Tiada kata yang bisa aku rangkai ketika mengenang masa indah saat bersama mu, betapa perih rasa ini. Ini kah yang dinama kan patah hati, ku hanya bisa menangis sedih dan mengiklaskan mu pergi, kepedihan hati yang tidak bisa terobati dengan cinta yang baru karena memang cinta ini tulus untuk mu, bukan untuk dia ataupun untuk mereka.
Ku sangat mengayat kan hati ini disaat melihat kamu pergi dengannya tepat di depan mata ini, memang aku harus bisa mengiklaskan kamu pergi. Tapi dari rasa iklas tersebut ada juga rasa kecewa yang sangat mendalam dan itu semua tidak bisa aku cerita dengan kata-kata. Perih rasa hati karena ketulusan cinta suci tapi terbalas dengan cinta palsu, mengingkari ikrar sumpah setia, janji yang tidak kamu tepati, dan sekarang kamu malah berpaling disaat aku terjatuh ataupun karena hadir dia orang yang bisa berikan kamu kebahagiaan.

Kenapa kamu tidak pernah jujur jika memang tidak pernah sayang, kenapa aku harus mengetahui nya dari orang lain kalau kamu sudah tidak lagi cinta. Jujur saja jika memang sudah tidak sayang, aku pun tidak ingin memaksa cinta karena memang sudah tidak ada lagi yang bisa di pertahankan, karena cuma aku yang mencintai mu tapi kamu sudah tidak ada lagi cinta.

Tapi setelah semua ini aku persiapkan demi keseriusan dalam sebuah hubungan, dan tentu saja ada saat aku terjatuh walaupun sedang dalam berjuangan untuk mendapatkan mu seutuhnya. Tapi kenapa pada saatnya aku terjatuh seperti ini kamu malah pergi berpaling dari ku, bukan malah menyemangati akan hal apa yang sedang aku perjuangkan.

Jujur, aku kecewa kepada cinta ini kenapa dia harus singgah dihati ku. Memang terluka karena cinta itu tidak berdarah, tapi perih nya sangat terasa pada saat mengenang semua kenangan indah bersama mu. Lalu apa aku harus menangis karena cinta ini? Tentu saja pada saat rangkaian kata-kata ini ada air mata yang menetes, jika pun kamu ad abaca tulisan ku. Aku sangat berharap kamu bisa merasakan betapa besar cinta ku kepada mu, bukan gombalan ataupun hanya sekedara rayuan semata, tapi ini cinta. Memang bukan pujungga yang mampu merangkai kata-kata, tapi setidaknya ini bisa dibaca dengan ketulusan hati dan jiwa.