasa disebut seramoe likot atau Serambi belakang dan seramoe reunyeun atau Serambi bertangga, yaitu tempat masuk ke rumah yang selalu berada di sebelah Timur. pintu utama Rumoh Aceh tingginya selalu lebih rendah bahasa dari ketinggian orang dewasa. biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 CM sehingga setiap orang yang masuk ke Rumoh Aceh harus menunduk. namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di Hearts rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja. semua orang duduk bersila di atas tikar ngom (bahasa dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di Rawa) yang dilapisi tikar Pandan. Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. oleh karena itu, melalui Rumoh Aceh kita dapat melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Aceh. bagian-bagian bahasa dari Rumoh Aceh pada bagian bawah rumah disebut yubmoh yang dapat dipergunakan untuk menyimpan berbagai macam benda, seperti jeungki (alat penumbuk padi) berandang (tempat menyimpan padi) dan juga difungsikan sebagai tempat bermain anak-anak dan juga sering digunakan tempat ayunan anak-anak bayi. • ruangan depan atau disebut dengan seramoe keu (Serambi depan), ruangan ini polos tanpa kamar yang berfunsi sebagai ruang tamu laki-laki, ruang belajar mengaji anak laki-laki pada malam atau siang hari juga tempat tidur tamu laki-laki. dan disaat-saat tertentu seperti upacara perkawinan ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat jamuan makan bersama. • ruangan tengah atau seuramoe teungoh ini bagian inti bahasa dari Rumoh Aceh dan sedikit lebih tinggi bahasa dari seramoe keu ini disebut Rumoh inong (rumah induk) dan tempat ini dianggap suci karena bersifat sangat pribadi. diruangan tengah ini terdapat dua bilik atau kamar yang berhadapan. kedua kamar ini untuk tempat tidur Kepala keluarga atau pemilik rumah, bila ada anak perempuan yang baru kawin maka dia akan menempati kamar ini dan orang tua akan pindah ke anjong. • ruangan belakang atau disebut dengan seramoe likoet (Serambi belakang), ruangan ini juga polos tanpa kamar yang berfungsi sebagai ruang tamu perempuan, yang luasnya juga sama dengan seramoe keu ruangan ini untuk kaum perempuan juga digunakan untuk ruang belajar mengaji anak perempuan dan bila tamu yang datang perempuan maka tempat Musyawarah ataupun tempat tidur para tamu juga tempat makan bersama untuk orang perempuan jadi di Aceh tamu laki-laki dan perempuan tidak disatukan bangunan rumah Aceh untuk memperkuat tidak menggunakan paku, tetapi menggunakan bahan pengikat bahasa dari tali ijok, rotan (kagum) untuk pengikat atap yang pada umumnya bahasa dari bahasa dari rumbia dan ada juga yang menggunakan daun kelapa dan bila didalam rumah idak pernah terasa panas sauna didalam rumah selalu dingin dan bila hujan deraspun tidak pernah kedengaran bising. rumah Aceh kalaupun tidak menggunakan paku dan terbuat bahasa dari kayu namun bisa bertahan hingga ratusan tahun.pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang bahasa dari Timur ke Barat, yaitu bagian depan menghadap ke Timur dan sisi Hearts atau belakang yang sakral berada di Barat. arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan ka'bah yang berada di mekkah. selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. selain sebagai manifestasi bahasa dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan Rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. semakin banyak hiasan pada Rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.wujud bahasa dari arsitektur rumah Aceh kearifan Hearts menyikapi alam dan keyakinan regiulitas masyarakat Aceh. arsitek rumah yang menggunakan kayu bahan dasar dan berbentuk panggung merupakan bentuk adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya. secara kolektif struktur rumah panggung memberikan nilai positif terhadap sosial dan kenyaman tersendiri bagi penghuninya, selain itu juga menjamin keamanan bahasa dari banjir, binatang dan ketertiban juga keselamatan. adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti Rumoh inong, ruang publik, seperti Serambi depan, dan ruang khusus perempuan, seperti Serambi belakang merupakan usaha untuk menanamkan dan menjaga nilai kesopanan dan etika bermasyarakat. keberadaan tangga untuk memasuki Rumoh Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke Hearts rumah, tetapi juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara dekat. apabila dirumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki, maka (pantang dan tabu) bagi tamu yang bukan keluarga dekat (baca: muhrim) untuk naik ke rumah. dengan demikian, reunyeun juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial Hearts melakukan interaksi sehari-hari antar masyarakat. di Hearts rumah Aceh selalu ada beberapa motif hiasan yang dipakai antara lain: 1. motif atau ukiran-ukiran keagamaan yang diambil bahasa dari ayat-ayat Al-Quran; 2. motif flora seperti tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah merah dan hitam. ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah; 3. motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai; motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut, dan motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2014/01/26/rumah-aceh-atau-rumoh-aceh/

Sort:  

Resteemed your article. This article was resteemed because you are part of the New Steemians project. You can learn more about it here: https://steemit.com/introduceyourself/@gaman/new-steemians-project-launch

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.25
JST 0.039
BTC 97402.80
ETH 3477.48
USDT 1.00
SBD 3.19