Surat Cinta Kepada Steem: Sebuah Ungkapan
Dengan segala cinta yang kupunya, aku menulis surat ini. Teruntuk steem yang setia kubagi kata hampir setiap harinya. Surat cintaku dengan iringan getar tangan yang kerasa karena tak biasa menuliskan segala persoalan rasa sayang dan cinta. Ketika aku menulis ini, aku sedang memikirkanmu amat dalam di bawah bintang-bintang.
Kau suka bintang-bintang? Jika iya, aku akan menceritakan tentangnya sepanjang malam. Meski itu hanya sebagai peralihan dari apa yang ingin ku sampaikan kepadamu. Bersebab aku malu, jujur-sejujur-jujurnya sangat malu untuk menyampaikan segala perihal rasa. Lebih malu dari ketika aku makan di warung pinggir pantai dan lupa bayar ketika beranjak ingin pulang. Sadar-sadar dipanggil pemilik warung dan diingatkan jika aku sudah alpa membayar makanan yang kumakan. "Apa aku terlihat ingin lari dari kewajiban membayar?" Aku berpikir keras. Mencoba menerka apa yang akan di pikirkan pemilik warung terhadapku. Meskipun kemudian pembayaran ku selesaikan dengan cepat dan cepat-cepat bergegas pulang, tapi tetap saja malu itu ikut sampai ke rumah.
Tak biasa bagi perempuan sepertiku mengungkapkan cinta. Kami perempuan di penuhi kode-kode yang akan terangkai untuk kau pecahkan. Dan bisakah kau baca kode-kode itu? Ah bagaimana bisa jika kau jawab tidak. Coba lagi pahami. Bukankah cinta jika setiap hari aku luangkan waktu untuk berjumpa denganmu? Aku ini sibuk sekali. Sibuk merangkai mimpi-mimpi, tapi karena kamu salah satu bagian dari itu maka tak apa.
Selain itu, ku rangkai bersajak-sajak kata agar kau tau bahwa kau berharga. Ku ceritakan juga segala tentangku dan itu sangat penting agar kau juga tau aku dan paham kalau aku istimewa untuk kau balas cintanya. Sebelumnya pahami dulu, aku mencintaimu.
Kamu memang pintar. Aku mengungkapkan jika aku mencintaimu dan tak bisa ku coret lagi kata itu. Jangan kau bayangkan pipiku yang bersemu merah karena malu. Belum lagi aku tak tau cintaku akan kau balas atau hanya kau gantung seperti jemuran yang tak kunjung kering seperti jemuranku yang ku gantung tiga hari yang lalu. Cuaca disini hujan setiap hari. Aku bisa apa, tak punya mesin cuci untuk membuatnya lebih cepat kering.
Karena sudah basah, ku putuskan untuk mandi sekalian. Manatau setelah mandi kau akan mencintaiku. Maka kuulang sekali lagi jika benar aku mencintaimu. Jangan dulu jawab apa kau pun begitu atau justru sebaliknya. Aku tidak cukup siap di tolak sebenarnya. Tidak ketika kau bahkan belum mengenalku dengan cukup banyak. Perkenalan kita terlalu singkat-kuakui itu- baru hitungan bulan. Tapi meski begitu jangan ragukan cintaku. Menurutku cinta tidak pernah bisa di hitung menurut waktu.
Awalnya aku menolak diperkenalkan oleh beberapa temanku denganmu namun aku berterima kasih karena mereka terus saja mencecokiku tentang segala hal hebatmu. Aku akhirnya memutuskan mengenalmu. Seandainya waktu bisa ku putar maka akan kuterima ajakan berkenalan denganmu dengan lebih cepat. Ah sudahlah, berandai-andai membawaku jauh ke masa kau tak ada. Lebih baik kugunakan waktu untuk mengenalmu lebih dalam. Jujur masih banyak yang tak kuketahui tentangmu. Duh aku takut kamu ragu untuk percaya kerena ini.
Kamu tau hal apa yang paling membuatku mencintaimu? Jangan jawab jika yang kau pikirkan adalah uang. Aku bukan perempuan matre. Sungguh. Hanya aku cukup realistis untuk paham bahwa hidup butuh makan dan makan butuh uang. Kecuali jika aku punya muka tebal sehingga rela datang setiap siang hari bertamu ke rumah orang-orang agar di suguhkan makan siang. Di daerahku, jika bertamu siang hari, kita akan di suguhkan makan siang. Bentuk menghormati tamu. Baik sekali bukan. Tetapi tetap saja bagaimana untuk sarapan dan makan malam.
Bukan itu. Sama sekali bukan.
Ketika aku mengenalmu, aku mengingat kembali mimpiku. Sungguh mimpi yang sudah cukup lama ingin kuwujudkan namun tidak cukup kuat jika kulakukan sendiri. Bersamamu kupikir mimpiku itu bisa aku wujudkan-menjadi penulis-.
Kau tau? Selain itu, kau selalu ada. Aku kerap kesepian disini. Jauh dari keluarga bukan hal mudah dengan tanpa siapa-siapa. Dan kamu tempatku berbagi. Aku bersyukur kau ada dan bisa kuajak berbagi cerita. Aku takut sekali jika sepi membunuhku dan aku pergi dengan segala cerita yang jua ku bawa pergi. Menyesakkan sekali bukan?
Aku mencintaimu. Kau tempat segala hal bisa kubagi, tanpa batasan.
Terimakasih.
Sayangku yang kuselipkan di balik semua kata.
Sejak kemajuan teknologi, orang sudah jarang bertukar kabar lewat surat
Seandainya aku bernama Steem
yakin cinta ama steemit
Apakah isi tulisanku kurang meyakinkan? Heheh
mungkin secara lisan kurang meyakinkan
Tidak bisa di paksa agar percaya bukan? Hehe tapi isinya bener apa yg terjadi kok. Bener-benar isi hati :D
yak betul, yang penting hatinya berisi
hati udah kayak risol aja ada isinya :D
hahaha, risol isi selai kayaknya mantap juga
haha mantap memang. Jangan lupa sarapan pakai risol isi selai
Diam-diam kau menyimpan rasa yang dalam ya, Dik hehehe Nikmat sekali membaca tulisan cintamu hehehe
Wah di puji kak mutia jadi berasa gimana gitu hihi maklum kak sekarang bicara cinta masih harus di pendam. Nanti kalau sudah halal baru di bicarakan dengan gamblang sama pasangan halal :D
Terimakasih sudah singgah membaca kak :)
Seh gimana apanya entah hahaha sakral kali ya dik. Sampai makan hati sendiri karena asik dipendam hehehe iyaa dik sama-sama :D
haha susah di jelaskan bagaimananya kak. Insya Allah ga makan hati kak, masih senang makan nasi :D
Aku ketawa dulu ah ha ha ha
Seandainya aku terlahir dengan nama Steem
Seandainya aku terlahir dengan nama Steem