Keluh Pecinta Bola dan Partai
Seorang teman saya tertunduk lesu malam ini. Matanya memandang ke layar kaca. Di sana tertera skor 0-2 untuk kemenangan sementara Belgia versus Brasil.
Tubuhnya kaku. Sorot matanya terlihat kosong. Padahal sebelumnya ia mengaku pendukung Belgia. Ia pun turut bersorak saat dua gol bersarang ke gawang Brasil.
"Semoga ada gol balasan dalam waktu sisa dan Brasil menang," kata saya di dekat kepalanya. Awalnya ia mengangguk kecil tapi kemudian buru buru mengklarifikasi.
"Lon kudukung Belgia hai. Awak kamoe menang," katanya dengan sigap.
Mendengar hal ini, saya tertawa. "Tapi bahasa tubuhmu menyatakan lain. Mulut untuk Belgia tapi hatimu Brasil," ujar saya lagi di tengah tengah riuhnya penonton.
Kawan saya ini kemudian terdiam.
"Ya. Lon sebetul jih galak keu Brasil. Tapi gaya permainan Naimar yang sok dan gaya membuat lon kecewa. Awaknya pantas taloe," kata kawan saya ini lagi.
"Tapi saat skor seperti sekarang. Hati saya justru sedih dan seperti tak rela," kata dia lagi.
Pembicaraan kemudian terhenti karena serangan Brasil ke gawang lawan. Tapi tiap kali serangan tadi tak berbuah hasil manis. Kawan saya ini mencoba untuk ceria agar penonton sekeliling percaya kalau dia pendukung Belgia.
"Sama seperti pilkada kemarin. Lon sebetul jih kecewa dengan oknum anggota partai kita yang sombong-sombong. Bertahun kerja tapi tak dihiraukan. Akhirnya memilih diam," katanya.
"Tapi ketika pasangan yang diusung partai kita kalah, saya seperti menyesal sedalam-dalamnya. Saya cinta kepada partai kita meskipun ditinggalkan dan dilupakan," katanya.
Kami kemudian terdiam lama.
"Perasaan campur aduk itu saya rasakan malam ini. Brasil pantas kalah dan saya berharap Belgia menang. Tapi rasa luka tetap ada. Hom hai," ujarnya.
Pertandingan terus berlanjut. Ia kembali bersorak girang dengan ekpresi wajah kaku.
Posted from my blog with SteemPress : http://gampongaraih.desa.id/keluh-pecinta-bola-dan-partai/