Cerita anggota steemit
Bandung - Mendapat uang besar dari sebuah kiriman tulisan, foto, atau video di media sosial Steemit tergolong susah-susah gampang. Tidak mudah membaca keinginan anggota Steemit lain atau kurator untuk menyukai atau memberi suaranya sehingga menghasilkan duit.
"Faktor keberuntungan juga berperan," kata kurator Steemit Indonesia, Reza Fahlevy, pertengahan Februari lalu.
Karya yang dianggap bagus bisa gagal mencuri perhatian, dan sebaliknya. Menurut Reza, ada beberapa kiat khusus bagi Steemian pemula. Pertama, membuat tulisan, foto, atau video sesuai dengan hasrat atau minat dan harus karya sendiri.
Pilihan lain bisa mengunggah ulang karya orang lain dengan sumber yang jelas (resteem). "Buatlah konten sekreatif mungkin agar disukai orang sehingga dapat reward," kata dia.
Steemit atau Steemit.com merupakan media sosial, atau jejaring sosial dan blogging, yang berbasis sistem blockchain (rantai blok) mata uang digital (cryptocurrency). Dua orang pencetus BitShares, Ned Scott dan Daniel Larimer, menggagas media sosial gaya baru itu lewat Steemit Incorporated yang berkantor pusat di Virginia, Amerika Serikat.
Mereka meluncurkan Steemit.com pada 4 Juli 2016 dengan tawaran menarik. "Yakni, hadiah uang virtual bagi para pengisi situs dengan berbagai aktivitas di dalamnya," seperti dikutip dari laman Inverse.com, Jumat, 23 Maret 2018.
Seperti media sosial lain, semisal Facebook, Twitter, dan Instagram, pengguna Steemit.com harus terdaftar sebagai anggota. Bedanya, sistem Steemit akan memberi kata sandi (password) yang panjang. Namun penerimaan sebagai anggota beragam. Ada yang langsung diterima setelah mendaftar, tapi ada juga harus menunggu berhari-hari. Jadi, pendaftar harus bersabar.
Jika di media sosial lain, kiriman isi (unggahan) berupa tulisan, foto, atau video, hanya berbuah komentar atau penilaian disukai maupun sebaliknya, Steemit mengganjar segala aktivitas pengguna seperti itu dengan uang. Baik pengirim isi maupun yang berkomentar dan memilih sebagai karya bagus, semuanya kecipratan duit yang berlambang US$.
Pilihan (upvote) dari kurator nilainya lebih besar dari sesama anggota. Penghargaan seperti itu yang membuat anggota Steemit kian melonjak, termasuk di Indonesia. Pengguna media sosial Steemit bisa dibilang adalah penambang mata uang digital.
Kata kunci itu juga punya fungsi lain yang tak kalah penting, yaitu pembuka transaksi uang virtual untuk ditukarkan ke mata uang rupiah. Selanjutnya, masuk ke rekening bank pengguna.
Jika di media sosial lain, kiriman isi (unggahan) berupa tulisan, foto, atau video, hanya berbuah komentar atau penilaian disukai maupun sebaliknya, Steemit mengganjar segala aktivitas pengguna seperti itu dengan uang. Baik pengirim isi maupun yang berkomentar dan memilih sebagai karya bagus, semuanya kecipratan duit yang berlambang US$.
Pilihan (upvote) dari kurator nilainya lebih besar dari sesama anggota. Penghargaan seperti itu yang membuat anggota Steemit kian melonjak, termasuk di Indonesia. "Pengguna media sosial Steemit adalah penambang mata uang digital," kata Mariska Lubis, Ketua Komunitas Steemit Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Menuju Uang Digital Rupiah
Sampai Februari 2018 ini, anggota Komunitas Steemit terbanyak berasal dari Aceh, seperti di Lhokseumawe, Banda Aceh, dan Bireun. "Di sini seperti sistem syariah. Ketika vote dibalas vote, reward dibalas serupa, bersedekah kembali lagi, dan silaturahmi juga," kata Purnama Setiabudi, 39 tahun, di sela acara.
Dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Avicena, Bireun, Aceh, itu mulai aktif mengisi Steemit sejak Agustus 2017. "Awalnya saya berpikir negatif ketika diajak," ujar calon Wakil Bupati Bireun pada 2017 itu.
Sebelum menulis dan mengirim foto aktivitas keseharian, dia memilih menjadi investor. Ia membeli 500 Steem dari beberapa orang yang dijual dengan harga satuan masih Rp 12 ribu. Dana totalnya Rp 5,2 juta. Pada November ketika harganya melambung jadi Rp 100 ribu per Steem, ia meraup hasil sepuluh kali lipat atau Rp 50 juta.
Purnama mengaku selama ini jarang menulis. Sejak terdaftar di Steemit ia sempat dua bulan termenung ingin menulis apa. Setelah melihat dan membaca akun-akun milik anggota lain, ia memutuskan untuk menulis soal keseharian yang dialaminya. Kadang ia menyampaikan perjalanan wisatanya disertai foto-foto. "Menulis saja sesuai apa yang ada di kepala kita. Jangan karena orang suka, atau banyak uang dari ini," kata dia.
Berdasarkan pengalamannya, akan susah bagi orang yang sebelumnya jarang menulis jika meniru topik atau gaya tulisan orang lain. Purnama menunjukkan salah satu tulisan keseharian di Steemit lewat smartphone miliknya yang menghasilkan uang lumayan. Artikel itu berharga SBD (Steem Dollar) 11,91. Kini, dengan nilai 1 SBD seharga Rp 80 ribu, tulisannya itu berharga sekitar Rp 800 ribu.
Pertemuan Steemit Indonesia itu mengulas banyak hal, termasuk cerita pengalaman pemanfaatan uang yang didapat. Misalnya ada yang jadi bisa membantu orang tuanya memperbaiki rumah. Ada pula cerita soal tulisan resep cah kangkung yang disukai orang dan dipilih kurator luar negeri hingga mengalirkan Rp 10 juta ke rekening bank miliknya.
Mariska mengatakan dana acara pertemuan perdana di Cimahi itu juga tanpa sponsor. Duit sepenuhnya berasal dari patungan hasil karya anggota di Steemit. "Begitu juga sumbangan Rp 10 juta untuk korban gempa di Banten beberapa waktu lalu," kata dia.
Menurut dia, Steemit membuka peluang bagi siapa pun untuk menambah penghasilan atau ingin kaya raya. "Enggak apa-apa, itu boleh. Tapi tidak ada orang kaya yang tidak bekerja secara maksimal dan berkualitas," kata dia.
Seorang tukang ojek di Jakarta, Pian, yang bergabung sejak enam bulan lalu, mengaku mendapat hasil sekitar Rp 2 juta. Dia menulis dan mengirim foto aneka topik, mulai dari peristiwa keseharian, juga manfaat tanaman obat.
"Itu berdasarkan pengalaman dan pengetahuan sendiri," kata dia. Ada juga Jodi Pamungkas yang menulis tinjauan aneka game. "Sekarang sedang menyiapkan versi videonya," ujar Jodi.
وضعية جيدة
Thanks @cheetah and @danielownsall :-)