Perjalanan Panjang Menuju Masa Depan Setelah Acara 1st KSI National Meet Up ( Bagian 1)

Ketika acara 1st KSI National Meet Up ini muncul di dalam benak, terbayang masa depan cerah ceria bagi masa depan dan kehidupan yang lebih baik. Bukan hanya bagi para Steemian tetapi juga bagi negeri tercinta Indonesia dan semua penduduk di bumi ini. Seperti yang menjadi tema dalam acara tersebut, yaitu HOPE, di mana ada banyak harapan yang bisa terwujud bila kita semua mau bersatu padu dan bekerjasama lewat karya yang benar tulus dan ikhlas dibuat bagi perubahan yang lebih baik.

Selepas acara 1st KSI National Meet Up, esok harinya, sebagian Steemian yang hadir pergi berjalan-jalan menikmati Bandung dan kota sekitarnya. Ada juga yang panik belanja dan heboh sendiri karena memang harga barang-barang di Bandung cenderung lebih murah dengan kualitas yang bisa bersaing. Tak sedikit yang saya sarankan untuk segera pergi ke bioskop dan menonton, maklum apalagi di Aceh, bioskop tidak ada. Biarlah semua mengerti dan paham bagaimana nikmatnya menonton di bioskop tanpa ada kemaksiatan pun yang terjadi.

Saya mengajak anak muda dari @apache13 dan @kanotbu, juga kurator Indonesia @aiqabrago yang tertinggal rombongan, berkeliling untuk menikmati kebebasan dalam berkarya di Bandung. Kota Bandung dan sekitarnya memang dipenuhi dengan ruang yang terisi oleh karya seni dalam berbagai bentuk. Bukan hanya lukisan, patung, musik saja, tetapi bahkan sampai gedung, menu makanan, penyajian makanan dan minuman pun dijadikan sarana untuk berekspresi karya seni. Di mana-mana ada banyak tempat terbuka yang membuat semua pecinta seni bisa bernafas lega dan merasakan getaran cinta dari setiap karya yang ada di sana.

Pertama, saya mengajak mereka ke Warung Pojok, sebuah café kecil di taman dan pinggir sungai yang hanya berjarak sekitar 100 m dari rumah saya. Semua bangunan dari café ini terbuat dari barang recycle, sementara taman yang ada dibuat hijau dan dipenuhi bunga. Tak heran bila kemudian semua yang diajak sangat menikmati tempat mungil yang cantik dan asri ini, ada banyak sekali ide dan inspirasi yang bisa didapatkan, terutama bagi mereka yang berpikiran dan berhati luas dalam menerima dan menciptakan karya.

Foto oleh @realfahd

Setelah itu saya mengajak mereka ke Sapu Lidi di daerah Cihideung, sebuah tempat makan dan villa di tengah sawah dan tepian danau buatan. Semua yang ada di sana juga adalah hasil dari karya cipta pemiliknya, yaitu Bob Doank, seorang kawan lama yang memang sangat kreatif sekali. Di sana semua bisa melihat bagaimana sesungguhnya seni itu begitu dengan dengan alam dan semesta, sehingga seharusnya kita semua bisa bersyukur dan menciptakan lebih banyak lagi hasil karya seni. Karya seni itu sendiri memang adalah bukti peradaban, yang tentunya tidak pantas untuk disepelekan. Rasa itu bisa tumbuh dengan berkesenian, dan adab itu bisa ada bila orang mampu menghasilkan karya dengan hati yang dipenuhi cinta serta keikhlasan.

Foto oleh : @realfahd

Kami masih kemudian lanjut ke Imah Seniman. Tempat ini juga dibangun oleh Bob Doank, yang memang menjadikan setiap restaurant dan penginapannya sebagai ekspresi dari seni instalasi dan berbagai gabungan karya seni lainnya. Tempat ini berada di tengah hutan yang tidak jauh dari kota. Segala yang ada di sana juga recycle dan dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang luput dari sentuhan cinta karya seni. Semua yang datang, terutama pecinta seni pasti sangat menikmatinya.

Malam harinya, kami tetap terus melanjutkan perjalanan. Jujur saja, saya kalau diajak belanja atau ke tempat wisata yang ramai sakit kepala! Kalau pergi ke tempat tenang atau tempat seni, saya pasti mau! Jadi maklum jika saya hanya mengajak mereka yang saya pikir mau menikmatinya, kalau tidak suka, pasti sangat bosan jalan-jalan dengan saya. Malam itu gantian @aiqabrago dan @kanotbu yang tinggal dan bang @rismanrachman ikut dengan kami. Kami pun kemudian meluncur ke Café Panas Dalam dan berjumpa dengan Pidi Baiq, penulis “Dilan”, yang juga idola dari kepala suku @apache13.

Ada banyak sekali cerita yang disampaikan oleh Pidi Baiq kepada kami, dan tentunya membuat pikiran ini semakin liar dan nyali semakin bersemangat untuk menggapai masa depan dan kehidupan yang lebih baik. Di sana juga bisa menjadi bukti bagaimana sesungguhnya kita bisa menunjukkan sikap baik, mulia, dan terhormat serta benar berguna dan bermanfaat bagi semua, dengan berkarya. Kita tidak perlu memaksa atau “tampak selalu indah dan baik” di mata orang, tetapi terus saja berbuat kebaikan. Walaupun “Rock ‘n Roll” dan kelihatan sembarangan, tetapi semua adalah pemikir serius yang sangat menghargai Allah dan semua ciptaanNya, dan karya adalah ungkapan atas rasa hormat, terima kasih, dan sujud kepadaNya. Untuk lengkapnya bisa dibaca di tulisan ini: https://steemit.com/story/@rismanrachman/cerita-ketemu-the-panasdilan-di-bandung-logika-argumentum-in-addendum.

Foto oleh: @realfahd

Hari kemudian sudah sangat larut, tetapi rasanya belum afdol bila belum mampir ke jalan Braga. Malam hari seluruh seniman dan galeri sudah menutup lapak masing-masing, yang tersisa adalah tempat-tempat hiburan malam yang dipenuhi dengan hingar bingar suara lagu, musik, serta canda dan tawa. Braga memang jalan yang sangat istimewa, penuh sejarah yang tetap terjaga kelestariannya. Dari tempat ini, ada banyak sekali terlahir seniman asal Bandung yang tumbuh menjadi besar di kemudian hari. Bagi saya sendiri, jalan Braga adalah jalan di mana sewaktu saya kecil, saya bisa merasa seperti benar berada di Paris.

Hanya Hantu di depan Gedung Asia Afrika menuju Jalan Braga yang sempat membuat satu mobil menjerit.
Foto oleh : @realfahd

(Bersambung)

Bandung, 20 Februari 2018

Salam hangat selalu,

Mariska Lubis