Aku Karenamu Humaira
Dulunya ia adalah pelamun
Bersama raga ragu ia melamun
Tapi jiwa adalah badai, petir, kutukan, gempa bumi
Ia penuntut pengertian
Pengharap keadilan
Moncongnya adalah perlawanan
Kini masihlah ia melamun
Serta bingung di perempatan jalan
Sembari menyulam, ia jalang yang riang dalam kepahitan
Berteman dengan siapa saja dan nyaman pada dimensi kesendirian
Lalu,
Ia sulam rindu menjadi peluru
Ia sulam wajahmu menjadi wajah rakyat
Ia sulam senyummu menjadi bahagianya rakyat
Dimana,
Sulaman rindu akan menembus tameng-tameng aparat yang represif
Sulaman wajahmu kini akan ia lihat dimana-mana
Dan sulaman senyummu adalah tuntutan untuk penguasa agar melayani rakyatnya
Sulam-menyulam itu terus ia lakukan
Humair, akan sampai saat kalian bertemu
Ia akan menunggu sampai lima kali jandamu sekalipun
Akan ia temui walau hanya tulang ekormu yang tersisa di liang lahat
Akan ia temui kau walau dalam rupa tulang ekor dari liang lahat
Aku hanyalah sajak yang hidup dari hubungan kalian yang berjarak dan tak berkabar
Aku akan terus hidup di antara kalian
Aku adalah tali jalan yang ia ciptakan untuk menemuimu kelak
Dan Aku adalah janjinya yang hidup untuk membangun istana yang megah hingga megah dalam ijab kalian.