Mempelajari proses adsorbsi karbon aktif dengan larutan Asam
BAB I
PENDAHULUAN
I. Tujuan Percobaan :
- Mempelajari proses adsorbsi karbon aktif dengan larutan Asam
II. Bahan dan Alat yang dipergunakan :
- Labu erlenmeyer 50 mL
- Corong kaca
- Kertas saring
- Pipet volume 10 mL dan 25 mL
- Gelas ukur 50 mL dan 100 mL
- Labu takar 50 mL, 100 mL dan 250 mL
- Karbon Aktif
- Asam Oksalat dan Asam Asetat
III. Prosedur kerja :
- Siapkan 6 buah erlenmeyer 50 mL
- Masukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer 0,5 gr karbon aktif
- Tambahkan pada tiap erlenmeyer larutan Asam Oksalat atau Asam Asetat
sebanyak 50 mL
- Kocok campuran tersebut selama 30 menit
- Saring larutan tersebut dengan kertas saring
- Titrasi filtrat dengan larutan NaOH 0,1 N dari indikator phenolptaline sampai terjadi perubahan warna dan sebaiknya jumlah filtrat yang di titrasi tidak sama antara konsentrasi asam tertinggi dan terendah.
BAB II
LANDASAN TEORI
Adsorbsi adalah gejala mengumpulnya molekul-molekul suatu zat (gas, cair) pada permukaan zat lain (padatan) akibat adanya keseimbangan gaya. Zat yang mengadsorbsi disebut adsorben dan zat yang teradsorbsi di sebut adsorbat.Adsorben umumnya adalah padatan, sedangkan adsorbatnya adalah cairan atau gas.
Proses adsorbsi merupakan proses kesetimbangan baik adsorbsi gas maupun adsorbsi cair. Contoh proses adsorbsi yang digunakan sehari-hari, misalnya : penyerapan uap air oleh zat pengering (silika gel), penghilangan warna pada industri tekstil dan industri gula , dan penghilangan bau.
Proses adsorbsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
- Konsentrasi, semakin besar konsentrasi adsorbat maka jumlah yang teradsorbsi makin banyak.
- Luas Permukaan, semakin halus ukuran partikel maka akan memperbesar luas permukaan kontak sehingga jumlah yang teradsorbsi juga semakin banyak.
- Temperatur, semakin besar temperatur proses, akan memperkecil adsorbat yang teradsorbsi, karena proses adsorbsi merupakan proses yang isotermal.
- Sifat Adsorben dan Adsorbat.
Proses adsorbsi dibagi menjadi dua bagian :
a. Proses adsorbsi kimia, yaitu proses adsorbsi yang di sertai dengan reaksi kimia. Pada adsorbsi ini terjadi pembentukan senyawa kimia dan umumnya terjadi pada adsorbsi yang multi lapisan.
Contoh :
CO2 + NaOH ----------------- Na2CO3 + H2O
H2O + CaCl2 ----------------- Ca(OH)2 + HCL
b. Proses adsorbsi fisika, yaitu proses adsorbsi yang tidak disertai dengan reaksi kimia. Ikatan yang terjadi pada proses ini adalah ikatan Van der Waals yang relatif lemah. Panas yang dilepaskan juga relatif kecil dan umumnya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer).
Contoh :
- Adsorbsi asam asetat dan asam oksalat oleh karbon aktif
Efektifitas adsorbsi akan semakin tinggi jika kedua zat, adsorbat dan adsorbennya mempunyai polaritas yang sama.
Isoterm Adsorbsi
Isoterm adsorbsi adalah gambaran tentang jumlah adsorbat yang teradsorbsi persatuan berat adsorben sebagai suatu fungsi konsentrasi pada suhu tetap.
