Peranan Imigrasi Lhokseumawe dalam Penanganan Pengungsi di Kabupaten Aceh Utara
[Indonesia]
Peranan Imigrasi Lhokseumawe dalam Penanganan Pengungsi di Kabupaten Aceh Utara

Pada tanggal 11 Mei 2015, Kepolisian Aceh Utara dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Aceh Utara serta Imigrasi Lhokseumawe menempatkan para pengungsi di satu tempat untuk memudahkan pendataannya dan diberikan penampungan yang layak bagi para pengungsi tersebut.
Setelah dilakukan pendataan oleh Imigrasi Lhokseumawe di dapat data pengungsi berdasarkan kebangsaan Rohinya (Myanmar) : 328 orang (104 : Pria Dewasa, 36 : Perempuan Dewasa, 107 : anak laki-laki, 81 : anak perempuan) dan berkebangsaan Bangladesh 243 orang. Untuk selanjutnya imigrasi Lhokseumawe bersama Muspikab Aceh Utara menempatkan mereka ditempat penampungan sementara sementara di gedung PPI Kuala Cangkoy, Lapang demi penanganan lebih lanjut terhadap pengungsi tersebut agar lebih terkonsentrasi sehingga tidak campur dengan masyarakat terkait dengan pemeriksaan kesehatan lebih terhadap pengungsi dan menempatkan mereka ke tempat yang lebih layak huni.
Pada tanggal 16 Mei 2015, setelah kedatangan dari Diplomat dari kedutaan Bangladesh datang ke Kabupaten Lhokseumawe untuk melakukan verifikasi terhadap kebenaran warga negara Bangladesh yang berada di Kuala Cangkoy. Diplomat tersebut meminta agar adanya pemisahan terhadap warga negara Bangladesh dalam rangka proses pemulangan ke negaranya. Permintaan tersebut langsung direspon oleh Kepala Kantor Imigrasi Lhokseumawe (Muhammad Akmah, SH.), untuk warga negara Bangladesh di tempat di Bangunan Imigrasi Kelas II Lhokseumawe yang berada di Puntet untuk memudahkan proses pemulangannya dan pengawasannya.
Pada tanggal 15 Juni 2015 memindahkan pengungsi yang berkewarganegaraan rohinya ke BLK Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur. Pemindahan tersebut diperlukan untuk menempatkan ke tempat yang lebih baik lagi untuk para anak-anak dan para wanita.

Masalah yang terjadi di shelter ACT terjadi karena kurang terarahnya manajemen penanganan pengungsi karena satgas penanganan pengungsi mempunyai benturan terhadap kepentingan LSM yang ingin menanganinya dan manajemen penanganan pengungsi tidak lagi melibatkan Satgas penanganan pengungsi terhadap pengungsi di shelter tersebut.
Pengungsi dibiarkan berkeliaran tanpa ada pengawasan yang ketat sehingga terjadi permasalahan sosial dengan penduduk setempat. sehingga timbul berbagai permasalah sosial yang terjadi dengan warga setempat diantaranya perusakan terhadap tanaman masyarakat, ada yang berjualan bantuan yang diberikan oleh LSM ataupun NGO kepada masyarakat sekitar, terlebih lagi mereka mendapatkan uang dari UNHCR sehingga menimbulkan kecemburuan sosial mengingat perekonomian masyarakat sekitar yang masih dianggap kurang mampu ditambah lagi perbedaan kebudayaan.
