Dinamika Pertemanan di Media Sosial
(photo by www.itunes.apple.com)
Pernah di-unfriend teman yang dikenal secara personal meski bertahun-tahun tidak berjumpa? Gimana rasanya? Sebel nggak? Atau dianggap angin lalu belaka?
Malam ini saya baru merasakannya. Mulanya sih nggak ngeh kalau di-unfriend. Saat saya memosting foto teman-teman seangkatan di FB, berkali-kali saya menandai namanya di postingan, kok namanya ngga ada. Saya kira dia mengganti nama dengan nama anaknya yang saya lupa atau ditambah nama suaminya yang saya juga lupa. Ya sudah, menyusul saja kalau pas dia berkomentar.
Saya sudah lupa dengan kegagalan menandai namanya di postingan. Ingatan itu muncul lagi saat saya membaca komentarnya di status teman kami. Saya klik namanya lalu masuk ke profil dia. Ealah..kok kami tidak berteman. Padahal seingat saya, kami sudah berteman sejak tahun 2009. Ow...ada apa ini? Apa saya yang meng-unfriend dia? Tapi masa sih? saya tidak akan meng-unfriend seseorang kecuali dia sudah keterlaluan. Dan hingga hari ini, saya belum pernah meng-unfriend siapa pun.
Sebenarnya ini bukan masalah penting, tapi tetap saja hati bertanya-tanya. Kok di-unfriend? Kenapa? Saya tidak pernah mengganggunya. Relasi kami di medsos dan di dunia nyata biasa saja malah cenderung tidak pernah kontak. Saya pun mengingat-ingat kapan teakhir kami ngobrol baik di WAG angkatan maupun secara personal. Oh ya, saya ingat! Sekira dua tahun lalu, saya pernah protes waktu teman saya ini, untuk ratusan kalinya sejak WAG angkatan terbentuk tahun 2012 silam, membahas betapa konyolnya ia yang ketinggalan pesawat gara-gara harus menunggu teman-teman cowok kami menghabiskan sebatang rokok. Cerita komplitnya panjaang dan karena sudah dibahas ratusan kali, saya tidak ingin membahasnya lebih panjang lagi. hehe...
Waktu saya protes itu, respons teman saya ini terasa gusar. Saya lupa apa yang terjadi setelahnya. Kesibukan menepikan ingatan tentang itu. Malam ini saya teringat lagi. Saya sebal di-unfriend. Agar sebal ini tak berlarut-larut, iseng saya tanya nomor kontak teman ini pada teman kampus yang lain. Kebetulan yang punya nomor kontaknya adalah sahabat saya. Eh, ternyata dia juga di-unfriend. Dia menyarankan saya untuk mengabaikannya. "Bukan hal penting, mungkin dia hanya mau berteman dengan yang selevel,"ujarnya.
Saya masih penasaran. Bagaimana responsnya kalau saya menyapanya? Akhirnya, sahabat saya yang lain memberikan nomor kontak teman saya ini. Mulanya saya akan menyapanya besok saja karena sekarang sudah larut, kuatir mengganggu. Namun, rasa penasaran itu begitu kuat. Saya kontak sekarang saja deh. ternyata responsnya masih hangat. Saya bersyukur, ia masih teman saya. Kami tidak banyak ngobrol karena malam sudah larut juga. Saya pun tidak bertanya mengapa ia meng-unfriend saya. Sebenarnya saya bisa menanyakan itu. Tapi saya enggan. Pertanyaan itu pasti akan terjawab sendiri.
Beginilah dinamika pertemanan di media sosial. Unfollow, unfriend, bahkan block friend bisa dilakukan hanya karena alasan yang receh banget. JIka ia murni teman di dunia maya yang tidak kenal secara personal, mungkin biasa saja. Ya sudah, nanti juga akan banyak orang baru yang minta pertemanan lagi. Nothing to lose. Tentu berbeda jika yang melakukannya orang yang dikenal secara personal. Pasti akan bertanya-tanya, "Ada apa? Mengapa?"
Pertanyaan-pertanyaan itu bisa jadi sangat mengganggu. Sebagian orang akan mengabaikannya dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa "langit masih biru meski tidak berteman dengannya lagi". Namun, ada juga yang jadi baper, seperti saya. Agar bapernya tidak berlarut-larut berujung pada prasangka buruk, yang saya lakukan menyapanya secara pribadi lewat pesan Whatsapp. Saya hanya perlu mengecek responsnya pada saya. Kesan pertama saja. Itu sudah cukup dan melegakan. Oh, dia masih ramah.
Setelah itu apa? Ya, nggak ngapa-ngapain juga sih. Setidaknya ia masih teman saya meskipun ia sudah meng-unfriend saya di FB. Medsos hanya dunia maya. Berteman atau tidak di sana, bukan hal penting. Tidak perlu dipikirkan terlalu dalam jika temanmu meng-unfriend atau meng-unfollow, bahkan mem-block-mu. Santai saja. Cara saya mungkin bisa dipraktikkan untuk mengecek apakah dia masih meresponsmu di media lain atau tidak. Jika ya, mungkin dia memang enggan berteman di FB. Mungkin dia lebih suka saling menyapa di WA atau telpon, atau sms.
Anyway, jujur, saya memilih tidak bertanya lebih lanjut karena saya 'gengsi' (tutup muka). Bukan hal penting dan makin nggak penting kalau harus ditanyakan. Ah, jangan tiru bagian yang ini ya. Gengsi sebenarnya menghambat langkah kita untuk lebih terbuka, lebih jujur, dan lebih mawas diri. Hm...
Congratulations @siswiyantisugi! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!