Kopi Sabtu Pagi Terakhir 2018
Walaupun tidak semua tapi mayoritas kami lelaki Aceh ritual pagi yang jarang luput adalah ngopi. Tak sedikit pula quote atau ungkapan tentang kopi beberapa diantaranya " pagi dimulai setelah ngopi", "ngopi biar gak gila" dan lainnya.
Ada yang menganalogikan bahwa segelas kopi adalah karya. Ada beberapa warung kopi yang saya singgahi yang kopinya dibawah rata-rata. Anehnya mereka bertutur sudah memakai bubuk kualitas bagus. Tapi hasilnya tak sesuai ekspektasi.
Selidik punya selidik ada banyak kecakapan yang harus dikuasai sang "penyaring" agar kopi yang hadir betul- betul keren. Dari kepekaan melihat warna kopi, buih digelas, suhu didih air, tingginya saring di angkat. Tentu saja kepekaan menentukan kapan ganti bubuk sangat menentukan agar cita rasa tetap konsisten.
Bila kita menilik jauh kebelakang maka sebenarnya dalam segelas kopi. Kisah bermula dari para pemetik kopi yang bersahabat dengan nyamuk kebun yang ganas. Suhu dingin pagi juga tantangan lainnya.
Lalu episode para penjemur yang harus membolak-balik agak kering merata dan sigapnya mereka ketika tetiba hujan turun.
Lalu bayangkan mereka di loyang panggang. Kejelian menambahkan kayu bakar agar suhu stabil, lalu dengan awas memperhatikan agar tidak overcook. Bayangkan peluh mereka sekujur diri dan mata yang payah dipenuhi asap.
Hingga setelah digiling masuk ke saring diseguh air lalu di tuang ke segelas kopi.
Banyak sekali profesi yang berkait dari segelas kopi dan bayangkan putaran ekonomi yang ada. Dari pemetik kopi, para pensensor biji, tukang roasting, pemilik warung kopi, tukang saring hingga penyaji kopi.
Semoga ada kisah indah tentang kopi di tahun 2019. Semoga tak adalagi kopi Aceh yang dijual dengan nama daerah lain. Atau cerita gagal panen bahkan misal pengempul yang jalan sambil bersiul sedangkan petani jalan terseret sambil terseret.