Belajar dari Anak kecil

Rutinitas ibu rumah tangga tidak dauh dari sumur, dapur dan kasur. Menjadi ibu bagi anak-anak ku tidak membuat aku menyerah dengan keadaan yang sekarang kualami, dalam keadaan dunia yang serba susah ini aku terus bersyukur kepada Allah SWT, karena aku yakin dibalik kesusahan ada kebahagiaan.

Routine housewives do not come from wells, kitchens and mattresses. Being a mother to my children does not make me give up with the circumstances that I am now experiencing, in this world of this troubled world I continue to give thanks to Allah SWT, because I'm sure there is happiness behind happiness.

Sore kemarin aku berbelanja ke pasar, seperti layaknya ibu-ibu yang lain, kalau kepasar pasti mau belanja untuk keperluan dapur agar tetap bisa ngebul. Dalam kondisi penuh ke bimbingan aku langkahkan kaki menyusuri sudut pasar yang ramai di penuhi pengunjung, di seberang jalan aku melihat seorang laki-laki separuh baya sedang berjalan pisang di atas becak motornya, dia duduk termenung menunggu pembeli yang datang, dengan barang dagangan yang tidak terlalu banyak itu ia setiap menanti pembeli. Aku coba mengabaikan pria itu dengan handphone, karena aku tidak ingin dia mengetahui aku mengambil gambarnya.

That afternoon I went shopping to the market, just like other mothers, if the marketer would want to spend for the kitchen to keep it up. In full guidance I stepped down the crowded corner of the crowded market, across the street I saw a middle-aged man walking banana on his motorized rickshaw, he sat pensively waiting for the arriving buyer, with less merchandise much of it he every awaits the buyer. I tried to ignore him with his cell phone, because I did not want him to know I took his picture.

Setalah beberapa foto bisa aku ambil dari seberang jalan, lalu aku tunjukkan pada anak ku yang no 2 bernama Dede Reski Aulia yang masih berumur 6 tahun, dia melihat dengan selektif foto yang menurut dia bagus, setelah dia memperhatikan banyak foto yang aku buat saat berbelanja dia hanya memilih 2 foto saja, yaitu foto yang saya lampirkan pada tulisan ini. Lalu aku coba bertanya dengan anak ingusan ini, Kenapa cuma dua foto aja yang kamu pilih "DE" (nama panggilan), padahal mama foto lumanyan banyak?. Dengan lantang dia menjawab, karena cuma itu yang bagus fotonya menurut Dede ma, yang lain "shake" dan komposisi yang tidak teratur. Mendengar jawabannya yang lantang dan sedikit acut, aku terdiam dan bertanya dalam hati, aku bingung dengan istilah yang ia gunakan untuk menjelaskan tentang foto itu.

After some photos I can take from across the street, then I show to my 2-year-old son Dede Reski Aulia, he looks with selective photos that he thinks is nice, after he noticed many photos I made while shopping him just choose 2 photos only, that is the photo that I attached in this paper. Then I try to ask with this snotty boy, Why only two photos aja you choose "DE" (nickname), but mama photo lumanyan lot ?. He responded loudly, because that was the only good picture according to Dede ma, the other "shakes" and irregular compositions. Hearing his loud and slightly acutely answer, I paused and wondered, confused by the term he used to describe the photograph.

Sesampainya aku dirumah, ku coba tanya kembali soal foto tadi di pasar yang di komentarinya, aku penasaran dari mana ia tau istilah photography itu. Dede coba lihat lagi foto yang mama buat ini, menurut Dede foto mana yang paling bagus?. Dengan ekspresi sedikit kesal karena aku sudah mengganggu konsentrasi dia sedang main game dia menjawab, "menurut Dede cuma dua foto tadi yang bagus ma, kan sudah Dede bilang tadi yang lain fotonya shake" kemudian dia membuka galeri foto yang ada di handphone di tangannya, kebetulan dia sedang main game. lihat ini, katanya sambil dia zoom semua foto yang aku potret tadi di pasar, foto seperti ini tidak bagus karena saat di zoom pecah. Lalu aku kembali melanjutkan pertanyaan ku, dari mana Dede tau kalau foto ini shake dan siapa yang ajarin Dede tetang shake itu. Ia menjawab pertanyaan ku sambil tetap fokus main game. Dede lihat foto-foto ayah, jika foto itu shake pasti di hapusnya, makanya Dede tau foto mama itu shake.

When I got home, I tried to ask again about the photo in the market in his commentary, I was curious from where he knows the term photography. Dede try to see more photos that make this mama, according to Dede which photo is the best ?. With a slightly annoyed expression because I've interrupted the concentration he was playing the game he replied, "according to Dede only two photos was good ma, it's Dede told me the other photo shake" then he opened the photo gallery in the handphone in his hand, he is playing the game. look at this, he said as he zoomed all the photos that I portrait earlier in the market, photos like this is not good because when the zoom is broken. Then I went back to my question, from where Dede know if this photo shake and who ajarin Dede tetang shake it. He answered my question while focusing on playing the game. Dede look at the photos of the father, if the photo was a shake must be deleted, so Dede tau mama's photo shake.

Mendengar jawaban, anakku ini aku jadi geleng-geleng kepala, ternyata selama ini dia memperhatikan hobi ayahnya, anak-anak memang tidak perlu belajar khusus untuk mengetahui sesuatu, namun cukup dengan memperhatikan secara terus menerus sehingga ia tau mana yang bagus dan tidak bagus. Bisa kita ambil kesimpulan dari cerita, agar kita (orang dewasa) janganlah berbicara dan melakukan hal-hal negatif depan anak-anak, karena mereka tidak perlu belajar khusus untuk mempelajari sesuatu, hanya cukup dengan mendengar, melihat lalu mempraktekkan.

Hearing the answer, my son was so shook his head, apparently all this time he noticed his father's hobby, the children did not need to learn specifically to know something, but simply by watching continuously so he knows what is good and not good. We can draw conclusions from the story, so we (adults) do not talk and do negative things ahead of the children, because they do not need to learn specifically to learn something, just by listening, seeing and practicing.

Foto: Dede Rizky Aulia

Sekian terimakasih
That is all and thank you.