Perkembangan Intelektual Buya Hamka #1
Mempelajari tentang seorang tokoh berarti juga mencoba menarik hikmah dari setiap lini kehidupannya, baik di ranah pemikirannya maupun karya-karyanya. Yang tentunya hal itu dapat kita jadikan acuan untuk memicu diri kita ke arah yang lebih baik. Mempelajari tokoh juga berarti mengambil teladan. Apalagi, sosok yang dipelajari tersebut adalah sosok yang menyejarah dan memiliki pengaruh besar bagi kehidupan umat, dunia pemikiran Islam, maupun kebangsaan.
Hamka adalah nama pena yang juga akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Hamka lahir pada 16 Februari 1908 bertetapan 13 Muharram 1326, di Minangkabau, Kampung Molek, Nagari Sungai Batang, Sumatra Barat. Abdul Malik adalah nama kecilnya. Ia biasa dipanggil Malik, sewaktu kecil. Nama Karim dalam nama Hamka diambil dari nama ayahnya, Abdul Karim atau dikenal juga dengan sebutan Haji Rasul, yang juga ulama besar di Minangkabau dan tokoh tajdid Islam di Nusantara. Dan, Amrullah dari nama kakeknya, Syekh Muhammad Amrullah, yang mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah.
Karena ketokohannya tersebut, saya merasa sangat tertarik untuk menggoreskan sedikit kisah ataupun cerita tentang Ulama Besar yang pernah ada dan lahir di indonesia ini, harapannya tentu dengan mempelajari jejak-jejak hidupnya, membedah pemikirannya, membaca karyanya, dan menggali nilai-nilai atau falsafah hidupnya sehingga akan menjadi dasar ataupun pondasi yang kokoh terutama bagi saya pribadi dalam menjalani dan mengarungi kehidupan yang lebih baik kedepannya. Karena sosok ini dengan kepribadian yang luar biasa perlu untuk dijadikan sebagai teladan.
Pada postingan kali ini, saya akan bercerita sedikit tentang pendidikan yang pernah beliau alami sehingga dapat secara nyata mendorong "PERKEMBANGAN INTELEKTUAL" tokoh nasional ini. Kenapa saya memulai tulisan ini dari sisi pendidikannya, karena menurut saya pribadi sisi ini merupakan bagian yang paling berkesan dari beliau.
Hamka merupakan sosok ulama yang multitalenta. Ilmunya tentang agama sangat luas, cara berpikirnya pun modern, aktual, dan tak terlepas dari realitas kehidupan. Dia adalah seorang ulama yang kiai, mufasir, penulis produktif, sastrawan/pujangga, guru, dan juga seorang aktivis organisasi. Kehidupannya sarat akan makna positif. Mulai dari etos belajarnya, kerja kerasnya, idealismenya, dan komitmennya mendakwahkan kebenaran kepada umat Islam. Sampai pada suatu saat ia mendapat gelar penghargaan Honorris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
# 1. Pendidikan Buya Hamka
Pendidikan Buya Hamka Tidak banyak didapatkan data mengenai kegiatan Buya Hamka dalam sekolah formal. Namun yang pasti pada umur enam tahun Haji Rasul telah membawanya ke Padang Panjang dan pada umur tujuh tahun dimasukkan ke Sekolah Desa. Satu hal yang paling menarik dari pribadi Buya Hamka adalah jiwanya tetap hidup dalam suasana apapun. Ketidaktamatan dari sekolah formal bukanlah hal yang menjadikan alasan untuk berhenti berkarya. Dari kacamata pendidikan, beliau memang hanya sampai pada kelas dua Sekolah Desa dan Diniyah School, kelas empat pada Sumatera Tawalib dan kelas enam di madarasah (pesantren) Parabek. Terhitung, selama enam tahun itu sudah empat sekolah yang dilaluinya, yaitu dari tahun 1916 M. sampai dengan 1923 M.
Ada tiga sekolah yang ada pada masa itu di Desa Guguk Malintang, Padang Panjang. Yaitu, Sekolah Desa, Gubernemen dan Europese Lagere School. Buya Hamka kecil masuk Sekolah Desa lantaran sekolah Gubernemen telah penuh, sedangkan Sekolah Europese Lagere School didirikan Belanda khusus untuk anak-anak mereka, jikapun ada orang Indonesia itu pengecualian, yaitu untuk anak demang dan anak jaksa.Pada tahun yang sama (1916 M.) Zainuddin Labai mendirikan Diniyah School untuk pagi dan sore hari. Sekolah ini paling dikenal oleh masyarakat sebagai sekolah agama atau Arab.
Buya Hamka kecil ikut mendaftar di dalamnya, pagi masuk Sekolah Desa dan sorenya masuk Sekolah Arab. Sekembalinya sang ayah dari tanah Jawa, semakin banyak mendapatkan inspirasi dari sana. Haji Rasul membuka sebuah sekolah bernama Sumatera Tawalib, tingkatannya sampai dengan kelas VII. Buya Hamka terpaksa meninggalkan Sekolah Desa dan masuk pada sekolah yang dibangun oleh ayahnya. Jadi, pagi masuk Diniyah School dan sorenya masuk pada Sumatera Thawalib.