Beberapa persamaan isoterm adsorbsi adalah :
- Isoterm Freundlich
- Isoterm Langmuir
- Isoterm BET
- Isoterm Freundlich
X/m = k. C¹/m .............................(1)
Di mana ;
X = jumlah zat (gr, mol) yang teradsorpsi oleh mgr adsorben
C = konsentrasi zat terlarut
K dan n = tetapan isoterm Freundlich
V = k p ¹/n ......................................(2)
V = jumlah zat teradsorpsi persatuan massa adsorben pada tekanan P
K dan n = tetapan isoterm Freundlich
- Isoterm Langmuir
P/m = P/Vm + 1/a Vm ................................(3)
Vm = Volume gas yang di butuhkan
V = Volume gas yang sebenarnya menutupi satu satuan massa adsorben pada tekanan P
- Isoterm BET
P/V(P0-P) = 1/Vm+C
P0 = Tekanan uap jenuh
Vm = kapasitas volume monolayer
C = tetapan isotherm langmuir
PERALATAN ADSORBSI
Adsorben hamparan tetap. Partikel-partikel adsorben ditempatkan di dalam hamparan setebal 1 sampai 4 ft yang di topang oleh suatu tabir atau piring tapis. Gas umpan dilewatkan dari atas ke bawah melalui suatu hamparan sambil hamparan lain, pada waktu yang sama, diregenerasi. Aliran ke bawah lebih di sukai karena aliran ke atas pada kecepatan tinggi mungkin menyebabkan partikel-partikel itu terfluidisasi, dan menimbulkan atrisi (saling bergesekan) yang dapat menjadi sumber kehilangan partikel-partikel halus. Bila konsentrasi zat terlarut di dalam gas keluar sudah mencapai suatu nilai tertentu, atau pada waktu tertentu yang dijadwalkan, aliran umpan dipindahkan dengan bantuan katup-katup otomatis sehingga mengalir ke hamparan yang satu lagi dan menjalani tahap regenerasi.
Regenerasi dapat dilakukan dengan gas panas tak reaktif (inert gas ‘gas lembam’), tetapi biasanya uap lebih di sukai pula jika zat terlarut yang hendak dipulihkan itu tidak larut didalam air. Uap akan mengkondensasi di atas hamparan itu, dan menyebabkan suhu zat padat itu naik serta menyediakan energi untuk desorpsi. Zat pelarut itu mengkondensasi, dipisahkan dari air, dan barangkali dikeringkan dulu sebelum di pakai kembali. Hamparan itu kemudian didinginkan dan dikeringkan dengan gas tak reaktif, tetapi biasanya kita tidak perlu mendinginkan keseluruhan hamparan itu ke suhu lingkungan. Jika adanya sejumlah kecil uap air didalam gas bersih dapat ditoleransi, penguapan air pada siklus adsorbsi akan membantu mendinginkan hamparan dan mengimbangi sebagian dari kalor adsorbsi.
Ukuran hamparan adsorbsi ditentukan oleh laju aliran gas dan siklus waktu yang diinginkan. Tebal hamparan dan laju aliran biasanya dipilih sedemikian rupa sehingga menghasilkan siklus adsorbsi antara 2 sampai 24 jam. Dengan menggunakan hamparan yang lebih panjang, siklus adsorbsi dapat diperpanjang sampai beberapa hari, tetapi cara ini biasanya tidak ekonomis karena penurunan tekanan menjadi terlalu tinggi dan biaya investasi terlalu besar. Biasanya tebal hamparan yang dianjurkan adalah 1 ft atau kurang karena hal itu akan mengurangi penurunan tekanan dan ukuran adsorber.Di lain pihak, hamparan yang dangkal tisak akan menghasilkan pemisahan yang sempurna, serta juga memerlukan energi lebih banyak untuk regenerasi.
Peralatan pengeringan gas. Pada peralatan untuk mengeringkan gas di gunakan gas panas untuk regenerasi. Gas basah yang keluar dari hamparan yang sedang diregenerasi dapat diventilasikan, atau sebagian besar airnya dikeluarkan di dalam kondensor dan gas itu diresirkulasi melalui pemanas ke hamparan itu. Pada pengering ukuran kecil, kadang-kadang di pasang pemanas listrik di dalam hamparan untuk memberikan energy yang di perlukan pada waktu regenerasi.
Suatu contoh penting mengenai adsorbsi fase zat cair ialah penggunaan karbon aktif untuk membersihkan zat pencemar dari limbah air. Adsorben karbon juga di gunakan untuk membersihkan zar organic runutandari air untuk konsumsi kota. Hal ini juga rasa air juga menjadi lebih baik dan mencegah peluang bagi terbentuknya senyawa beracun dalam langkah klorinasi yang dilaksanakan berikutnya.
