Nomor Urut Bukan Angka Mujarab
sumber foto: https://id.images.search.yahoo.com/yhs/search;
Oleh: Denni Taufiqurrahman
Semarak pesta demokrasi 2018 di beberapa daerah dan puncaknya 2019 mendatang telah dimulai. Hal ini ditandai dengan pengambilan nomor urut pasangan calon (paslon) kepala daerah dan nomor urut partai politik (parpol) untuk pemilu serentak 2019 mendatang.
Pada dasarnya tidak ada yang menarik dengan angka-angka pada nomor urut paslon (pasangan calon) kepala daerah maupun nomor urut parpol yang diundi beberapa waktu lalu. Hanya saja tahapan pengambilan nomor urut itu merupakan formalitas dalam proses pemilu yang bertujuan menarik perhatian publik untuk membersamai semangat berdemokrasi.
Ironisnya, sebagian pendukung maupun kalangan parpol terlalu berlebihan mengartikan angka-angka tersebut. Misalnya, nomor urut 5 diartikan sebagai simbol rukun Islam, nomor urut 6 diartikan sebagai simbol rukun Iman, nomor urut 7 dikaitkan dengan nomor punggung Ronaldo, atau ada juga yang mengaitkan koalisi nomor urut parpol menjadi angka 212 dan lain sebagainya.
Melihat kenyataan ini, tentunya euforia yang berlebihan mengaitkan nomor urut dengan sesuatu yang irasional boleh dikatakan sangat tidak waras. Di sini saya tidak mengatakan “syirik”, karena hal itu masuk pembahasan yang lain, dan bukan berarti saya anti-angka atau mengatakan nomor urut itu tidak berpengaruh.
Menurut hemat saya, boleh saja setiap pendukung mengkampanyekan nomor urut, tapi tidak perlu mengaitkannya dengan sesuatu yang tidak masuk akal. Karena nomor urut hanya digunakan sehari saat pencoblosan, setelah itu lenyap ditelan masa. Alangkah baiknya, masing-masing pendukung “menjual” visi dan misi serta program dari paslon maupun parpol, dan mengkampanyekan hal-hal yang lebih substansial daripada mengobral angka-angka yang bentuknya hanya simbolis dan seremonial.
Dalam konteks pilkada Aceh Selatan misalnya, menurut penilaian publik ada hal yang menarik setelah pengambilan nomor urut calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) di kantor KIP Aceh Selatan beberapa waktu lalu (13/2).
Sumber foto: http://teropongaceh.com/ini-dia-nomor-urut-pasangan-calon-bupati-aceh-selatan/
Menurut asumsi publik, nomor urut yang diperoleh tiga paslon terkuat: Azwir-Amran (2); Teuku Sama Indra-Harmaini (5); dan Mirwan-Zirhan (6) tidak sesuai dengan harapan awal atau boleh dikatakan nomor urut ketiga paslon ini ditakdirkan saling bertukaran. Mengapa tertukar? Sebelumnya, pasangan TS-Harmaini saat deklarasi mempopulerkan angka 2 yang bermakna melanjutkan periode kedua, akan tetapi pasangan putih ini ditakdirkan nomor urut 5.
Sementara itu, pasangan Azwir-Amran yang diusung PNA atau partai yang dinahkodai Irwandi berharap mencabut nomor urut 6 sesuai dengan angka kemenangan Irwandi pada Pilgub 2017 lalu, akan tetapi pasangan orange ini ditakdirkan nomor urut 2.
Sedangkan pasangan Mirwan-Zirhan yang diusung Partai Aceh berharap mencabut angka 5 sesuai jargon PA “pang-5” atau sebutan untuk Ketua Umum PA, Muzakir Manaf, akan tetapi pasangan merah ini memperoleh angka 6.
Hal inilah yang menarik dari pilkada Aceh Selatan menurut sebagian kalangan, di mana nomor urut ketiga paslon tersebut saling bertukaran dan tidak sesuai dengan target awal. Apalagi setelah pengambilan nomor urut di KIP Aceh Selatan beberapa waktu lalu, masing-masing timses ketiga paslon ini saling bermanuver dan perang opini terkait nomor urut yang diperoleh jagoan mereka.
Oleh karena itu, tidak perlu bereuforia secara berlebihan, apalagi “bertuhan” dengan angka-angka seperti pemain togel yang meyakini angka-angka itu sangat mujarab dan memiliki kode alam. Percayalah, nomor urut itu hanya syarat administratif dalam pemilu, bukan angka mujarab dan penentu kemenangan. Mari berdemokrasi secara “waras” tanpa membodohi rakyat dan mari cerdaskan rakyat dengan pendidikan politik yang rasional dan substansial tanpa fitnah dan caci maki.
Salam Pilkada damai!
*Sebagian tulisan pernah ditulis di facebook: https://web.facebook.com/denni.taufiqurrahman/posts/2112891392076523?