WARM NEWS IN INDONESIA "ECONOMIC WAR "
Kok Kemiskinan Aceh Disoraki?
Tersentak juga saya membuka medsos hari ini mendapati kawanan buzzer dan para pengikutnya menyerang Aceh. Sampai masuk jajaran trending topic di Twitter. Hanya karena BPS merilis data Aceh provinsi termiskin di Sumatera. Padahal nomor 6 di seluruh Indonesia.
Sebetulnya berawal kemarin, seorang buzzer yang saya jijik menulis namanya memicu kegaduhan dengan mengolok-olok Aceh. "Alhamdulillah, ada juga prestasinya," celotehnya tentang Aceh yang jadi provinsi termiskin di Sumatera.
Cuitannya itu kontan saja mengundang reaksi keras netizen. Utamanya netizen Aceh. Kawanan buzzer menimpali dan ikut mengolok-olok. Pengikut mereka bising dengan penghinaan.
Entah kebetulan atau menyambung olok-olok, hari ini kantor Gubernur Aceh mendapat kiriman papan bunga ucapan selamat atas tampilnya Aceh sebagai juara kemiskinan di Sumatera. Bedanya, kalau buzzer mengolok-olok Aceh sebagai sebuah entitas, papan bunga yang mengatasnamakan warga itu mengeritik gubernurnya.
Kenapa hanya Aceh yang mereka soraki kemiskinannya? Kenapa kemiskinan anak bangsa jadi bahan bullyan? Padahal kemiskinan rakyat, di provinsi manapun, mengandung kompleksitas dengan variabel saling berkaitan. Termasuk variabel kepemimpinan pusat dan daerahnya. Bukan ditentukan etnisnya.
Dari 10 provinsi termiskin di Indonesia, pertama Papua. Menyusui Papua Barat, NTT, Maluku, Gorontalo, Aceh, Bengkulu, NTB, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan.
Source:
Aceh urutan ke - 6. Tapi justru jadi sasaran bullyan. Saya amati narasi olok-olok yang berkembang, benang merahnya faktor Islam. Seolah-olah karena syariat Islam lantas Aceh menjadi terbelakang. Ini sekaligus mengingatkan juga seringnya Sumatera Barat jadi sasaran serangan buzzer karena faktor Islam. Hingga disebut provinsi radikal.
Sebagai anak Pulau Jawa, saya malu ada olok-olok begiturupa terhadap Aceh. Olok-olok yang terasa menggandung kebencian. Para pengolok itu benar-benar buta sejarah. Ahistoris!
Sejenak saja tengok sejarah, kita akan paham posisi Aceh di Republik ini. Sewaktu Jawa, Indonesia Timur, dan wilayah lainnya sudah dijajah Belanda, Aceh adalah negeri Merdeka, kesultanan berdaulat. Belanda harus menjalani perang panjang dengan biaya sangat besar untuk menguasai Aceh.
Provinsi paling barat indoensia ini menjadi wilayah yang tak benar-benar dijajah kolonial. Aceh pada akhirnya memang kalah perang. Tetapi tak pernah takluk pada penjajah. Sebab perlawanan di Tanah Rencong tak pernah padam.
Siapa yang dikerahkan Belanda untuk melawan Aceh? Pasukan Marsose. Apa dan siapa itu Marsose? Tentara Belanda yang anggotanya pribumi. Pribumi mana saja? Yang tertarik sejarah Perang Aceh bisa googling. Saya tak ingin terjerumus dalam narasi SARA seperti dilakukan kaum buzzer.
Apakah para penghina yang dikenal sebagai pendukung rezim tak khawatir orang Aceh tersinggung? Marah? Lalu tergiring pada romantika sejarah "Tanah Rencong" yang penuh perlawanan terhadap penindasan?
Kepada yang belum tahu, emas di puncak Monas itu sumbangan orang Aceh. Pesawat pertama yang dimiliki Indonesia duit untuk membelinya berasal dari sumbangan rakyat Aceh. Juga begitu Indonesia butuh kapal laut, rakyat Aceh ikut patungan untuk membelikannya.
Rakyat Aceh kini terjerumus dalam kemiskinan (paling miskin di Sumatera). Itu Aceh kita. Kok jadi bahan bullyan? Kok diolok-olok? Berapa banyak kekayaan bumi Serambi Mekah yang disedot ke pusat?
Kemarin-kemarin para buzzer dan pengikutnya menghina orang Papua. Kali ini Aceh sasarannya.
Lalu teriak NKRI harga mati?
Otak kalian yang mati!