Book Review: El Mansiya, yang Terlupakan Cinta dan Perang
El Mansiya merupakan sebuah novel karya Zack Arya, tentang konflik perang di Aceh dan cinta seorang kombatan. Antara cinta dan perang ada kisah haru di dalamnya.
Zack Arya, adalah penulis muda Aceh yang lahir di luar kecamuk ”perang terbuka” media cetak. Ia menciptakan ruang ”perang” sendiri dengan menulis dan menerbitkan karyanya sendiri pula. Sebagai sebuah karya kualitasnya hingga sampai menjadi buku bukanlah sesuatu yang patut dipertanyakan. Karena ”perang” yang ia ciptakan adalah untuk kemenangannya sendiri.
Zack Arya yang bernama asli Zakaria Nur Elyasy kelahiran Bener Meriah 19 April 1984 sosok baru yang muncul dalam dunia sastra di Aceh. Tapi dengan kerja keras sendiri berhasil menerbitkan karya ini. Novel EL-Mansiyä meski belum mampu mampu menembus pasar-pasar potensial dengan jumlah eksemplar yang terbatas? Tapi telah berhasil merekam sebuah peristiwa dan dmapak dari konflik bersenjata di Aceh dalam tiga dasa warsa.
El-Masiyä adalah karya dan buku pertama Zack Arya, yang membuktikan bahwa “perang tulisan” dan persaingan pemuatan karya tulis pada media cetak telah ia kesampingkan. Ia lahir bukan dari workshop atau sekolah non formal kepenulisan. Ia menciptakan dan menyelesaikan ”perang” dalam daya kreatifnya sendiri.
Zack Arya otodidak tulen dengan ambisi yang kuat, yang mampu melahirkan novel El-Masiyä. Ia mempersiapkan semuanya selama dua tahun, kemudian menerbtkannya kualitas kertas yang cukup lux untuk ukuran kebayakan novel yang terbit di Indonesia. Menyajikan ekses konflik yang berimbas pada penderitaan rakyat, cinta dan kesetiaan adalah poin positif lainnya dari novel ini.
Kebalikan dari hal positif tersebut adalah frase kepenulisan terkesan tidak beraturan dan penggunaan perulangan kata yang mubazir, cenderung bertele-tele dan dramatisasi konflik yang dangkal, sehingga sulit ditemukan adanya plot cerita yang menggigit.
Satu hal lagi yang terpenting bahwa penulis kurang berani mengambil sikap dalam mendiskripsikan alur, selayaknya setiap penulis harus menempatkan idealisme humanismenya dan rakyat yang tertindas sebagai ”Tuhan”. Hal ini tidak muncul karena penulis cenderung mengambil sikap ”aman” tanpa berani mengambil sikap memihak kepada yang lemah (rakyat), dan ini diakui oleh penulisnya sendiri.
Secara umum novel El-Masiyä berlatar konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Tentara Indonesia yang berimbas pada pada penderitaan rakyat, berkisah tentang Kamal dan Arnati sebagai tokoh utama cerita. Meskipun keduanya berasal dari budaya berbeda, Gayo dan Aceh, tetapi hati mereka terpaut dalam cinta. Dilema asmara keduanya bermula ketika kehadiran seorang Komandan Tentara di Ketapang Manyang, yang selanjutnya menanamkan budi pada Arnati dengan pamrih pinangan.
Rencana sang Komandan menggiring Arnati kepelaminan dikandaskan oleh guncangan Gempa dan bah Tsunami 26 Desember 2004. Bencana dahsyat itu bukan saja mengakhiri cinta ”kuasa” sang Komandan tetapi juga menyudahi penderitaan orang-orang Ketapang Manyang.
Letak menariknya novel EL-Mansiyä untuk disimak dari halaman ke halaman adalah pendiskripsian kehidupan sosial budaya masyarakat Aceh, bukan saja tentang adat dan ritual tetapi juga mistiknya.
Review ini merupakan saduran dari ulasan Salman Yoga terhadap novel El Masiya yang pernah dikirimkan kepada saya untuk dipublikasi pada bulan Juli 2010 silam.