Mbolang Malam Taipei
Malam ini aku berjalan kaki dari mrt Biemen menuju mrt Ximen melalui aula Taipei Main Station (TMS). Dalam perjalanan tersebut aku dapat cuci mata melihat semua yang ada di sepanjang jalan. Eskalator yang menurun cukup curam di mrt Biemen hingga menguping percakapan bahasa jawa pasangan muda mudi yang entah mau kemana cukup menyegarkan syaraf kepala. Lorong Taipei mall yang sepi membuat langkahku leluasa berjalan lurus tanpa khawatir nabrak orang yang berjalan berlawanan. Pada hari sabtu dan minggu biasanya lorong itu penuh dengan teman-teman PMI yang hilir mudik keluar masuk kios-kios barang dagangan.
Toko es krim dengan pelanggan yang biasanya antri mengular kali ini sepi, tak satupun yang beli. Ini kesempatanku memenuhi rasa penasaran rasa es krim. Bermodal 25 NTD ku dapatkan seconthong es krim yang menuntunku njogrok sendirian di bangku panjang depan kios. Walau lidah dan hati serempak melafal bismillahi awalu waakhiruhu, tapi kepalaku membayangkan gelontoran jutaan molekul gula memenuhi aliran darahku. Ah biarlah, gula itu akan kubakar sepanjang jalan.
Melintasi aula TMS tempat favorit para PMI biasa negrumpi, kulihat kelompok kelompok anak muda local menikmati suasana. Lapangnya ruangan menyejukkan pandanganku kali ini. Andai tidak dilarang, kan ku gelar tikar di tengah aula dan tidur barang satu-dua jam. Sayangnya, ada dua pak polisi yang mengawasi sekitar. Sementara di sisi luar dinding aula telah penuh terhampar lembaran kardus-kardus dengan di atasnya tergolek tubuh-tubuh renta. Kemanakah anak cucunya hingga para tetua tersebut tidur di situ? Entahlah.
Melangkah menuju gedung Singkong, gedung tertingggi kedua di Taipei, ku lihat jalanan masih padat penuh para pekerja sepulang kantor. Terpikir di kepala apakah tidak bosan mereka dengan rutinitas? Tetapi itu mungkin antara hidup dan mati mereka karena hidup di Taipei tidaklah murah. Kulihat wajah-wajahnya, sepertinya lebih bahagia para PMI yang biasa berdandan meriah sambil berkaraoke di warung pojok luar gedung TMS. Atau mungkin wang sinawang, rumput tetangga lebih hijau dari rumput halaman rumah sendiri; nggragas.
Langkahku semakin melenggang saat menuju mrt xiemen. Setidaknya di kepalaku sudah muncul bagaimana menghadapi pernik hidup. Hidup memang penuh pernik terlebih karena kita pun harus memikirkan keinginan hidup orang lain. Menyederhanakan masalah sering kali langkah efektif untuk menyelesaikan masalah. Tetapi itu hanya adil jika hanya untuk masalah pribadi, dan tidak untuk banyak orang. Namanya juga penyederhanaan, pasti ada bagian-bagian yang dibuang dan dilupakan. Tetapi untuk masalah banyak orang, bagian-bagian yang dibuang bisa jadi bagian terpenting dari hidup mereka. Oleh karena itu menghadapi masalah banyak orang harus menghindari penyederhanaan. Dan langkahku sudah sampai Ximen. Aku harus pulang.
WoW
Sudah kami upvote yaa.. (Ini bagian dari kontribusi kami sebagai witness di komunitas Steemit bahasa Indonesia.)
Ada nostalgia yang tiba tiba kembali mengambang, namu hanya separoh jalan dari perjalanan Anda itu. Arahnyapun berlawanan. Ximen-TMS