Senja Merah Jambu
Senja Merah Jambu
Dalam terik, sebuah kelembutan lahir di bawah teduh bambu (@zulfikarhusein)
Kidung suara langit perlahan membisik. Terasa cuku kuap karena dibawa udara. Hawa sejuk sesekali terasa, berasal dari angin laut yang biru.
Sudah sore hari di lantai dua kedai kopi ini. Seorang teman datang, menyapa seperti biasa tanya kabar kapan pulang bagaimana. Aku balas bertanya seperti yang dia praktikkan.
Sebelum dia datang aku sudah terlebih dulu menyeduh kopi pancung. “SP bang,” jelasnya pada anak muda yang datang sambil membawa pulpen, secarik kertas dan kain lap.
Aku memperhatikan. Tangannya sangat lentik saat memperagakan kalimat yang diucapkannya tadi pada si pelayan. Jari telunjuk dan ibu jarinya seperti bekerja sama memberi kode yang tentu saja bukan kode rahasia. Tapi si pelayan mengerti. SP bisa diartikan Sanger Panas atau Sanger Panas tapi Pancung. Nah, kode yang diisyaratkan temanku itu adalah kode untuk Sanger Panas tapi Pancung alias dalam gelas mini.
Diluar cuaca masih sama. Kami masih menunggu teman-teman yang lainnya. Janji hari ini jam 4 sore. Kedai kopi jadi arena kami bermusyawarah.
“Abang ada main steemit?,” tanyanya.
“Ada, saya sudah buat akun steemit beberapa bulan lalu tapi baru sebulan terakhir aktif nulis.” “Kamu udah ada berapa SBD,” saya berbalik tanya pada dia.
“Nggak ada bang. Capek posting nggak ada yang vote,” kesal.
Udara di lantai ini terasa menyusup dan menyibak rambutku. Ingatanku pergi ke beberapa hari sebelumnya. Saat kecewa tak ada satupun upvote pada postingan.
“Hei, kok melamun,” ujar Ade. Ade ini adalah temenku yang lain. Kami berkumpul sama-sama di Jakarta. Kami baru saja pulang dari tugas ke sejumlah daerah pedalam di bumi ini.
“Sudah nulis apa hari ini bang?,” timpalnya. Ade dan beberapa teman yang lain suka membaca tulisanku. Biasanya setelah kupoles dan jadi postingan, link-nya aku share ke grup yang ada mereka. Tapi sayangnya, mereka bukan pengguna steemit. Jadi tak ada upvote dari mereka.
“Aku tulis tentang Superman pagi tadi. Tak ada yang sangka, ternyata dua giginya rontok.”
“Hah, kenapa?.”
“Ya, dia lagi sial,” menjawab antusiasnya Ade hari itu. “Malam itu dia baru pulang menolong ibu-ibu yang dirampok banci, dia mendarat dengan kepala duluan karena jubahnya kelilit ke kakinya karena angin,” jelasku.
Ade cuma ngakak. Aku bilang ke dia, sayang kalian nggak punya steemit, jadi tulisanku nggak ada yang vote. Hehe....
**
“Assalamualaikum.” Rinal datang. Lagi-lagi si pemuda berkalung kain lap itu datang menghampiri. “Sanger bang,” kata Rinal. Pemuda itu mengangguk dan pergi.
“Apa steemit-steemit, nggak ada yang vote punya kita. Orang-orang yang udah lama main steemit cuma di vite punya kawannya aja,” temanku yang tadi menjelaskan kekesalannya.
“Misal dibilang tulisan atau postingan yang bagus pasti di vote, mana ada, lihat aja tu banyak juga postingan-postingan ntah apa-apa tapi jumlah yang votenya sangat banyak,” tambahnya.
“Hahaha.” Aku hanya ketawa. Sebagai steemian, udara laut yang dia rasa juga aku rasa. Tap sedari dulu aku bilang pada bayang rasa. Aku hanya mau mengungkapkan apa yang ingin aku ungkapkan pada tulisan.
“Aku taunya cuma nulis, terserah nggak di vote, yang penting bisa tulis. Soalnya di blog sendiri nggak ada yang baca, hehe,,,” kataku.
“Ia juga ya bang.”
Senja merah jambu mulai tampak di ujung laut sana. Anginnya semakin kuat membahana. Sore itu kami juga kedatangan banyak teman yang lain. Ngopi dimulai.
”Jika takut keluar, maka ‘katak’ akan mati dalam tempurung” (@zulfikarhusein)
salam sampan kecil
Sumpah, sy suka banget cerpenmu @zulfikarhusein. Maknanya dpt banget. Ini realita banget di steemit. Dan ini sasarannya utk kita banget sbg newbie. Aku gk mau lagi bermimpi utk mndapat upvote dari sang petinggi krn mimpi kita hanya pepesan kosong. Sebagus apapun krya kita, yaaaa... Hanya kita2 jg yg meliriknya. Biarlah smua itu kita jadikan sbg mimpi manis semata. Pun demikian, kita tetap terus berkarya, karena penulis sejati itu adalah orng2 yg tak prnah prnah berharap belas kasih dari siapapun. Tetap semangat ok....
Hehe...
Terima kasih bang @muaziris saya hanya berharap, setiap tulisan ada yang baca. Hehe...
Semangat menulis
bener bangettttt. mending nulis disini walaupun ngga ada yang tapi ada yang baca hehehe
Sudah kami upvote yah..