Happy 3rd Wedding Anniversary!
8 Maret 2015-8 Maret 2018.
Sudah tiga tahun berlalu semenjak hari yang sakral itu. Kemarin adalah hari di mana usia pernikahan kami sudah memasuki tahun yang ketiga. Syukur kepada Allah Swt, bahwasanya kami dapat melalui tiga tahun lamanya bersama dengan penuh suka dan duka.
Ada canda, tawa, sedih, dan kadang-kadang juga amarah yang mewarnai kehidupan pernikahan kami ini. Ini lah romansa pernikahan kami, yang tentu saja berbeda dengan pasangan-pasangan lainnya di dunia ini.
Tetapi, saya tentu saja berterima kasih yang sangat besar terhadap Allah Swt sebagai pencipta, karena telah mengaruniai pasangan yang terbaik kepada saya. Laki-laki yang saat ini menjadi suami saya, seorang ayah dari anak saya. Laki-laki yang luar biasa hebatnya.
Selamat ulang tahun pernikahan yang ketiga untukmu, kanda. :)
Suatu Pertemuan
Bagaimana kami bisa berjumpa?
Menurut saya, ketetapan Tuhan akan jodoh yang diberikan-Nya kepada setiap pasangan itu memang tidak bisa ditebak. Saya dan suami, adalah pasangan yang telah dijanjikan Tuhan. Jodoh yang telah tertuliskan. Sehingga pertemuan kami pun, adalah garis takdir Tuhan yang telah ditetapkan. Sehingga kami tiga tahun yang lalu, bertemu dengan ikatan rasa kasih sayang-Nya yang luar biasa.
Kami belum pernah mengenal sebelumnya. Bertemu satu sama lainnya pun tidak pernah. Saya ketika itu sedang melanjutkan kuliah semester 3 di program Magister Ilmu Komunikasi, Undip. Begitu pula beliau, yang sedang menyelesaikan program Magister Sejarah di Universitas Patani, Thailand.
Kami terpisah satu sama lainnya, berbeda tempat, dan terpaut jarak pula.
Waktu itu, saya belum terpikir untuk menikah. Apalagi saya sedang berada di semester nanggung, alias nanggung menikah mendingan kelarin tesis dahulu. :D. Jadi saya membatasi diri dari acara jodoh-jodohan, yang saya ketika itu gencar sekali diserang kiri dan kanan kalau pulang ke kampung untuk liburan. Biasa, anak perempuan seusia saya rentan dikhawatirkan orang tua, apalagi kalau terus-terusan menjomblo. Takut nanti engga ada yang mau. Duh~
Sampai suatu hari ketika liburan perkuliahan, seorang guru saya memperkenalkan saya dengan seseorang laki-laki, yang kata beliau masih single, pintar, alim, sedang kuliah di Thailand. "Cocok lah sama Putri, sama-sama lagi S2. Hobi belajar juga. Pokoknya kalau ga sama ustad ini, rugi Putri". Kata beliau, mencoba membujuk saya.
Haha. Saya toh angguk-angguk kepala saja. Penasaran, iya. Tapi lebih milih mundur saja dulu, karena kondisinya ketika itu saya sedang dibikin kewalahan dengan beberapa perjodohan lainnya. Yang agak tersendat-sendat karena ketidakcocokan dan sebagainya. Juga pertimbangan karena saya masih fokus pada perkuliahan.
Singkat cerita...
Iseng-iseng, saya mencoba mencari alamat Facebook laki-laki yang diperkenalkan guru saya tadi. Supaya hilang penasaran nih ceritanya, apalagi beliau seorang ustad.
Ketemu!
Saya cek satu per satu fotonya. Hmm.
"Beneran ustad, nih,"pikirku. Lantas saja saya merasa agak minder, dan mencoba meyakinkan diri bahwa laki-laki ini tidak mungkin ingin dengan saya. Seorang ustad yang alim, sederhana, dan terkesan kharismatik dari fotonya, mana mungkin pantas dengan yang saya yang kekanak-kanakan, heboh, tidak alim, dan suka sekali naik gunung. :)) Berbeda sekali, you know!
Tapi Allah lah yang menentukan.
Tidak sampai sehari setelah saya ngepoin laman facebooknya, tiba-tiba saja saya mendapatkan pesan kotak masuk yang isinya adalah sapaan dan ajakan perkenalan darinya. Subhanallah, saya panik luar biasa. Haha.
Saya yang biasanya sangat dingin, cuek bebek dengan orang-orang yang sedang PDKT, sangat tertutup dan acuh tak acuh, akan tetapi dengan beliau proses percakapan mengalir begitu saja. Saya begitu menghormatinya. (Dan kupu-kupu pun berterbangan, aduhai~)
Singkat cerita, kami saling berkomunikasi selama seminggu lamanya. Sampai pada putusan yang paling penting harus diputuskan. Ternyata kami saling cocok satu sama lainnya. Dan...seperti itu lah. Terjadi lah prosesi pernikahan dan segala adat istiadatnya, tanpa butuh waktu yang lama. Agustus 2014 berkenalan, lalu Maret 2015 kami pun menikah.
Rencana saya untuk menikah setelah kuliah S2 pun berubah total. Siapa sangka. :D
Berdua, Membangun Rumah Tangga Idaman
Saya yakin, setiap pasangan punya caranya tersendiri dalam membina rumah tangga. Begitu pula kami. Kami pun membangun rumah tangga beranjak dari nol, sama-sama belum mapan, belum berpenghasilan, dan masih berstatus mahasiswa pascasarjana.