Kemudian pada umur tiga belas tahun ayahnya mengirimnya ke sekolah yang berbentuk pemondokan di Parabek, 5 kilometer dari Bukit Tinggi dan di sini ia masuk kelas VI. Dari empat sekolah yang dilalui oleh Buya Hamka, yang sempat tercatat sebagai guru-gurunya adalah, Syekh Ibrahim Musa Parabek, Guru Sain, Sutan Marajo, Engku Mudo Abdul Hamid dan Zainuddin Labai. Yang terakhir ini merupakan guru kesukaan Buya Hamka dan kawan-kawannya. Keistimewaan beliau ini adalah mampu menyelami jiwa anak-anak, sepertinya apa yang dimau oleh anak-anak sudah diketahuinya lebih dahulu.
# 2. Ketertarikan pada Kegiatan Tulis-Menulis
Menelusuri kisah yang banyak menginspirasi Buya Hamka terkait dengan tulis-menulis ini, dengan panjang-lebar Buya Hamka paparkan di dalam buku Kenang-Kenangan Hidup jilid II. Mulai dari tulisan pertama sampai kepada memimpin majalah Pedoman Masyarakat di Kota Medan. Setidaknya, pada periode inilah puncak dari karier yang banyak mempengaruhi kelancaran aliran tulisan Buya Hamka. Karena memang, sebagai seorang pimpinan tertinggi, beliau memiliki kebebasan untuk menuliskan apa saja yang hendak dituliskan dan kapan saja mau diterbitkan. Ada kebebasan! “.
Alhamdulillah, apa yang ditakdirkan Tuhan rupanya sesuai dengan apa yang saya cita-citakan.” Pada dasarnya, kegiatan tulis-menulis dapat teralirkan dengan baik jika telah melalui proses membaca yang cukup rutin. Hal ini telah Buya Hamka lalui sejak dari kecil. Tepatnya, ketika minat membaca buku-buku cerita telah meningkat tajam, sedangkan buku-buku yang digemari sangat terbatas.
Buya Hamka kecil mencari akal. Buya Hamka melihat ada peluang membaca buku-buku yang digemari itu dari sebuah penyewaan yang ada di kampungnya lengkap dengan perpustakaan. Buya Hamka kecil mencoba mendekati pemilik perpustakaan dengan cara ikut berperan dalam proses pencetakan buku, membantu melipat kertas, menyekat buku yang hampir lepas, menyusun buku yang beserak dan ketika waktu senggang, ia manfaatkan untuk membaca. Lebih dari dua jam Buya Hamka kecil bisa bertahan diruangan itu. Dengan modal semangat membaca yang begitu kuat yang telah tumbuh subur sejak kecil itu, Buya Hamka telah berhasil menghimpun sebuah majalah bulanan yang berjudul Khâṭibul ‘Ummah. Yaitu, kumpulan pidato kawan-kawannya ketika latihan yang diadakan oleh Perkumpulan Tabligh Muhammadiyah yang terdiri dari pelajar-pelajar Madrasah Thawalib. Pidato-pidato yang paling bagus kemudian ditulis sekaligus diedit oleh Buya Hamka yang ketika itu masih berumur tujuh belas tahun.
Jika ada kawannya yang belum pandai mengarang pidato, tidak segan Buya Hamka yang masih remaja beranjak dewasa itu membantunya dan membubuhkan nama kawan tersebut di bawahnya. Sedangkan Judul majalah Khâṭibul ‘Ummah itu adalah pemberian dari ayahnya sendiri yang berarti tukang pidato ummat.
Buya Hamka adalah orang yang banyak belajar melalui otodidak, sama halnya dengan Imam Al-Gazâlî. Karena itu, tidak dipungkiri penguasaan terhadap ilmu agama dapat terserap dengan baik oleh Buya Hamka. Berbagai bidang ilmu yang dikuasainya itu dapat diperoleh dengan penguasaan Bahasa Arab yang dipelajarainya ketika di Sumatera Thawalib maupun belajar dengan ayahnya sendiri. Terlebih lagi, penguasaan terhadap pemikiran tokoh-tokoh Barat itu dapat beliau ulas dengan penguasaan Bahasa Arab juga. Seperti, Albert Camus, William James, Sigmun Freud, Arnold Teynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Peierre Loti, Francis Bacon, Wollaston dan Stephen.
Salah satu contoh yang dapat dikemukakan tentang keluasan ilmu Buya Hamka terhadap pemikiran Barat dapat dilihat dari apa yang telah dikemukan Oleh Buya Hamka terkait dengan sejarah pecah perang Jerman melawan Prancis.
Pada tahun 1870 M. terjadi peperangan, kemenangan berpihak kepada bangsa German. Lantas orang Prancis tidak berkecil hati. Salah satu di antara mereka ada yang mengatakan, “… German boleh saja menang, tetapi mereka pasti tidak merasai kemenangan itu. Sedang kita walaupun kalah, itu hanyalah dalam sekilas saja. Hati kita tidak patah, sebab, ada Victor Hugo yang mampu membangkitkan semangat kita lewat syairnya.
