Terkait Etnis Rohingya, Yusril Ihza Mahendra Surati Dewan HAM PBB
JAKARTA, Kabarpasee.com – Yusril Ihza Mahendra meminta Dewan Hak Asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas konflik di Myanmar dalam agenda Universal Periodic Review. Permintaan Yusril itu secara khusus dilayangkan dalam surat resmi yang ditujukan kepada Komisaris Tertinggi PBB untuk HAM Zeid Ra’ad Al Hussein.
Lewat surat itu, Yusril berharap Dewan HAM PBB memanggil Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk menerangkan secara terbuka ihwal dugaan aksi kekerasan terhadap warga Rohingya. “Kita menduga telah terjadi genosida di Myanmar. Itu kejahatan yang serius,” kata dia di Jakarta, Selasa, 5 September 2017.
Aksi kekerasan kembali terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar. Konflik yang terjadi saat ini merupakan insiden terburuk sejak Oktober 2016. Dalam sepekan terakhir ini konflik berlangsung semakin memburuk. Setidaknya puluhan warga tewas karena bentrok dengan tentara Myanmar.
Konflik disebut-sebut berawal dari penyerangan pemberontak etnis minoritas Muslim Rohingya kepada 30 pos polisi yang menyebabkan 32 orang tewas. Pemerintah Myanmar juga mengevakuasi ribuan penduduk desa non-Muslim. Sementara ribuan warga Rohingya memilih melarikan diri ke negara tetangga, seperti Bangladesh.
Yusril menjelaskan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar telah berada di luar batas negara. Menurut Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu, semua negara harus memberi perhatian yang serius agar korban tidak bertambah banyak.
Oleh sebab itu, Yusril mengatakan, tidak relevan bila Myanmar meminta negara lain agar tidak ikut campur dalam urusan internalnya. “Semua orang berhak mempersoalkan itu dan membawanya ke dewan sidang Dewan HAM PBB,” ucapnya.
Dalam suratnya kepada Zeid Ra’ad Al Hussein, Yusril Ihza Mahendra melihat Pemerintahan Aung San Suu Kyi tidak menunjukkan kemauan politik mencegah aksi kekerasan. Sebab tindak kekerasan terhadap warga Rohingya telah dilakukan berulang kali. “Genosida yang persisten ini produk dari absennya intervensi kekuatan militer dan pemerintahan,” kata mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu.[ADITYA BUDIMAN/Tempo.co]