Sebuah Prolog
Tetesan embun di trotoar samping rumah adalah satu-satunya ritme yang menemaniku malam ini, bunyinya gemericik menimpa lembaran seng bekas yang mungkin saja sudah karatan dan berlubang di sana sini.
Aku hanya bisa menebak bentuknya dari peraduan, rasa letih mengalahkan rasa penasaranku.
Setelah seharian meluapkan tenaga kepada paku melalui palu kepada papan, rasa kantuk malah seperti enggan menimpa mata.
Kuterawang langit-langit siapa tahu ada bayangan domba-domba sedang merumput yang bisa dihitung untuk pemancing kantuk, tetapi kata "domba" tidak berima dengan kata "tidur" seperti terjemahannya dalam bahasa inggris "sheep" yang berima dengan kata "sleep". Rima dari kata sheep dipercaya mampu mensugesti alam bawah sadar untuk membayangkan sleep agar kita terlelap dalam hitungan. Kata para ahli
Kucari-cari kosa kata yang berima dengan kata "tidur" yang mungkin merupakan kata benda yang bisa dihitung seperti "sheep" untuk "sleep". Yang kutemukan adalah kata "libur" yang malah semakin membuat kata "tidur" berlari sembunyi.
Bagaimana tidak !
Defenisi libur malah menjadi bahan pikiran lain yang lebih luas disebabkan dalam keseharianku libur dan kerja sama sekali tidak pernah diatur untuk saling menggantikan. Tidak ada jadwal khusus yang mesti ditaati untuk bekerja seperti pegawai pemerintahan yang bekerja dari hari Senin ke hari Sabtu dan libur dihari minggu.
Aku adalah pegawai untuk diriku sendiri, bos untuk diriku sendiri.
Mungkin itu sebabnya defenisi libur dan bekerja menjadi baur bahkan tidak pernah sempat terbandingkan pada keseharianku.
Hal ini sepertinya harus diatur ulang, mungkin ada baiknya libur dan kerja dipisahkan agar kata_tidur memiliki tempat yang lebih leluasa.
http://pinterest.com/pin/239746380142464714/?source_app=android
Kembali kuterawang langit-langit rumah sambil memikirkan besok hendak melakukan apa untuk memulai pagi.
Ah pagi !
Kapan terakhir kali pagi adalah hal yang lumrah aku temui. Apa sebenarnya makna "pagi" bagiku yang sering bekerja hingga larut malam, bagaimana mengucapkan pagi dengan benar atau bagaimana menjalani pagi yang benar dan apa bedanya aku malah lupa.
Kususun rencana acak untuk segera mengenyahkan pagi dari benakku, sepertinya berhasil, haha..
Tetapi..
Alih alih mengusap wajah sambil berdoa untuk mengawali waktu tidur aku malah mulai memikirkan wajah-wajah.
Setelah membaca dengan sengaja sebuah kisah nyata yang dibuat menjadi cerita bersambung dilaman steemit seorang teman, aku malah tergoda untuk menyisir ingatan tentang wajah-wajah lama didalam pustaka otakku.
Pustaka yang ternyata sudah lembab karena berisi ingatan yang tumpang tindih ditambah lapisan debu yang anehnya terasa menyenangkan untuk dibiarkan saja alih-alih disingkirkan agar aku dapat membuka lembaran-lembaran ingatan yang begitu banyak dibawahnya.
Kusisir tumpukan demi tumpukan ingatan didepanku, ternyata masing-masing memiliki nama di atasnya.
Kupilah-pilah dengan telunjuk, lembaran dari tumpukan mana yang akan kubuka untuk diceritakan.
Atau kubuat saja tumpukan lembaran baru dengan nama baru untuk diceritakan kemudian, bukankah aku bebas melakukan itu selama masih berada dalam kawasan perpustakaan otakku dan tidak mengganggu pekerjaan, liburan atau jadwal tidur orang lain.
Mungkin akan kulakukan sesuatu, kuceritakan sesuatu dikesempatan lain.
Ini hanya seberkas prolog dari cerita dari kota ke-kota, dari satu hati ke-hati yang lain, dari harapan dan rencana dengan seseorang selama beberapa tahun ke-harapan dan rencana se-orang lainnya.
Transformasi dari waktu ke waktu.
Mungkin akan disampaikan dengan format Tempat/Waktu dan Rincian Kejadian atau mungkin dengan cara lain.
Semoga berkenan. @zenangkasa
Puitis sekali kata-katanya ya @zenangkasa
Hahaha, ara seje bg geh
Asyik, cerita seperti ini akan selalu menarik. Kutunggu cerita spt ini lagi. Awas kalau ngak.. Btw uang kopi sudah bisa diambil @zenangkasa sebelum aku tergoda dan silap mata. Karena aku sudah sering silaap..
Siap bg.. Segera dijemput. Hahaha, nyeritakan kisah2 macam ni macam anu kali bg geh