Tapi, siapa takut? Rupanya, prinsip yang sama lah yang mempertemukan kami. Yaitu prinsip yang tidak mau berpikir layaknya pandangan pada umumnya mengenai konsep pernikahan ideal.
Tahun pertama pernikahan, saya dan suami masih berstatus mahasiswa. Dua bulan setelah menikah, saya harus balik ke Semarang untuk melanjutkan proposal penelitian tesis yang tertunda. Begitu pula suami. Selama beberapa bulan kami harus kembali ke rutinitas kami sebelum menikah dahulu.
Nah, proses penyelesaian tesis saya itu tidak mulus. Saya sudah dalam kondisi hamil muda ketika itu. Jadi saya harus kembali ke Semarang, sendirian, menyelesaikan proposal dengan sedikit tertatih-tatih karena kehamilan yang cukup menguras energi. Akhirnya terpaksa dijemput pulang oleh suami, untuk rehat di kampung halaman. Tugas akhir harus ditunda, dan saya harus mengikhlaskan satu semester terakhir berjalan begitu saja. Sedikit terlambat dari teman lainnya. Tidak apa.
Tahun kedua pernikahan. Masih sama seperti tahun sebelumnya, ini adalah masa-masa perjuangan kami. Kuliah S2 belum juga selesai, orang-orang di sekitar mulai pesimis saya akan berhasil menyelesaikan S2 saya. Tidak mungkin, seorang perempuan yang sudah menikah dan punya anak bayi akan mudah menyelesaikan kuliahnya.
Tapi ini lah kami yang suka dengan tantangan. Suami akhirnya mengalah untuk memotivasi saya agar dapat menyelesaikan S2 terlebih dahulu, karena menurut beliau jika saya selesai maka beliau sebagai laki-laki pun nanti akan lebih mudah menyelesaikan S2. Biar saya yang lebih berat dahulu yang diprioritaskan.
Sejak usia Aisya sebulan, saya dan suami fokus menyelesaikan tesis saya. Suami dan anak mendampingi segala proses penelitian, bahkan hingga harus ke Semarang selama dua bulan lamanya. Demi mendukung saya agar benar-benar dapat menyelesaikan studi magister ini.
Alhamdulillah, saya dapat menyelesaikan S2 saya ini setelah naik sidang pada pertengahan April 2016. Saya harus telat satu semester, sehingga saya pun harus ikhlas melepas impian lulus dengan cumlaude, meskipun saya mendapatkan nilai kelulusan sempurna ketika itu.
Tidak apa. Bagi saya, proses yang sudah saya lalui sejauh ini sangat luar biasa. Sehingga saya mampu mendapatkan tiga kesempurnaan sekaligus di tahun pertama pernikahan, yaitu: suami soleh, buah hati, dan kelulusan S2.
Subhanallah!
Tahun ketiga pernikahan. Alhamdulillah, kini kami berdua sudah membuktikan pada orang-orang bahwa kami mampu menyelesaikan studi kami. Mendobrak pemikiran negatif kepada kami.
Ketika kami dapat saling mendukung satu sama lainnya. Maka tujuan pun dapat dengan mudah dicapai. Dan benar, akan indah pada masanya.
Allah Swt benar-benar memberikan hadiah yang baik, bagi mereka yang mau berusaha.
Di tahun ini, banyak hal yang kami bangun bersama. Salah satu yang paling berarti adalah, nilai-nilai kepercayaan dan kerja sama.
Terima kasih, atas tiga tahun kepercayaan dan kerja sama yang baik.
Semoga akan terus seperti ini di tahun-tahun ke depan nanti.
Salam penuh cinta, dari istrimu.
(Meulaboh, 9 Maret 2018)
Takut kita komen..
Hahahaha. Kenapa?
Barakallah... Smoga langgeng dunia akhirat...
Amin Yra.
Makasih...:)
Barakallah bu
Semoga tetap SAMAWA ya bu 😊
Amin. Makasih Riska. :D
Sami² ibu 😊
Wah, keren cuy... Bisa penuh perjuangan untuk membangun rumah tangga idaman dan banyak proses yang harus dilalui ya buk @putrimaulina90... Hehehehe
Haha. Iya pak..
Setiap keluarga pasti punya perjuangan dan kisahnya masing2 ya. Kalau ga, standar x lah kehidupannya. Life is bittersweet.
Benar buk, kisah yang berbeda perjuangan yang berbeda untuk meraih kebahagiaan yang diinginkan... Begitulah hidup... Heheehe
Happy wedding anniversary dek put
Makasih kak liza. Udah di Mbo kah?
Waaahh.. Happy wedding anniversary Put, udah tiga tahun aja. Semoga berkah melimpah untuk Putri dan keluarga.
Kuliah, apalagi menyelesaikan thesis saat sudah tak lagi single itu memang sesuatuk ya. Ku pun merasakannya (walaupun saat itu masih berdua, blm ada yg ketiganya). Prioritas sudah ganda, konsentrasi sudah terbagi, tapi thesis harus tetap di hati. Haha.. Bagaimanapun, itulah tantangannya, seni menikah saat masih melanjutkan kuliah. Ada kepuasan tersendiri saat mampu melewatinya. Inspiratif put. Semoga memicu semangat emak-emak pejuang pendidikan lainnya :)
Makasih Uun. Iya, niatnya memang maunkasih inspirasi buat emak-emak buat ga parnoan kuliah tapi menikah. Hehe.
Apalagi ditantang sama konstruksi sosial yg membuat perempuan susah lanjut kuliah. Duh
salam kenal. semoga langgeng. ceritanya unik dan layak cetak, hhehe
mantap nyan dek nong