Adsorber tangki-aduk. Cara ini untuk mengolah air limbah ialah menambahkan serbuk karbon ke dalam tangki larutan, dan membuat serbuk itu melayang di dalam larutan dengan bantuan pengaduk mekanik atau oemerci udara. Dengan partikel yang halus adsorbsi berlangsung jauh lebih cepat daripada dengan karbon butiran (granular), tetapi untuk itu diperlukan peralatan yang besar untuk memisahkan karbon bekas pakai dengan cara sedimentasi (pengendapan) dan filtrasi (penyaringan). Pengolahan dengan serbuk karbon dapat dilakukan dengan sisten tumpak, atau dapat pula dengan cara kontinu, dengan menambahkan karbon menurut takaran ke arus limbah itu dan memisahkan karbon bekas pakai itu secara kontinu pula.
Adsorber kontinu. Adsorbsi dari gas atau zat cair dapat dilaksanakan dengan cara yang benar-benar kontinu dengan membuat zat padat itu bergerak di dalam hamparan itu secara lawan arah terhadap aliran fluida. Partikel-partikel zat padat dibiarkan mengalir ke bawah dengan gravitasi melalui bagian adsorbsi dan bagian regenerasi dan kemudian dikembalikan dengan amgkat udara (air lift) atau dengan konveyor mekanik ke puncak kolom.
Berdasarkan besarnya interaksi antara adsorben dan adsorbat, adsorpsi dibedakan menjadi dua macam yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.
a. Adsorpsi fisika
Dalam adsorpsi fisika, molekul-molekul teradsorpsi pada permukan adsorben dengan ikatan yang lemah. Adsorpsi ini bersifat reversibel, sehingga molekul-molekul yang teradsorpsi mudah dilepaskan kembali dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut. Panas adsorpsi yang menyertai adsorpsi fisika yaitu berkisar 10 kJ/mol (kira-kira mempunyai orde yang sama dengan kalor yang dilepaskan pada proses kondensasi adsorbat) dan lebih panas dari adsorpsi kimia.
Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur yang rendah dan jumlah zat yang teradsorpsi akan semakin kecil dengan naiknya suhu. Banyaknya zat yang teradsorpsi dapat beberapa lapisan monomolekuler, demikian juga kondisi kesetimbangan tercapai segera setelah adsorben bersentuhan dengan adsorbat. Hal ini dikarenakan dalam fisika tidak melibatkan energi aktivasi.
b. Adsorpsi kimia
Pada adsorpsi kimia, molekul-molekul yang teradsorpsi pada permukaan adsorben bereaksi secara kimia. Hal ini disebabkan pada adsorpsi kimia terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan. Oleh karena itu, panas adsorpsinya mempunyai kisaran yang sama seperti reaksi kimia, yaitu berkisar 100 kJ/mol (mempunyai orde besaran yang sama dengan energi ikatan kimia). Ikatan antara adsorben dengan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies aslinya tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversibel dan diperlukan energi yang banyak untuk melepaskan kembali adsorbat (dalam proses adsorpsi). Pada umumnya, dalam adsorpsi kimia jumlah (kapasitas) adsorpsi bertambah besar dengan naiknya temperatur. Zat yang teradsorpsi membentuk satu lapisan monomolekuler dan relatif lambat tercapai kesetimbangan karena dalam adsorpsi kimia melibatkan energi aktivasi (Oscik, 1982).
