KITA
Hujan turun lebat. Tirai air tipis yang sebelumnya jatuh ke bumi, menjelma menjadi guyuran deras seperti ditumpahkan dari langit.
"Jaga dirimu, Sas. Aku pasti kembali untukmu,"ucap Bimo lirih seperti akan pergi ketempat yang sangat jauh dan terpencil. Saskia sempat menangkap nada getir disana apalagi saat melihat sorot mata Bimo yang aneh seperti disaput kabut kelam. Ia menepis jauh firasat buruk yang tiba-tiba hinggap di batinnya.
"Kamu juga yach Bim, hati-hati. Terutama godaan pramugari cantik,"jawab Saskia mencoba menghibur dirinya sendiri dengan canda.
Bimo tersenyum.
Senyum paling manis dan terakhir yang pernah dilihat Saskia karena keesokan harinya Headline disejumlah media cetak dan elektronik menampilkan berita tragis musibah jatuhnya pesawat yang kebetulan dikemudikan Bimo dalam perjalanan Jakarta-Manado. Seluruh penumpang dan awak pesawat diketemukan tewas dalam kecelakaan tersebut.
Perlahan, Saskia, perempuan itu merengkuh sebuah kertas putih dari laci mejanya. Kesendirian ini pada akhirnya membuat ia sampai pada sebuah titik yang membuatnya nyaris gila. Kehilangan Bimo membuat segala harapan hidupnya musnah. Hilang tak berbekas.
Setiap dari kita menyukai perjumpaan. Selalu ada harapan baru dan segar yang muncul dari sebuah perjumpaan dengan seseorang.Tapi seringnya kita tidak menyongsong perpisahan dengan sikap yang sama.
Jika kita kilas ke belakang, adakah perpisahan yang masih kita sesalkan.? Dan dari segala perpisahan yang terjadi dalam hidup kita, berapakah di antaranya yang sudah menerbitkan pelajaran atau hikmah yang indah?
Sepotong kata "selamat tinggal" atau "putus" kadang menjadi pil pahit yang amat kita hindari. Namun ibarat sebutir obat yang kita minum saat sakit, justru lewat kegetiranlah kita belajar menanggulangi sesuatu. Hati kita semakin kuat. Perjalanan hidup semakin bermakna.
"Perpisahan seringkali dicap sebagai musibah. Tapi, sebagaimana segala peristiwa dalam hidup, musibah atau berkah hanyalah kemasan yang membungkus sebuah pelajaran berharga. Terkadang perpisahan adalah jawaban. Meski pahit dan sedih, perpisahan tak jarang memberi kita ruang segar untuk mencicipi hidup dari sisi yang baru. Hanya saja dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk menyadarinya.
Kita mesti senantiasa percaya, segala sesuatu dalam hidup ini tidak pernah ada yang sia-sia". Terdengar lamat-lamat penyiar radio menyampaikan pesan penutup.
Saskia menggigit bibir. Uraian kalimat penyiar radio itu meresap jauh kedalam dan menyentuh dasar hatinya.
*)Malam berikutnya
"Saskia mohon bantuan Mas untuk membacakan puisi yang baru saja aku kirim lewat fax ke kantor radio dan usai puisi itu dibacakan, disusul dengan lagu dari William Brother's berjudul I Can't Cry Hard Enough. Terimakasih ya sebelumnya,", tutur Saskia lirih seraya menutup telefon.
Malam itu, Saskia tersenyum saat suara penyiar radio membacakan puisinya di acara "Midnight Song". Sebuah puisi yang merupakan ekspresi batinnya. Tentang luka. Tentang kehilangan. Tentang perpisahan. Tentang kesedihan. Juga tentang Bimo, yang pergi membawa kelam dihatinya.
Kita, katamu..
seumpama serpih-serpih kenangan
yang mengapung rapuh di udara
menari bersama desir angin beranda
yang menerbangkannya jauh
hingga angan pun tak mampu menggapai
Kita, Katamu..
serupa geliat cemas dan rindu
yang disimpan diam-diam
di jagad hati
lalu berharap
jarak itu bisa kita lipat
dengan cinta sebagai pengikat
Kita, katamu..
Adalah senyap yang menetap
pada setiap sajak pilu
yang kita tulis
dengan luka
tanpa airmata