Setelah penguasaan ilmu pengetahuan dapat Buya Hamka dudukkan, baik itu pemikiran dari Arab maupun Barat, tinggal mencurahkan pemikiran itu ke dalam sebuah tulisan yang ia kontrol dari pemahaman agama yang sudah matang itu. Selanjutnya wadah untuk mempublikasikan juga telah ada, membuat keseriusan seorang Buya Hamka seakan tidak pernah lentur. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah dari hasil tulisan itu,ada sedikit membantu untuk menghidupi keluarga, mulai dari pendapatan yang rendah sampai dengan yang paling besar sudah ia rasakan. Walaupun sebenarnya tujuan utama menulis bagi Buya Hamka bukanlah semata-mata untuk meraih keuntungan secara materialis, namun jika pun ada, itu hanyalah semata-mata sebagai sebuah keuntungan yang menyertai. Karena, menurut Buya Hamka apapun yang dilakukan jangan sempat tergelincir dari niat tulus, lillâhi Ta‘âlâ. Nama “Hamka” baru dikenal orang setelah ia mulai menulis, terutama setelah Pedoman Masyarakat sudah menerobos wilayah seluruh Indonesia bahkan lintas negara.
Oleh Sebab itu, kepercayaan diri seorang Buya Hamka semakin yakin bahwa memang jiwanya berada pada kegiatan tulis menulis. Berkat tulisan, ia semakin dikenal orang di mana-mana, bahkan sebagian tokoh besar sendiri yang ingin tahu siapa sebenarnya seorang Buya Hamka. Bagaimana kepribadiannya, seperti apa orangnya, pertanyaan itu selalu muncul bagi mereka penggemar tulisan kolom rubrik Dari Hati ke Hati dan Pandangan Hidup Muslim itu. Termasuk salah satunya adalah Soekarno, yang penasaran dengan Buya Hamka, karena merasaterkesima dengan pemikiran Buya Hamka terhadap Islam. Begitu juga dengan undangan kepada Buya Hamka dari Sultan Siak yang memuji tulisan-tulisan Buya Hamka dalam Pedoman Masyarakat.
Hamka gemar menulis sejak muda, tulisannya tersebar di berbagai media dan surat kabar nasional. Di antaranya, Pembela Islam ketika ia di Medan, Harian Pelita Andalas sebagai jurnalis, Seruan Islam, Suara Muhammadiyah, dan sebagainya. Dia juga menulis banyak buku mengenai ilmu keagamaan, tauhid, tasawuf, dan sebagainya. Yang sampai saat ini masih bisa kita jumpai adalah seri falsafah hidup yang diterbitkan Republika. Di antaranya, Tasawuf Modern, Tasawuf dan Perkembangannya, Lembaga Budi, Lembaga Hidup, dan Falsafah Hidup. Dan beberapa buku yang kembali diterbitkan Gema Insani, yaitu Keadilan Sosial dalam Islam, Ghirah, dan sebagainya.
Yang paling Fenomenal, Hamka pernah menulis tafsir Alquran, yang dalam kisahnya, tak pernah selesai ia tulis meski waktu telah berjalan enam tahun. Sampai pada suatu ketika ia dipenjara karena tuduhan melakukan kejahatan sesuai dengan Pen.Pres No 11/1963. Yaitu, tuduhan mengadakan rapat-rapat gelap untuk menentang Presiden Sukarno dan pemerintah RI. Hamka pun kemudian dibui di tahanan Sukabumi. Kemudian dipindahkan ke Cimacan, tiga bulan kemudian dipindahkan ke Megamendung, pada 15 Juni. Selama dua tahun empat bulan Hamka dibui. Di dalam bui itulah ia berhasil menyelesaikan tafsir Alquran yang mahsyur hingga kini, yakni Tafsir Al-Azhar.
# Salam
@suhadi-gayo
Sosok teladan yang Kharismatik
Iya @catataniranda
Sosok Buya Hamka memang selalu inspiratif terutama jika berkaitan dalamnya hal tulis-menulis pasti dengan banyak karya beliau kita bisa banyak belajar pula
Iya betul @yaminhi minimal kulit luarnya saja dari kemampuan yang ada pada beliau kita miliki, tentunya sudah sangat luar biasa ya.
Notice!!
👍👍
Buya Hamka memang manusia abadi, karya-karyanya patut di konsumsi oleh semua kita.
Berizin telah berbagi abngda
Morom-morom..Buya Hamka sosok dan pribadi yang luar biasa.
Tak ada manusia Indonesia yg tak kenal buya hamka kecuali......
😂😂👍👍
Hamka benar-benar kepribadian yang hebat. Terima kasih atas penelitian berkualitas dan atas waktumu.
Terimakasih @ninicewoody tepatnya bukan penelitian tapi hanya upaya untuk mengenang, tentunya tulisan ini adalah bagian dari kerinduan kita bersama akan kehadiran sosok tokoh besar dan kharismatik seperti Buya Hamka.
Vote exchange site https://mysteemup.club