Menurut Lynam, dkk (Syahmani & Sholahudin, 2007) energi adsorpsi fisika adalah 42 kJ/mol sedangkan adsorpsi kimia berada dalam kisaran 42-420 kJ/mol. Secara kualitatif perilaku adsorpsi dapat juga dipandang dari sifat polar ataupun nonpolar antara zat padat (adsorben) dengan komponen larutan (adsorbat). Adsorben polar akan cenderung mengadsorpsi kuat adsorbat polar dan lemah terhadap adsorbat nonpolar, demikian juga sebaliknya. Adsorben polar akan mengadsorpsi kuat zat terlarut polar dari pelarut nonpolar karena kelarutannya yang rendah dan mengadsorpsi yang lemah dari pelarut polar karena kelarutannya yang tinggi
BAB III
DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
A. Data Pengamatan
Percobaan 1 ( Pengulangan I )
NO. m ( Gram ) Konsentrasi
Awal Akhir
1 0,5 1 M 0,450 M
2 0,5 0,6 M 0,186 M
3 0,5 0,2 M 0,052 M
Percobaan 2 ( Pengulangan II )
NO. m ( Gram ) Konsentrasi
Awal Akhir
1 0,5 1 M 0,430 M
2 0,5 0,6 M 0,180 M
3 0,5 0,2 M 0,050 M
Percobaan 3 ( Pengulangan III )
NO. m ( Gram ) Konsentrasi
Awal Akhir
1 0,5 1 M 0,420 M
2 0,5 0,6 M 0,180 M
3 0,5 0,2 M 0,050 M
B. Perhitungan
a. Membuat larutan pengencer asam oksalat sesuai konsentrasi yang diinginkan.
Untuk membuat larutan pengencer asam oksalat 1 M
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 1 M = 50 ml . 1 M
V1 = 50 ml
Untuk membuat larutan pengencer asam oksalat 0,6 M
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 1 M = 50 ml . 0,6 M
V1 = 30 ml
Untuk membuat larutan pengencer asam oksalat 0,2 M
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 1 M = 50 ml. 0,2 M
V1 = 10 ml
b. Mencari konsentrasi akhir dari percobaan.
Percobaan I
1 M
V1 . M1 = V2 . M2
4,5 ml . 1 M = 10 ml . M2
M2 = 0,450 M
0,6 M
V1 . M1 = V2 . M2
3,1 ml . 0,6 M = 10 ml . M2
M2 = 0,186 M
0,2 M
V1 . M1 = V2 . M2
2,6 ml . 0,2 M = 10 ml . M2
M2 = 0,052
Percobaan II
1 M
V1 . M1 = V2 . M2
4,3 ml . 1 M = 10 ml . M2
M2 = 0,43 M
0,6 M
V1 . M1 = V2 . M2
3,0 ml . 0,6 M = 10 ml . M2
M2 = 0,18 M
0,2 M
V1 . M1 = V2 . M2
2,5 ml . 0,2 M = 10 ml . M2
M2 = 0,05 M
Percobaan III
1 M
V1 . M1 = V2 . M2
4,2 ml . 1 M = 10 ml . M2
M2 = 0,42 M
0,6 M
V1 . M1 = V2 . M2
3,0 ml . 0,6 M = 10 ml . M2
M2 = 0,180 M
0,2 M
V1 . M1 = V2 . M2
2,5 ml . 0,2 M = 10 ml . M2
M2 = 0,050 M
BAB IV
PENUTUP
A. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, percobaan yang kami lakukan adalah pecobaan adsorbs dengan metoda isotherm Freunlich dan media peyerapan ( adsorben ) yang digunakan adalah karbon aktif. Perlakuan yang kami lakukan dalam 3x percobaan adalah dengan membuat konsentrasi yang asam oksalat yang berbeda – beda yaitu 1M, 0,6M, dan 0,2M. Larutan asam oksalat yang diambil sebayak 50 ml kemudian dicampurkan dengan 0,5 gr karbon aktif. Setelah itu dilakukan pengadukan selama 5 menit dan dibiarkan selama 30 menit. Kemudian dilakukan penyaringan dan hasil penyaringan kemudian diambil 10 ml setiap kali pengujian dan ditambahkan 3 tetes indicator phenelpthalein. Kemudianlarutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 1N sampai warnanya berubah menjadi ungu muda atau bias dikatakan sampai terjadi pencapaian titik ekuivalen. Dalam hal tersebut, penstandarisasian warna sangatlah diperlukan agar tidak terjadi keliruan yang fatal.
B. Kesimpulan
Dari hasil percobaan tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa :
• Semakin tinggi konsentrasi asam oksalat maka semakin banyak pula penambahan NaOH yang diperlukan untuk mencapai titik ekuivalrn;